Nationalgeographic.co.id - Dimulai pada akhir abad ke-12, Kekaisaran Jepang menganut feodalisme. Kaisar Jepang adalah kepala kekaisaran. Namun penguasa de facto adalah komandan militer yang dikenal sebagai shogun, pemimpin klan samurai
Melayani pemimpin mereka, penguasa feodal (daimyo) setempat mengawasi provinsi-provinsi regional. Daimyo biasanya adalah samurai yang sangat terlatih. Mereka mempertahankan dan memperluas wilayah dengan imbalan harta benda.
Akhirnya, para daimyo bersaing secara brutal memperebutkan kendali dan dominasi atas Kekaisaran Jepang. Persaingan antar daimyo ini mencapai klimaks selama Periode Sengoku, juga disebut Periode Negara Berperang (1467–1573).
“Masa ini merupakan masa peperangan yang intens dan kekacauan politik,” tulis Patricia S. Daniels di laman National Geographic. Seiring waktu, jumlah daimyo menjadi lebih sedikit, dengan pasukan lapangan berjumlah puluhan ribu prajurit samurai.
Di antara para daimyo, ada tiga yang menonjol. Disebut sebagai tiga pemersatu, para samurai ini menyatukan Kekaisaran Jepang. Dengan dukungan prajuritnya, mereka memenangkan berbagai pertempuran. Bagaimana kisah Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu dalam menyatukan Kekaisaran Jepang?
Oda Nobunaga, pemersatu yang pertama
Oda Nobunaga (1534–1582) adalah seorang panglima perang awalnya tidak begitu dikenal. Namun semuanya berubah pada tahun 1560-an. Di bawah naungan badai petir, dia melakukan serangan berani terhadap saingannya daimyo Imagawa Yoshimoto. Pasukan keduanya bertemu di ngarai sempit yang dikenal sebagai Okehazama.
Prajuritnya berhadapan dengan pasukan musuhnya yang jauh lebih besar dan mengalahkan mereka dalam waktu 15 menit. Reputasinya sebagai pemimpin yang tangguh telah diraih sejak saat itu.
Melalui serangkaian pernikahan politik dan pertempuran strategisnya, Nobunaga terus mengonsolidasikan kendali atas banyak wilayah lawannya. Pasukannya, yang sebelumnya terpecah menjadi unit klan yang beragam, menjadi kekuatan yang lebih tersentralisasi.
Para prajuritnya pun diatur berdasarkan fungsi. Di antara mereka adalah prajurit yang menggunakan senjata baru di Kekaisaran Jepang: senjata api.
Kekuatan senjata
Senjata pertama adalah senjata api laras panjang yang disebut harquebus. Senjata api ini tiba bersama pelaut Portugis yang karam pada tahun 1543.
Perajin logam terampil di Kekaisaran Jepang dengan cepat menguraikannya dan mulai memproduksi senjata untuk daimyo yang berperang. Nobunaga pun dengan cepat memanfaatkan penemuan baru yang menjanjikan ini. Ia adalah orang pertama yang mengatur unit yang dilengkapi dengan senapan.
Dalam Pertempuran Nagashino tahun 1575, prajurit bersenjatanya bertahan dengan menghancurkan kavaleri musuh yang maju dari belakang pagar kayu.
Pada tahun 1582, Nobunaga telah menaklukkan Jepang tengah dan berusaha memperluas kekuasaannya atas Jepang barat. Pada bulan Juni tahun itu, dia mengirim pasukan untuk membantu sekutunya, Toyotomi Hideyoshi.
Salah satu pengikut Nobunaga, Akechi Mitsuhide, memberontak dan menyerangnya di dalam sebuah kuil di Kyoto. Saat kuil terbakar di sekelilingnya, Nobunaga yang terluka melakukan seppuku (ritual pengeluaran isi perut).
Pada saat kematiannya, Nobunaga telah berhasil menguasai hampir separuh Kekaisaran Jepang.
Toyotomi Hideyoshi, pemersatu kedua
Pembunuh Nobunaga bertahan sekitar 2 minggu berkuasa. Setelah itu, ia dihancurkan oleh sekutu Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi (1537–1598).
Siapa sangka jika komandan berbakat ini adalah putra seorang petani? Hideyoshi menambah wilayah Nobunaga dalam serangkaian pertempuran sengit sepanjang tahun 1580-an. Dia lihai dalam damai seperti dalam perang.
Pada Perburuan Pedang Besar tahun 1588, Hideyoshi melucuti senjata kaum tani. Menyita pedang dari semua non-samurai, ia mengeklaim jika senjata itu dibutuhkan untuk pembuatan patung Buddha. Langkah ini membantu mengonsolidasikan kekuatan kelas penguasa dan mengurangi kemungkinan pemberontakan.
Pengikutnya yang kuat dan loyal diberi hadiah sebuah wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan. Dengan cara ini, Hideyoshi makin memperluas kendalinya.
Menghancurkan kastel saingannya yang lebih kecil, dia melanjutkan untuk membangun beberapa kastel yang mengesankan di seluruh Kekaisaran Jepang. Salah satunya adalah Kastel Osaka. Benteng megah ini berfungsi sebagai basis kekuatannya dan simbol otoritasnya. Proyek pembangunan kastel Hideyoshi berkontribusi pada pengembangan arsitektur dan teknik yang canggih.
Vakum kekuasaan
Setelah dua invasi yang gagal ke Korea pada tahun 1590-an (Perang Imjin), Hideyoshi meninggal pada tahun 1598. Sang pemersatu meninggalkan seorang anak laki-laki dan kekosongan kekuasaan.
Pasukan saingan berhadapan untuk merebut kendali. Tentara di barat, dipimpin oleh Ishida Mitsunari, berkumpul bersama untuk menghadapi pasukan di timur, dipimpin oleh Tokugawa Ieyasu. “Ieyasu sebelumnya adalah salah satu pengikut Hideyoshi yang paling kuat,” tambah Daniels.
Kedua pasukan bertemu di desa Sekigahara, timur laut Kyoto. Pada suatu pagi di bulan Oktober yang berkabut dan hujan di tahun 1600, mereka terlibat dalam pertempuran besar. 89.000 prajurit Ieyasu melawan 82.000 prajurit Mitsunari.
Namun konflik pun akhirnya bisa diselesaikan. Dua daimyo Mitsunari yang tidak puas diam-diam mengatakan kepada Ieyasu bahwa mereka tidak akan mematuhi perintah pemimpin mereka. Ketika pasukan ini gagal bergerak sesuai perintahnya, Mitsunari terpaksa mundur. Ieyasu mengeklaim kemenangan.
Tokugawa Ieyasu, pemersatu ketiga
Dengan kemenangan ini, Tokugawa Ieyasu (1543–1616) menguasai Kekaisaran Jepang. Kaisar Jepang yang tak berdaya mengangkatnya sebagai shogun (diktator militer) pada tahun 1603. Pengangkatan Ieyasu sebagai shogun secara resmi mengakhiri Periode Negara Berperang. Dia memulai proyek konstruksi, termasuk membangun kastel yang luas di Edo.
Pada tahun 1605, Ieyasu “pensiun” dan menyerahkan kendali shogun kepada putranya, Hidetada. Tindakannya seakan ingin memberikan pemberitahuan bahwa shogun secara teori adalah pelayan kaisar Jepang. Namun pada kenyataannya, Klan Tokugawa-lah yang mengendalikan kekaisaran.
Ancaman terus berdatangan
Namun satu ancaman masih tetap ada. Pewaris Hideyoshi, Toyotomi Hideyori berlindung di Kastel Osaka. Ia dikelilingi oleh para pengikut dan samurai tak bertuan (ronin). Mencari dalih untuk menyerangnya, Ieyasu mengeklaim Hideyori telah menghina keluarganya dalam sebuah prasasti di lonceng kuil.
Pada musim dingin tahun 1614–1615, Ieyasu yang menua mengepung kastel yang kuat. Seperti di Sekigahara, dia akhirnya mengalahkan musuhnya melalui tipu daya, selain kekuatan. Selama gencatan senjata, anak buah Ieyasu mengisi parit pelindung Kastel Osaka dan kastel tersebut jatuh ke tangan musuh.
Kastel, benteng terkuat Jepang, bisa melawan kekuatan militer yang kuat, tetapi tidak bisa menahan tipu muslihat seorang samurai tua. Hideyori dan keluarganya melakukan ritual bunuh diri.
Ieyasu meninggal pada tahun berikutnya, tetapi warisannya hidup sampai tahun 1867 pada periode Tokugawa dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Ahli waris Ieyasu membangun kendali yang kuat atas para panglima perang yang sebelumnya berselisih.
Di bawah kepemimpinan Klan Tokugawa, Kekaisaran Jepang mengalami stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Samurai terus berkuasa hingga Restorasi Meiji yang menghapus kelas dan kekuasaan mereka.