Bonus Demografi untuk Mencetak Generasi Indonesia Berdaya Saing Global

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 25 Februari 2023 | 11:00 WIB
Pemuda Indonesia harus punya pendidikan dan keterampilan yang tinggi agar bisa bersaing secara global. (ITB)

Chairman Board of Trustee Indonesian Diaspora Network Global (IDN Global) Dino Patti Djalal mengatakan bahwa Tiongkok, India, dan Filipina adalah bangsa yang memang suka merantau. “Kita juga ada budaya merantau, sih, tapi tidak setinggi yang lain itu,” kata Dino saat berbincang dengan National Geographic Indonesia akhir pekan ini.

Lebih lanjut, beberapa negara seperti India dan Tiongkok memiliki diaspora yang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Adapun kebanyakan negara lain, seperti Meksiko, penyebaran diasporanya cenderung terkonsentrasi di satu atau beberapa negara tujuan.

Indonesia juga demikian. “Ada sekitar 12 sampai 15 negara” yang jadi titik konsentrasi diaspora Indonesia, ujar Dino yang menyebut Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Belanda sebagai beberapa contohnya.

Di Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Timur Tengah, kebanyakan diaspora Indonesia memiliki keterampilan rendah sehingga hanya menjadi pekerja perkebunan atau pembantu rumah tangga.

Namun, di Oman banyak juga diaspora Indonesia yang berketerampilan tinggi, terutama yang bekerja di sektor perminyakan. Di Jepang dan Korea juga mulai banyak pekerja Indonesia di sektor keperawatan.

Selain keterampilan, Dino mencatat, kekurangan orang Indonesia adalah penguasaan bahasa asing atau bahasa negara tujuan. Jadi, Dino menegaskan, pendidikan itu paling penting. “Terutama pendidikan vokasi, itu yang paling perlu. Sekarang kan pemerintah sudah mulai menggalakkan pendidikan vokasi.”

Terjun dalam Politik dan Kewirausahaan Global

Lebih lanjut, menurut Dino, minat diaspora Indonesia untuk terjun ke politik negara tempat tinggalnya juga masih rendah. Berbeda jauh dengan diaspora India.

Saat ini, sebagai contoh, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Perdana Menteri Portugal Antonio Luis Santos da Costa adalah orang keturunan India. Presiden Guyana Mohamed Irfaan Ali, Presiden Suriname Chan Santokhi, Presiden Mauritius Pritvirajsing Roopun, dan Perdana Menteri Mauritius Pravind Jugnauth juga adalah keturunan India.

Sebelum membahas jiwa kepemimpinan di bidang politik, Dino sempat menegaskan bahwa jiwa kewirausahaan orang Indonesia di luar negeri juga masih rendah. Dia mencontohkan restoran di luar negeri.

“Indonesia itu makanannya paling enak se-Asia Tenggara, tapi cari restorannya susahnya minta ampun di Amerika. Sementara restoran Singapura dan Malaysia ada di mana-mana, apalagi restoran Thailand,” papar Dino yang pernah jadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.

“Masalahnya memang orang Indonesia kalau ke luar negeri mentalitasnya masih untuk bekerja di perusahaan, jadi profesional, bekerja untuk orang lain. Yang punya perusahaan atau membuat perusahaan sendiri masih jarang sekali.”

“Contoh terbaik ya restoran itu tadi. Dulu waktu saya di Amerika, saya pernah kasih insentif buat orang yang mau buka restoran di Washington, D.C., dan insentif itu adalah kalau mereka buka restoran maka saya menjamin bahwa pasar dari KBRI pasti ada. Jadi kalau kita makan, pasti di sana. Terus kalau kita ada resepsi, kita pesan dari restoran itu. Tapi, ya, gitu, nggak ada yang ambil.”

“Teman-teman pengusaha Jakarta juga sudah saya tawari,” ungkap Dino. Sayangnya, “sampai sekarang masih belum ada restoran Indonesia yang beken [di sana].”

Meski jiwa kewirausahaan orang Indonesia di Amerika masih minim, jiwa wirausaha dalam diri generasi muda di Indonesia sendiri tampaknya semakin meningkat. Survei Kolaborasi yang dilakukan pada 10 Januari hingga 9 Februari 2023 mengungkapkan bahwa anak muda di Indonesia lebih memilih menjadi pengusaha dibandingkan profesi lainnya, seperti pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai swasta.

"Sebanyak 58,3 persen responden memilih menjadi pengusaha atau pebisnis sebagai profesi untuk memperoleh penghasilan dan penghidupan," tulis laporan hasil survei tersebut yang dilakukan pada 400 responden usia produktif 20-39 tahun di tujuh kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Makassar, dan Yogyakarta.

Dengan tingkat pendidikan dan jiwa kewirausahaan yang semakin tinggi, generasi muda Indonesia niscaya akan siap untuk bersaing secara global. Apalagi, menurut Dino, orang Indonesia dikenal punya beberapa karakter unggul yang dipuji oleh orang-orang dari negara lain.

“Orang Indonesia keunggulannya mereka rajin, pekerja keras, tidak banyak komplain, umumnya bisa berasimilasi dan beradaptasi dengan baik,” beber Dino yang juga pernah menjadi Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia dan berbicara dengan banyak orang dari berbagai negara.

Jadi, “diaspora Indonesia” maupun penduduk muda Indonesia secara umum adalah aset bangsa yang “luar biasa.” Aset ini bakal meningkat seiring dengan kenaikan bonus demografi kita.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2022 sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori pemuda. Menurut Undang-Undang Nomor Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemuda adalah warga negara berumur 16-30 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.

Kalau Presiden Soekarno saja menyatakan mampu mengguncang dunia dengan hanya 10 pemuda. Bagaimana dengan bangsa Indonesia untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan dengan sekitar 70 juta orang pemudanya?

Lagi-lagi, harus dicatat, potensi puluhan juta pemuda Indonesia untuk mengguncang kancah global ini perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan yang mumpuni.