Nama ilmiah katak lubang pohon di Gunung Kawah, naispela, adalah Tok Pisin (bahasa kreol Papua Nugini) untuk "menarik" atau "indah".
Akan tetapi para peneliti menduga pewarnaannya sejak awal kehidupan dimaksudkan untuk memberi kesan berbeda pada predator.
Seperti katak pohon berbintik ramping, Litoria naispela tidak bertelur langsung ke air. Sebaliknya, ia menempelkan telurnya ke batang pohon di atas lubang pohon.
Saat berudu sudah siap, mereka akan menghanyutkan batangnya ke lubang pohon berisi air hingga dewasa. Namun ketika mereka pertama kali muncul dari cekungan, mereka tidak memiliki tanda "naispela" hijau dan putih dari bentuk dewasa mereka.
Baca Juga: Dunia Hewan: Katak yang Sensitif Perubahan Iklim, Tidak Terlindungi
Baca Juga: Eropa Dalang Kepunahan Populasi Katak, Indonesia Pemasok Terbesarnya
Baca Juga: Dunia Hewan: Spesies Baru Katak Lord of the Rings Ditemukan di Ekuador
Sebaliknya, para peneliti mengira mereka telah mengembangkan mimikri kotoran burung untuk menghindari mereka dimangsa.
"Penduduk setempat mengatakan, semua lubang pohon tempat saya menemukan katak itu keluar dikenal sebagai tempat minum burung," kata Richards.
"Sangat menarik bahwa katak kecil yang keluar terlihat seperti kotoran burung. Sungguh strategi yang bagus untuk menghindari pemangsa, ini adalah hipotesis tapi menurut saya itu cukup bagus."
Oliver mengatakan peniruan kotoran burung tidak selangka yang kita bayangkan. "Ada katak di Amerika Selatan dan katak di Asia yang melakukan hal yang sama. Dan juga banyak serangga yang melakukan hal yang sama," ia menambahkan.