Sejarah Kimono Kekaisaran Jepang: Dari Pakem Kuno Hingga Kontemporer

By Tri Wahyu Prasetyo, Selasa, 30 Mei 2023 | 09:00 WIB
Cetakan blok kayu oleh Utagawa Kunisada, 1847 - 1852, (Victoria and Albert Museum)

Meskipun tetap mengenakan kosode dasar dari para pendahulunya, tetapi mereka mengurangi banyak lapisan, sebagai tanda penghematan dan kepraktisan.

Menjelang akhir periode Kamakura, celana panjang merah yang disebut hakama mulai dikenakan oleh wanita kelas atas dan istana. Seperti pembatasan kelas pada periode Heian, para wanita kelas bawah tidak diperkenankan untuk menggunakan  celana tersebut.

Sebagai gantinya, “mereka mengenakan rok pendek untuk memastikan kosode mereka tetap pada tempatnya.”

Periode Muromachi (1336-1573)

Jubah Luar (Uchikake) dengan motif Karangan Bunga Krisan dan Wisteria dengan Jubah Luar (Uchikake) dengan motif Jeruk Mandarin dan Kupu-Kupu Kertas Lipat. (Met Mueseum)

Pada periode ini baju berlengan panjang mulai ditinggalkan. Para wanita mulai hanya mengenakan kosode putih, atau yang lebih cerah dan berwarna-warni. Pada periode ini, versi baru kosode lahir: gaya katsugu dan uchikake

Yang pertama adalah kosode yang dikenakan seperti kerudung di kepala. Sedangkan yang kedua adalah variasi pengingat tradisi dengan lapisan tambahan, yang populer di kalangan wanita kelas samurai.

Perubahan terbesar pada mode wanita pada periode ini adalah ditinggalkannya celana hakama untuk wanita. 

Untuk menjaga agar kosode mereka tetap ketat, mereka menciptakan selempang sempit berhias yang dikenal sebagai obi.

Periode Azuchi-Momoyama (1568-1603)

Dua Kekasih oleh Hishikawa Moronobu, sekitar tahun 1675-80. ( Met Museum)

Ini adalah periode di mana pakaian Kekaisaran Jepang mendapatkan bentuk yang lebih elegan. Ada perubahan drastis dari jubah periode Azuchi-Momoyama sebelumnya.