Khalid memimpin pasukan muslim pertama kali ke Buzakha untuk mengalahkan Tulayha bin Khuwaylid. Tulayha merupakan seseorang yang memproklamirkan diri sebagai nabi.
Kemudian, Khalid melanjutkan untuk menekan oposisi dari klan kuat yang dikenal sebagai Bani Tamim, dan akhirnya menaklukkan Yamama pada tahun 633 Masehi.
Khalid terus bergerak ke utara menuju wilayah Neo-Persia di Mesopotamia (sekarang Irak). Pasukan muslim mendirikan sebuah benteng pertahanan di Mesopotamia, setelah berhasil memperoleh kemenangan beruntun di Mazar, Walaja, dan Ullais.
Dalam pertempuran terakhirnya di Mesopotamia, Khalid bersama pasukannya melawan 60.000 tentara gabungan Persia dan Romawi. Pertempuran meletus di daerah Sungai Eufrat dan dimenangkan oleh pasukan muslim.
Kecemerlangan militer Khalid tumbuh menjadi legenda di Mesopotamia. Namun ia tidak tinggal untuk waktu yang lama di daerah itu, Abu Bakar memerintahnya untuk segera merapat ke Suriah yang saat itu diduduki Bizantium.
Khalid membawa 9.000 orang bersamanya untuk membantu pasukan muslim yang telah ditempatkan di Suriah. Dalam perjalanannya ia berhasil mengalahkan pasukan Bizantium di Ajnadayn (dekat Israel modern) dan Fahl.
Baca Juga: Bagaimana Peradaban Muslim Mengeluarkan Eropa dari Zaman Kegelapan?
Baca Juga: Hala Sultan Tekke: Situs Suci Muslim dan Situs Bersejarah Siprus
Baca Juga: Upaya Umat Muslim Merawat Masjid Pertama Warisan Nabi Muhammad
Baca Juga: Misteri Jabir ibn Hayyan, Ilmuwan Muslim Bapak Ilmu Kimia Modern
Kemenangan terbesar Khalid melawan kekaisaran Bizantium terjadi di Yarmouk pada tahun 636 Masehi, di bawah khalifah kedua, Umar.
John Walter Jandora, dalam bukunya, Militarism in Arab Society, menilai bahwa Pertempuran Yarmouk merupakan salah satu pertempuran terpenting dalam Sejarah Dunia. “Pertempuran ini menyebabkan penaklukan-penaklukan muslim berikutnya antara Pyrenees dan Asia Tengah.”
Namun, pada tahun 638, Umar membebastugaskan Khalid dari posisinya sebagai panglima tertinggi pasukan muslim. Khalid dinilai telah gagal dalam mengkoordinasikan tindakannya dengan kepemimpinan di Madinah.
Latham menjelaskan, beberapa sumber menyebut bahwa Umar merasa tidak nyaman dengan reputasi Khalid yang melegenda di kalangan pasukan muslim. Ia mengkhawatirkan jika pasukan muslim akan mulai mencari bantuan kepadanya alih-alih kepada Allah selama pertempuran.
“Kekhawatiran Umar bukan tidak beralasan karena Khalid adalah satu-satunya orang yang diberi gelar ‘Pedang Tuhan’ oleh Nabi Muhammad sendiri,” pungkas Latham.