Nationalgeographic.co.id—Terkadang pencuri memiliki cara-cara yang kreatif untuk melancarkan misi merampok tanpa ketahuan. Beberapa arsip telah berhasil menyimpan teknik menarik yang digunakan oleh para pencuri jenius namun juga kriminal.
Para pencuri di Persia abad ke-12 menemukan mitra yang tidak biasa dalam bentuk kura-kura. Reptil berkaki empat ini memiliki salah satu tugas terpenting dalam perampokan tersebut-memberikan lampu hijau untuk memulai pencurian.
Kura-kura memainkan peran penting, bagi sebuah kelompok yang dikenal sebagai Banū Sāsān, dalam melancarkan aksinya.
Setelah pintu rumah yang ditargetkan dibuka secara paksa, kura-kura dengan lilin di punggungnya adalah yang pertama kali masuk ke dalam rumah.
"Pencuri itu membawa sebuah batu api dan lilin sebesar jari kelingking. Dia menyalakan lilin tersebut dan menancapkannya di punggung kura-kura," tulis Clifford Edmund Bosworth, seorang sejarawan Inggris dalam bukunya “The Mediaeval Islamic Underworld: The Banū Sāsān in Arabic Society and Literature”.
"Kura-kura itu kemudian dimasukkan melalui lubang ke dalam rumah, dan merangkak perlahan-lahan, sehingga menerangi rumah dan isinya."
Kura-kura juga membantu dengan menakut-nakuti siapa pun yang ada di dalam rumah. Teriakannya akan membuat para pencuri membatalkan misi mereka.
Banū Sāsān tidak hanya melatih kura-kura untuk membantu mereka; hewan-hewan lain juga ikut bergabung, termasuk setidaknya seekor kera yang dilatih untuk mengucapkan salam serta berdoa, bahkan menangis seperti manusia
Penulis dan cendekiawan Arab Suriah abad pertengahan yang terkenal, Jamāl al-Dīn ʿAbd al-Raḥīm al-Jawbarī, menyaksikan seekor kera yang mengenakan pakaian paling mewah, tiba di sebuah masjid untuk salat Jumat dengan menunggang seekor keledai dengan pelana yang dihiasi dengan emas.
Di belakang kera tersebut juga terdapat tiga budak India yang melakukan persiapan untuk menunaikan salat Jumat.
Al-Jawbari menulis dalam bukunya, Kitāb al-Mukhtār fī kashf al-asrār atau Kitab Para Penipu, "Kera itu sekarang melepaskan pakaiannya, menarik saputangannya dari cummerbund, dan meletakkan di depannya. Kera itu menggosok giginya dengan tongkat tersebut dan melakukan dua sujud syukur atas wudhu serta dua sujud salam ke masjid. Kemudian ia mengambil tasbih dan menyibukkan diri untuk berdoa."
Menurut pelatih kera, makhluk itu sebenarnya adalah manusia, seorang pangeran yang mendapat kutukan dari istrinya untuk mengubah penampilannya.
Sang istri menduga sang pangeran jatuh cinta pada salah satu budak laki-lakinya dan diliputi rasa cemburu. Ia pun merapalkan mantra tersebut.
Untuk mengembalikan wujud aslinya sebagai manusia, sang pangeran diharuskan membayar 100.000 keping emas. Namun ia masih kekurangan 10.000 keping emas untuk memenuhinya.
Sang pelatih kemudian menoleh ke arah para penontonnya dan meminta bantuan mereka. Dalam waktu singkat, sang pelatih berhasil mengumpulkan sejumlah uang.
Saat ini, istilah "Banū Sāsān" diartikan sebagai "pengemis" dalam bahasa Persia. Akan tetapi, menurut Al-Jawbarī, siapa pun yang mempraktikkan "tipu daya dan tipu muslihat" akan dianggap sebagai anggota kelompok pencuri.
Bagi sebagian besar orang, kehidupan penuh tipu daya dan kekerasan adalah pilihan yang disadari. Para anggota kelompok ini tidak terikat oleh agama atau darah, melainkan oleh penolakan kolektif mereka terhadap norma-norma dan nilai-nilai masyarakat.
"Asal-usul suku Banū Sāsān sulit untuk ditentukan, karena suku ini tampaknya merupakan konglomerasi dari berbagai kelompok etnis dan kelompok bahasa yang berbeda," kata Kristina L. Richardson, seorang sejarawan Timur Tengah abad pertengahan di University of Virginia dan penulis “Roma in the Medieval Islamic World”.
"Mungkin aspek yang paling penting dari Banū Sāsān adalah penolakan mereka terhadap nilai-nilai masyarakat yang sudah mapan," jelas Richardson.
Sub-sub suku pencuri dibentuk berdasarkan metode pencurian yang mereka gunakan; trik-trik Banū Sāsān sering kali diwariskan secara turun-temurun.
Sementara pencuri "terowongan" (ashab an-nugib wa-l-Qatari) masuk ke dalam rumah-rumah dengan menjebol tembok, pencuri "hantam dan rebut" (al-lusis al-hajjamin) hanya menyerbu rumah-rumah yang lebih mudah dijangkau. Pun mereka hanya mencuri apa yang diinginkan dan ditemukan.
Baca Juga: Comtesse de Monteil: 'Ratu Pencuri' yang Cantik, Modis dan Glamor
Baca Juga: Teror para Penyihir dan Pencuri Roh yang Melanda Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Hermes, Dewa Pengantar Pesan dan 'Pencuri' dari Mitologi Yunani
Baca Juga: Berdasar Kisah Nyata, Berikut 9 Fakta di Balik Cerita Aladdin yang Memesona
Bosworth menunjukkan bahwa selain kura-kura, para pencuri Persia juga bekerja sama dengan burung merpati dan kucing. Satwa itu digunakan untuk memastikan bahwa rumah yang menjadi targetnya kosong untuk dirampok.
Meski terdengar fantastis, Anda mungkin pernah mendengar tentang hewan-hewan pencuri ini dalam kisah terkenal Aladdin dan Lampu Ajaib. Si Abu, monyet peliharaan, dilatih untuk mengelabui orang dan membantu Aladdin merampok makanan, uang, dan barang berharga lainnya.
Jika ditelusuri kembali, ada kemungkinan bahwa karakter Abu bukanlah ciptaan imajinasi semata. Karakter itu terinspirasi dari kaki tangan berkaki empat dari kelompok perampok Persia pada abad pertengahan.
"Gaya hidup Banū Sāsān mengilhami sejumlah penulis abad pertengahan untuk memusatkan perhatian pada mereka dalam puisi, dongeng pikares, wayang kulit, dan dalam kisah Seribu Satu Malam," kata Richardson.