Wu Sangui, Jenderal Kekaisaran Tiongkok yang Mengkhianati Dua Dinasti

By Sysilia Tanhati, Senin, 20 Februari 2023 | 13:06 WIB
Dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok, Wu Sangui dianggap sebagai pengkhianat yang kontroversial. Bukan hanya satu, jenderal Kekaisaran Tiongkok ini berkhianat pada tiga dinasti. (Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok, Wu Sangui dianggap sebagai pengkhianat yang kontroversial. Bukan hanya satu, jenderal Kekaisaran Tiongkok ini berkhianat pada dua dinasti. Wu Sangui membantu etnis Manchu saat merebut Dinasti Shun untuk mendirikan Dinasti Qing. “Belakangan, ia juga memimpin pemberontakan melawan Dinasti Qing dalam upaya mendirikan dinastinya sendiri,” tulis Zhihou Xia di laman Britannica.

Jenderal Wu Sangui yang berani dan setia

Terlahir dari keluarga militer Dinasti Ming, Wu Sangui pemberani dan mahir dalam seni bela diri. Ia bertugas di garis pertahanan Ming yang dipimpin oleh Jenderal Sun Chengzong.

Karena keberanian dan kemampuan militernya yang sangat baik, Wu Sangui mendapatkan kenaikan pangkat berkali-kali.

Rezim Manchu, yang saat itu berusaha merebut dinasti, mencoba menariknya untuk bergabung. Ia ditawarkan sejumlah besar uang dan dijanjikan posisi. Tidak hanya Wu Sangui, paman dan saudara laki-lakinya pun telah bergabung. Namun jenderal setia itu menolak.

Wu Sangui menjadi komandan utama pasukan kavaleri yang sangat elit. Tugasnya adalah menjaga situs militer terpenting di Tembok Besar, Celah Shanhai. “Di sisi dalam adalah Dinasti Ming dan di luarnya adalah rezim nomaden Qing,” tulis Xia.

Ketika harus memilih salah satu sisi

Kemudian, pasukan pengungsi dan petani yang memberontak berbaris menuju ibu kota Ming, Beijing. Wu Sangui dipanggil untuk kembali melindungi kota ini.

Namun, dalam perjalanannya ke Beijing, kota itu diduduki oleh tentara pemberontak dan Kaisar Zhu Youjian bunuh diri.

Pemimpin pasukan pemberontak ini, Li Zicheng, menjadi kaisar Dinasti Shun yang baru didirikan. Ia memanggil Wu Sangui dan pasukan elitnya untuk patuh.

Wu Sangui dan pasukannya berada dalam situasi yang sulit. Dia tidak cukup kuat untuk membalas dendam pada kaisarnya atau membangun kerajaan yang mandiri. “Namun, jenderal setia itu juga tidak mau menyerah kepada musuh lamanya, etnis Manchu,” ujar Xia.

Tapi dia harus membuat pilihan karena dia dikelilingi oleh musuh kuat yang sedang menunggu jawabannya. Pada akhirnya, Wu Sangui memutuskan untuk menyerah kepada Dinasti Shun Li Zicheng.

Wu Sangui menyusun strategi untuk membalas dendam

Wu Sangui berjanji untuk setia pada dinasti baru dan menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk bernegosiasi.

Pada saat yang sama, Wu Sangui juga berhubungan dengan penguasa Manchu Dorgon. Ini adalah etnis Manchu akan membantu Wu Sangui mengalahkan Li Zicheng. Mereka juga berjanji untuk membantu pangeran Ming yang tersisa untuk mendirikan kembali Dinasti Ming di Tiongkok selatan. Sementara Manchu akan menduduki Tiongkok utara.

Namun terkadang hanya kekuatan yang setara yang dapat menghasilkan kesepakatan yang relatif adil. Inilah yang tidak disadari oleh Wu Sangui.

Wu Sangui akhirnya menyerah dengan Dinasti Qing dari Manchu

Dilansir dari laman China Fetching, Kaisar Li Zicheng akhirnya mengerahkan pasukan ke Celah Shanhai untuk mengambil alih situs militer yang penting tersebut.

Untuk menahannya, Wu Sangui memimpin sekitar 50.000 tentara untuk bertempur secara intens melawan sekitar 100.000 prajurit Li Zicheng. Sementara penguasa Manchu menolak untuk berpartisipasi dan terus mengamati.

Setelah mereka bertempur sengit untuk waktu yang lama, Ketika pasukan Wu Sangui terus kalah dan mundur. Kemudian, sekitar 80.000 kavaleri Manchu tiba-tiba menyerang Li Zicheng dengan agresif dan menang.

Puluhan ribu tentara tewas dalam pertempuran ini. Li Zicheng terluka parah dan Dinasti Shun mulai menurun drastis setelah perang ini. Kaisar yang baru memimpin dinasti itu pun melarikan diri.

Wu Sangui pun mengalami kerugian besar dan tidak mampu membuat Manchu mengikuti kesepakatan yang dibuat. Setelah itu, Wu Sangui menyerah dengan enggan pada Dinasti Qin yang baru.

Rezim Manchu memanfaatkan kesempatan ini, melewati Tembok Besar, dan memindahkan ibu kota mereka ke Beijing.

“Raja mereka Fulin pindah ke Kota Terlarang dan dinobatkan sebagai Kaisar Shunzhi dari Dinasti Qing,” Xia menambahkan lagi.

Kaisar yang baru menolak untuk mengikuti perjanjian yang dibuat dengan Wu Sangui sebelumnya untuk membagi wilayah dengan Ming.

Dinasti Qing terus berkembang dan menyatukan sebagian besar tempat di Kekaisaran Tiongkok. Sebagai jenderal yang setia, Wu Sangui terus berjuang untuk pemerintah Qing. Namun impiannya tidak pernah hilang, yaitu mengembalikan kejayaan Dinasti Ming.

Pengkhianatan terakhir Wu Sangui

Pada 1659 Wu Sangui diberi kendali sipil dan militer di provinsi barat daya Yunnan. Di sana, ia mengumpulkan pajak dan mengembangkan monopoli perdagangan. Pada saat yang sama, dua komandan lainnya meniru langkah Wu Sangui. Di provinsi tetangga selatan Guangdong dan Fujian, dan Tiongkok Selatan mereka membentuk independen yang menyaingi Qing.

Di saat yang sama, Wu Sangui menunjukkan kesetiaannya yang besar kepada Qing. Ia melacak dan membunuh kaisar terakhir Dinasti Ming, Yongli. Inilah yang membuat Wu Sangui sebagai pengkhianat Dinasti Ming. Selain itu, seluruh keluarga Kaisar Yongli dieksekusi.

Perilaku ini telah lama dikritik dan menjadikan Wu Sangui sebagai pengkhianat paling licik dari Dinasti Ming. Sebagai seorang jenderal Ming, dia melenyapkan harapan terakhir bagi mereka yang masih ingin memulihkan Kekaisaran Ming.

Baca Juga: Kisah Kaisar Tiongkok Yongle Membawa Kekaisaran ke Panggung Dunia

Baca Juga: Kisah Kaisar Tiongkok Yongle Membawa Kekaisaran ke Panggung Dunia

Baca Juga: Kisah Penyebab Kematian Paling Aneh dari para Kaisar Tiongkok

Baca Juga: Yuan, Kaisar Tiongkok Buat Kerajaannya Hancur Akibat Terlalu Baik 

Pada Maret 1678 Wu mendirikan dinastinya sendiri, bernama Dazhou, di Hengzhou, provinsi Hunan. “Di sana, Wu Sangui menyatakan dirinya sebagai kaisar,” ungkap Xia. Belakangan di tahun yang sama, Wu meninggal karena disentri. Cucunya melanjutkan pemberontakan sampai 1681, ketika akhirnya ditumpas. Insiden tersebut dikenal dalam sejarah Tiongkok sebagai Pemberontakan Tiga Perseteruan.

Wu Sangui adalah pengkhianat yang banyak dikritik dalam sejarah Tiongkok, karena pengkhianatannya terhadap Ming, Shun, dan Qing.

Sejarah ditulis oleh para pemenang. Oleh karena itu, sulit untuk mengetahui dengan pasti apa niat asli Wu Sangui. Apakah itu untuk membalas dendam atas mendiang kaisar atau hanya untuk mempertahankan keuntungannya.

Namun tidak bisa dipungkiri jika pilihannya memang memengaruhi sejarah Tiongkok. Keputusannya merenggut nyawa yang tak terhitung jumlahnya dan menyebabkan kerugian besar bagi semua dinasti yang dijanjikan kesetiaannya.

Oleh karena itu, terlepas dari situasi kontroversial, orang-orang Ming dan Qing menganggap Wu Sangui sebagai pengkhianat besar.