Nationalgeographic.co.id—Di masa kejayaannya, Kekaisaran Romawi terus melakukan invasi untuk memperluas wilayah dan menambah kekayaan.
Di antara sekian banyak jajahan, hanya sedikit yang dengan berani melawan pasukan Romawi. Seperti suku barbar di Eropa Tengah, orang Inggris dan Galia yang suka berperang, dan Kerajaan Kush di Afrika.
Melawan Romawi hanya berlaku bagi mereka yang pemberani. Di Afrika, ada seorang ratu yang memimpin rakyatnya untuk menghalangi jalan bagi orang Romawi.
Ratu Amanirenas, pemimpin Kerajaan Kush, melancarkan perang yang mengerikan melawan Romawi. Perang yang berlangsung dari tahun 25 hingga 22 Sebelum Masehi menghentikan ekspansi Romawi ke selatan di Afrika.
Inilah kisah perjuangan ratu bermata satu yang gagah berani melawan pasukan Romawi.
Ratu Amanirenas memimpin rakyatnya menuju keselamatan
Ratu Amanirenas adalah penguasa Kerajaan Kush yang kuat. “Kerajaan Kush adalah sebuah peradaban Afrika kuno yang ada sekitar tahun 1070 Sebelum Masehi hingga 550 Masehi,” tulis Aleksa Vučković di laman Ancient Origins.
Terletak di wilayah Nubia, kekuasan Kush mencakup sebagian Sudan modern, Mesir, dan Sudan Selatan.
Kekayaannya, budaya maju, dan kekuatan militernya, turut memancing Mesir kuno untuk menguasainya.
Memerintah pada abad pertama Sebelum Masehi, Amanirenas dikenang sebagai Ratu Kush yang paling berpengaruh dan sukses.
Dikenal di tanah kelahirannya sebagai Ameniras, qore dan kandake. Gelar tersebut menunjukkan bahwa ia adalah seorang ratu yang berkuasa secara independen.
Mandiri dan kuat menghadapi tetangga seperti orang Mesir dan Romawi jelas merupakan prestasi yang patut diacungi jempol.
Perjuangannya seakan mau menunjukkan kepada musuh bahwa orang Kush adalah lawan yang setara.
Ratu Amanirenas, menurut sejarawan Yunani Strabo, benar-benar buta pada satu matanya. Karena itu, dia sering disebut ratu bermata satu.
Melawan kekaisaran terkuat di masanya
Diyakini bahwa Amenerinas mewarisi mewarisi takhta melalui sistem suksesi turun-temurun yang ada dalam Dinasti Meroitik.
Sebagai ratu, ia memiliki keahlian dalam banyak bidang, termasuk administrasi, perdagangan, dan pertahanan.
Lebih penting lagi, dia adalah pemimpin militer dan ahli strategi yang cakap. Wanita ini dilahirkan untuk menjadi ratu dan berhasil membuktikan kecakapannya.
Namun, Amanirenas lahir di era yang sulit. Kerajaan Kush mempertahankan hubungan yang kompleks dengan tetangga utaranya pada saat itu.
“Khususnya Mesir dan kemudian Kekaisaran Romawi,” tambah Vučković.
Mesir, di bawah kekuasaan Dinasti Ptolemaik terkadang menyebabkan konflik yang berlangsung selama berabad-abad.
Kemudian ketika Kekaisaran Romawi, di bawah Kaisar Augustus, memperluas wilayahnya ke Mesir, Kush berhadapan langsung dengan pasukan Romawi yang kuat.
Memiliki posisi strategis dan sumber daya berlimpah, Mesir adalah pintu gerbang langsung untuk ekspansi dan kekayaan di Afrika. Tapi seorang ratu yang menantang dan bermata satu bersikeras untuk menghentikan Romawi.
Pada awal abad ke-1 Sebelum Masehi, pasukan Romawi melancarkan serangan militer untuk mencaplok wilayah Kush.
Mereka berencana untuk menegaskan dominasi Romawi di wilayah tersebut. Romawi bertujuan untuk mengamankan perbatasan selatan provinsi Mesir yang baru mereka peroleh.
Selain itu mereka juga ingin menguasai jalur perdagangan menguntungkan yang melewati Kerajaan Kush.
Tetapi bahkan sebelum Romawi dapat melancarkan invasi langsung ke Kush, Ratu Amanirenas bereaksi secara proaktif.
Mempertahankan kemerdekaan kerajaannya, dia mengumpulkan pasukannya dan melancarkan serangan balasan terhadap tentara Romawi. Sang ratu pun terlibat dalam serangkaian serangan militer.
Serangan Kerajaan Kush yang tegas dan sengit
Sementara prefek Romawi di Mesir, Gaius Aelius Gallus, berperang di Arab, Amanirenas menggunakan kesempatan itu untuk menyerang.
Dia melancarkan invasi mendadak ke Mesir Romawi dan berhasil merebut kota-kota penting, seperti Elephantine, Syene, dan Philae.
Warga kota dijadikan budak dan banyak peninggalan Romawi dihancurkan. Yang paling menonjol adalah penghancuran patung Kaisar Augustus. Tentu saja ini menjadi penghinaan terhadap Kaisar Romawi.
Salah satu relik tersebut sekarang dikenal sebagai Kepala Meroe. Kepala perunggu Kaisar Augustus seukuran aslinya secara seremonial dikubur di bawah tangga kuil Kush.
Dengan demikian, Ratu Amanirenas secara simbolis dapat menginjak kepalanya sebagai pemenang.
Perang melawan Romawi berlangsung sengit. Setelah serangan mendadak awal, orang Romawi membalas.
Prefek baru, Gayus Publius Petronius, mengumpulkan pasukan yang kuat yang terdiri dari sekitar 10.000 infanteri dan 800 kavaleri. Ia menggiring mereka melawan 30.000 tentara Kush.
Kedua kekuatan itu bentrok di Syene, di mana suku Kush dilaporkan bertempur menggunakan perisai besar dan lonjong yang terbuat dari kulit sapi mentah.
Persenjataan yang digunakan Kush pun sederhana seperti kapak, tombak, dan pedang. Karena tentara Romawi jauh lebih disiplin dan dilengkapi dengan senjata dan baju besi canggih, mereka berhasil mengalahkan orang Kush.
Selama perang tersebut, Amanirenas berada di Kota Napata, bersama putranya. Gayus Petronius berusaha memanfaatkan kemenangannya.
Ia pun berbaris menuju kompleks kuil di Pselchis, merebutnya, dan kemudian pindah ke Premnis. Keduanya adalah tempat penting di Kush.
Amanirenas pun mengirim utusan ke Romawi, mengatakan bahwa dia akan mengembalikan tawanan dan patung kaisar.
Pasukan Romawi mengabaikan tawarannya sepenuhnya dan mulai meruntuhkan Pselchis. Banyak rakyat Kush menjadi tawanan Romawi.
Perseteruan sengit dengan Romawi
Amanirenas memerintahkan serangan ke garnisun Romawi yang tertinggal di kota Premnis yang ditaklukkan. Menurut Strabo, dia memiliki ribuan orang di bawah komandonya.
Namun, Gayus Petronius sekali lagi membuktikan kemampuannya. Ia membawa pasukannya ke kota itu.
Tidak ada pertempuran yang terjadi, karena Amanirenas mengirim duta besar, yang diarahkan langsung ke Augustus.
Akhirnya, perjanjian damai tercapai, karena Ratu Amanirenas dan Kaisar Augustus menyadari perlunya resolusi. Perjanjian damai itu pun mengakhiri perang.
Perjanjian damai sebagian besar berhasil untuk mendukung Kerajaan Kush. Melihat perlawanan mereka, orang Romawi menyadari bahwa sia-sia jika mereka terus melakukan invasi.
Romawi masih memerintah di Mesir dan perbatasan selatan mereka berhenti di Kerajaan Kush.
Perjanjian damai ini tetap aktif hingga akhir abad ketiga Masehi. Selama ini, hubungan antara Kerajaan Kush dan Mesir Romawi sebagian besar tetap damai.
Kerajaan Kush tetap menjadi kekuatan yang tangguh di wilayah tersebut, hingga kemundurannya pada abad kedua Masehi.
Berkat keberanian Ratu Amanirenas dan keinginan untuk merdeka, orang Romawi memahami bahwa ekspansi ke selatan tidak mungkin dilakukan. Ratu bermata satu menyelamatkan kerajaannya.