Kisah Oppenheimer yang Menyesali Perannya dalam Pengembangan Bom Atom

By Sysilia Tanhati, Minggu, 30 April 2023 | 12:00 WIB
Oppenheimer dikenal sebagai bapak bom atom. Pada akhirnya, ia menyesali perannya dalam penciptaan bom atom. (Ed Westcott )

Pada tahun 1953, Amerika berada di tengah-tengah McCarthyisme dan perasaan antikomunis yang kuat. Selama 'Ketakutan Merah Kedua' ini, Oppenheimer diberi tahu tentang laporan keamanan militer yang tidak menguntungkannya. Ia dituduh memiliki simpati komunis dan menunda penunjukan agen Soviet.

Tuduhan ini dikombinasikan dengan penentangannya terhadap bom hidrogen mengakibatkan izin keamanan militernya dicabut. Ini pun mengakhiri tugasnya di AEC dan posisinya sebagai penasihat eselon tertinggi pemerintah AS.

Baca Juga: Menghitung Kembali Korban Kengerian Bom Nagasaki 9 Agustus 1945

Baca Juga: Merinding, Dampak Ledakan Nuklir Modern Jika Itu Terjadi Saat Ini

Baca Juga: Rupa Area Hasil Radiasi Uji Senjata Nuklir Amerika dan Rusia

Federasi Ilmuwan Amerika dan hampir seluruh komunitas ilmiah dikejutkan oleh keputusan AEC dan memprotes persidangannya. Kasus tersebut menimbulkan kontroversi luas di dunia sains. Oppenheimer dijadikan simbol seorang ilmuwan yang menjadi korban perburuan penyihir. Padahal ia berusaha menyelesaikan masalah moral yang muncul dari penemuan ilmiah.

Pada tahun 1963, Presiden Johnson mencoba menebus ketidakadilan, menganugerahi Oppenheimer dengan Penghargaan Enrico Fermi yang bergengsi dari AEC.

Antara 1947-1966, Oppenheimer juga menjabat sebagai Direktur Institute for Advanced Study di Princeton. Ia mendiskusikan dan melakukan penelitian tentang fisika kuantum dan relativistik, serta menyusun gagasan tentang hubungan antara sains dan masyarakat. Setahun setelah pensiun, dia meninggal karena kanker tenggorokan pada 18 Februari 1967.

Pada 16 Desember 2022, Menteri Energi AS Jennifer Granholm akhirnya membebaskan Oppenheimer dari tuduhan yang menyebabkan pencabutan izin keamanannya.

Oppenheimer percaya bahwa tangannya berlumuran darah atas perannya dalam pengembangan bom atom.

Rasa bersalah yang muncul bukanlah atas penggunaan bom tersebut selama Perang Dunia Kedua. Untuk itu, dia merasa bom itu dibenarkan secara moral. Sebaliknya, Oppenheimer merasa dia bertanggung jawab atas perlombaan senjata berikutnya. Juga terhadap ancaman terhadap peradaban yang ditimbulkan oleh bom tersebut.

Dia berharap teknologi nuklir dapat diaplikasikan untuk perdamaian.

Warisan Oppenheimer dapat diringkas sebagai pertanyaan sederhana. Akankah bom itu menjadi pembawa kehidupan melalui tenaga nuklir dan energi berkelanjutan. Atau akankah warisan Oppenheimer pada akhirnya menjadi perusak dunia kita?