Tujuh Perempuan asal Inggris sampai Aceh Mengubah Sejarah Dunia

By National Geographic Indonesia, Jumat, 12 Mei 2023 | 12:00 WIB
Para perempuan di penjuru dunia bertarung angkat senjata melawan ketidakadilan. Sederet nama yang kita kenang: Boudicca, Tomoe Gozen, Joan of Arc, Tang Sai-er, Prudence Cummings Wright, Buffalo Calf Road Woman, sampai Laksamana Malahayati. (Public Domain)

 

Nationalgeographic.co.id—Dari Kepulauan Inggris hingga Kepulauan Nusantara, kaum perempuan mengangkat senjata atas ketidakadilann pada masa silam.

Kaum laki-laki petarung tampil dalam buku-buku sejarah. Namun, sedikit perempuan yang tercatat tampil menggunakan tombak, busur, pedang untuk bertarung. 

Padahal, perempuan-perempuan perkasa telah menjadi tulang punggung peradaban kita. Mereka menyokong, menciptakan, membangun, dan membentuk dunia seperti yang kita kenal.

Bahkan, sederet perempuan bertanggung jawab atas beberapa pencapaian terbesar dunia. Mereka telah melakukan tugas-tugas yang membutuhkan keberanian yang luar biasa. Sampai hari ini pun mereka terus berkontribusi membentuk dunia baru. 

Sejarah mengekalkan kisah Ratu Celtic di kehidupan nyata. Di Timur, pejuang wanita legendaris dapat memenggal kepala musuh, sementara seorang ratu Afrika Tengah menggunakan kelihaian dan pengetahuan militernya untuk menghadapi pedagang budak Portugis.

Perempuan asli Amerika berjuang untuk mempertahankan tanah air mereka melawan tentara Amerika, sampai perempuan Aceh yang membuat kewalahan armada Eropa. Mereka adalah sederet pejuang perempuan paling menakjubkan dalam sejarah.

Berikut ini sederet perempuan pemberani dan perkasa, mereka yang tak kenal takut dalam menghadapi perjuangan yang luar biasa.

Boudicca: Balas Dendam terhadap Roma

Boudicca, ratu Iceni dari East Anglia, Inggris, tidak bercita-cita menjadi seorang pejuang. Akan tetapi setelah suaminya meninggal pada 60 SM, orang Romawi mencambuknya dan merudapaksa putri-putrinya.

Dia tidak punya pilihan selain bertahan. Boudicca mengumpulkan pasukan dan menghancurkan Camulodunum (Colchester), Londinium (London), dan Verulamium (St. Albans).

Boudicca, Ratu suku Iceni Inggris, suku Celtic yang memimpin pemberontakan melawan pasukan pendudukan Kekaisaran Romawi. (Culture Club/Getty Images)

Sejarawan Romawi Cassius Dio menggambarkannya begitu dramatis. “Perawakannya sangat tinggi, penampilannya sangat menakutkan, tatapan matanya sangat tajam, dan suaranya kasar; sebagian besar rambut paling kuning kecokelatan jatuh ke pinggulnya," ungkap Dio

Namun, Inggris menghadapi pembalasan mereka pada 60 atau 61 SM, ketika jenderal Romawi Suetonius bertemu dengan mereka dalam pertempuran.

Boudicca memimpin dari keretanya, menasihati tentaranya untuk berperang atau diperbudak. Namun, pada akhirnya dia dan pasukannya dikalahkan. Kabarnya, Boudicca meminum racun, meskipun itu tidak pernah terbukti.

Tomoe Gozen: Samurai Elit

Sebagian besar prajurit samurai Jepang yang tabah dan sangat disiplin adalah laki-laki. Namun, salah satu yang paling terkenal justru seorang perempuan.

Kisah Tomoe Gozen (Lady Tomoe) dikenal terutama dari The Tale of the Heike, sejarah fiksi dari Perang Genpei abad ke-12 antara dua keluarga, Taira (juga dikenal sebagai Heike) dan Minamoto.

Lukisan Tomoe Gozen karya Shitomi Kangetsu (1747-1797). Tomoe adalah seorang samurai perempuan nan sohor di Jepang. Dia dikenal sebagai sosok penunggang kuda yang tak kenal takut dan cekatan menggunakan pedang dan busur untuk membinasakan seribu musuh. (Wikimedia Commons)

Tomoe Gozen adalah seorang samurai dari suami (atau kekasih) panglima perangnya, Kiso no Yoshinaka (juga dikenal sebagai Minomoto no Yoshinaka).

Tomoe dideskripsikan sebagai "penunggang tak kenal takut yang tidak dapat dicemaskan oleh kuda paling ganas maupun tanah paling kasar, dan dengan cekatan dia menangani pedang dan busur sehingga dia cocok untuk seribu prajurit, dan cocok untuk bertemu dengan dewa atau iblis."

Dengan bantuannya, Yoshinaka menang melawan Taira. Akan tetapi, kemudian keluarganya melawannya. Dia melawan sepupunya di Pertempuran Awazu pada 1184. Tomoe bersamanya di medan perang sampai hanya tersisa lima prajurit.

Yoshinaka memerintahkannya untuk meninggalkannya saat dia terbaring sekarat. Akan tetapi, Tomoe menangkap seorang tentara musuh "dengan cengkeraman yang kuat, menariknya ke gagang pelana, menahannya agar tidak bergerak, memelintir kepalanya, dan membuangnya." Kemudian dia menjatuhkan baju zirahnya dan pergi, lalu hilang dari sejarah.

Joan of Arc: Prajurit Tuhan

Pada puncak Perang Seratus Tahun abad ke-15 antara Prancis dan Inggris, seorang gadis petani muda datang untuk menyelamatkan Prancis. Jeanne d'Arc (Joan of Arc) masih remaja ketika pada 1429 dia mendekati Dauphin Charles, pewaris takhta Prancis yang belum dinobatkan.

Dipandu oleh suara suci St Michael, St Catherine dari Alexandria, dan St Margaret dari Antiokhia, dia mengatakan kepadanya: "Saya telah datang dan diutus atas nama Tuhan untuk membawa bantuan bagi diri Anda dan kerajaan Anda."

Setelah diinterogasi oleh otoritas gereja, dia diberi izin untuk mengumpulkan pasukan dan maju.

Lukisan Joan of Arc dalam peperangan. Joan dan pasukannya membebaskan kota Orléans yang terkepung, membuka jalan bagi Charles II untuk menjadi Raja Prancis yang sah. (Wikimedia Commons)

Joan dan pasukannya membebaskan kota Orléans yang terkepung, membuka jalan bagi Charles II untuk akhirnya dimahkotai, dan memberikan Prancis seorang raja yang sah.

Namun, pada 1430, Inggris menangkap Joan, mengadili dan menghukumnya karena bid'ah, dan membakarnya hidup-hidup pada 30 Mei 1431 di Rouen.

Seiring waktu, Prancis mendapatkan tanah dan akhirnya mendorong Inggris keluar dari sebagian besar wilayah mereka. Charles VII membatalkan hukuman sesat Joan.

Pada 1920, Gereja Katolik mengkanonisasi dia, dan Prancis merayakannya sebagai santo pelindung mereka.

Tang Sai-er: pemimpin pemberontak

Selama Dinasti Ming abad ke-15 Tiongkok, Tang Sai-er, seorang gadis muda dari Putai (sekarang provinsi Shandong), diajari seni bela diri oleh ayahnya. Dia menikah dengan seorang bernama Lin San. Dia bergabung dengan White Lotus Society, sebuah ordo politik dan agama rahasia. Di serikat rahasia itu Tang Sai-er menjadi pemimpin lokal.

Dunianya berubah ketika Tang Sai-er kehilangan orang tuanya. Dia kehilangan suaminya, pada saat kaisar mengenakan pajak yang besar dan banjir serta kekeringan melanda negeri itu.

Lukisan yang mengisahkan pertemuan Serikat rahasia White Lotus Li. Pelukis tidak dikenal, yang menggunakan gaya seniman Gonglin. (Wikimedia Commons)

Kemudian Tang Sai-er mengangkat tentara petani pada 1420, yang berhasil melawan tentara Ming. Dalam beberapa kisah, dia memenangi satu pertempuran dengan menciptakan pasukan iblis terbang dari boneka kertas.

Ketika akhirnya dia dikalahkan, Tang Sai-er melarikan diri dan tidak pernah ditemukan. Beberapa cerita mengatakan bahwa dia ditangkap, tetapi tidak dapat disakiti atau dibunuh dengan senjata apa pun.

Sejarah mengisahkan juga bahwa dia menyamar sebagai biarawati Buddha. Semua biarawati di daerah itu ditangkap dan diinterogasi, tetapi komandan pemberontak tidak pernah ditemukan.

Prudence Cummings Wright: Patriot Setia

Perempuan bernama Prudence Cummings Wright berasal dari keluarga Loyalis di Massachusetts abad ke-18. Kendati demikian dia percaya pada kemerdekaan tanah jajahan.

Setelah Pertempuran Lexington dan Concord pada bulan April 1775, suaminya bergabung dengan orang-orang dari Pepperell untuk berperang melawan Inggris.

Baca Juga: Lukisan Bidadari-bidadari di Dinding Benteng Kuno Sigiriya Srilangka

Baca Juga: Betapa Keras dan Istimewanya Gladiatrix, Gladiator Wanita Romawi Kuno

Baca Juga: Gladiatrix, Sebutan Gladiator Perempuan yang Bertarung di Roma

Baca Juga: Tatkala Prajurit Perempuan Mempertahankan Keraton Yogyakarta 

Ketika itulah Wright terpilih sebagai pemimpin milisi wanita yang dikenal dalam sejarah sebagai Pengawal Nyonya David Wright, dengan misi untuk mempertahankan daerah tersebut.

Ketika dia mengetahui saudara laki-lakiya terlibat dalam penyelundupan informasi dari Kanada ke Boston, dia pun melakukan aksi militer.

Saat mata-mata melintasi jembatan kota yang tertutup, Wright memimpin para petarung wanita. Mereka menyita dokumen dan menahan musuh, mencegah kedatangan Inggris di Boston, sekaligus mengetahui tentang pergerakan pasukan Amerika.

Buffalo Calf Road Woman: Petarung Cheyenne

Pertempuran Little Bighorn terkenal sebagai peristiwa bersejarah di mana Letnan Kolonel George Custer menemui ajalnya. Saat itu Resimen Kavaleri ke-7 AS berhadapan dengan orang-orang Indian Dataran Rendah. 

Pada 25 Juni 1876, dua wanita prajurit Indian, Buffalo Calf Road Woman (Cheyenne) dan Pretty Nose (Arapaho) berpartisipasi dalam Pertempuran Little Bighorn. Buffalo Calf Road Woman membunuh George Custer, memukul kepalanya, saat menunggang kuda sehingga tewas. (Public Domain)

Sejarah yang kurang dikenal adalah peran prajurit Cheyenne, bernama Buffalo Calf Road Woman. Dia telah memantapkan dirinya sebagai pejuang yang menakutkan selama Perang Sioux tahun 1876.

Dengan gagah berani, dia menyelamatkan adik laki-lakinya dalam Pertempuran Rosebud—orang Cheyenne menamai pertempuran itu "Pertarungan Di Mana Gadis Menyelamatkan Adiknya".

Di Little Bighorn pada tahun yang sama, dia bertarung di samping suaminya, Black Coyote. Menurut kisah lain, ada orang yang memukul Custer dari kudanya dengan pentungan sebelum dia ditembak dan dibunuh. 

Laksamana Malahayati dari Aceh Melawan Keangkuhan Eropa

Laksamana Keumalahayati (1550-1615) yang menggeluti aktivitas militer dan politik memiliki peranan dan perjuangan yang sangat besar terhadap Kerajaan Aceh Darussalam. Kisah lengkapnya bisa dibaca di sini.

Perempuan pemberani ini tercatat dalam sejarah ikut serta mengantarkan kerajaan itu menuju puncak kegemilangan dan keemasannya. 

Laksamana Malahayati, pahlawan nasional dari Aceh. (national geographic.grid.id)

Laksamana Malahayati pun memimpin armada perang. Dalam buku Perempuan Keumala karya Endang Moedopo, Malahayati dengan beraninya berhadapan Cornelis de Houtman di atas kapal pada 1599. Ia pun berhasil membunuhnya.

Dia merupakan perempuan pertama di dunia modern yang menjabat sebagai pemimpin 2.000 sampai dengan 3.000 lebih Armada Inong Bale atau wanita Janda. Malahayati melatih para janda tersebut untuk menjadi pasukan Kasultanan Aceh yang tangguh.

Bersama pasukannya, ia sering terlibat dalam pertempuran, baik melawan Belanda atau Portugis. Tidak hanya di Selat Malaka, tapi juga di daerah pantai timur Sumatra dan Malaya.

Malahayati sangat dihormati dan disegani baik kawan maupun lawan. Sebagai perempuan Aceh, dia memiliki peran yang luar biasa besar di bidang politik dan militer. Peranan ini menunjukkan bahwa aktivitas politik dan militer tidak hanya milik kaum pria.