Nationalgeographic.co.id—Kita sering menganggap bahwa inovasi teknologi berkembang sebagai proses yang bertahap, stabil, dan relatif linier. Namun, menurut Tim Brinkhof, penulis sejarah dari Belanda, perkembangan teknologi tidak selalu demikian.
“Penggalian arkeologi di seluruh dunia mengungkapkan bahwa, sesekali, peradaban kuno mengembangkan penemuan yang beberapa dekade atau bahkan berabad-abad lebih maju dari zamannya,” jelas Brinkhof.
Kadang-kadang dikatakan bahwa penemuan-penemuan ini menyaingi atau mengungguli ilmu pengetahuan modern. Namun, anggapan ini agakanya juga merupakan kesalahpahaman.
Meskipun banyak teknologi super kuno–dari beton Romawi hingga baja Damaskus–pernah hilang, mereka telah diciptakan kembali oleh para peneliti di masa kini.
Biasanya, kesulitan dalam menciptakannya kembali berasal dari kurangnya instruksi asli daripada ketidakmampuan untuk memahami penemuan itu sendiri.
Sama kelirunya adalah anggapan bahwa peradaban kuno menemukan teknologi canggih ini secara tidak sengaja. Atau bahwa teknologi ini dirancang oleh para jenius istimewa yang tidak sesuai dengan zamannya.
Menurut Brinkhof, mereka tidak dapat dan juga tidak boleh dipisahkan dari lingkungan mereka. “Karya mereka tidak anakronistik, tetapi merupakan bukti kecerdikan dan potensi ilmiah dari peradaban masing-masing,” jelasnya.
Api Yunani yang Tak Kunjung Padam
Ketika armada Muslim dari Kekhalifahan Umayyah berusaha mengepung kota Konstantinopel di Bizantium pada tahun 674, kapal-kapal mereka disiram api.
Pada awalnya, pasukan muslim tidak khawatir, pasalnya api sering digunakan dalam peperangan laut dan dapat dipadamkan dengan mudah dengan kain, tanah, atau air.
Namun, mengejutkannya ini bukan api biasa. “Sekali dinyalakan, api itu tidak dapat dipadamkan, dan setelah seluruh armada terbakar, bahkan lautan pun ikut terbakar,” jelas Brinkhof.
Kekhalifahan Umayyah menemui ajalnya di tangan penemuan militer baru yang dikenal sebagai api Yunani.
Sayangnya resep senjata tersebut tidak meninggalkan jejak. tetapi para sejarawan berspekulasi bahwa itu mungkin melibatkan minyak bumi, belerang, atau mesiu.
Dari ketiganya, menurut Brinkhof, minyak bumi agaknya merupakan kandidat yang paling memungkinkan.
“Bubuk mesiu belum tersedia di Asia Kecil hingga abad ke-14, dan belerang tidak memiliki daya rusak yang digambarkan oleh para pengamat Arab,” jelasnya.
Namun, apa yang membuat api Yunani begitu mengesankan bukanlah kimiawi dari api itu sendiri, melainkan desain pompa yang digunakan orang Bizantium. Dikatakan bahwa lat ini mampu menyemburkan api ke musuh mereka hingga jarak ratusan meter.
Jam Kosmik Mekanisme Antikythera
Mekanisme Antikythera ditemukan pada 1901, pada sebuah pulau kecil di Yunani, yang terletak diantara Kythera dan Kreta. Alat ditemukan dalam kondisi yang tidak lengkap dan buruk, tetapi tampaknya terdiri dari sekitar 37 roda gigi perunggu yang disimpan di dalam kotak kayu.
Para ahli awalnya berspekulasi bahwa mekanisme Antikythera, yang ditemukan berusia lebih dari 2.200 tahun, berfungsi sebagai komputer kuno.
Namun Hipotesis tersebut dianggap terlalu mustahil, dan kemudian ditegaskan kembali oleh penelitian yang lebih mendetail pada tahun 1970-an.
Konsensus saat ini menyatakan bahwa mekanisme tersebut adalah sebuah orrery: sebuah model tata surya yang menghitung dan melacak waktu langit.
Pemindaian CT mengungkapkan ala ini memiliki tingkat kerumitan yang membingungkan. Antikythera merupakan ciptaan jenius–menggabungkan siklus dari astronomi Babilonia, matematika dari Akademi Plato, dan teori astronomi Yunani kuno.
“Alat ini dapat menghitung bujur ekliptika bulan dan matahari, fase bulan, fase sinodis planet-planet, hari-hari yang tidak termasuk dalam Kalender Metonik, dan siklus Olimpiade, di antara banyak hal lainnya,” terang Brinkhof.
Baja Damaskus
Pedang baja Damaskus berasal dari Timur Tengah pada abad ke-9 dan terkenal karena penampilan serta daya tahannya.
Disebutkan pedang ini memiliki kekuatan dan ketajaman beberapa kali lipat daripada pedang Barat yang digunakan selama perang salib.
Pedang ini memiliki pola yang menyerupai seperti air mengalir pada bagian bilahnya. Menurut Brinkhof, pla indah ini dihasilkan selama proses penempaan yang unik.
“ ... batangan kecil baja wootz yang bersumber dari India, Sri Lanka, atau Iran dilebur dengan arang dan didinginkan dengan kecepatan yang sangat lambat,” jelas Brinkhof.
Permintaan baja Damaskus tetap tinggi selama berabad-abad, tetapi secara bertahap berkurang karena pedang digantikan dengan senjata api dalam konflik bersenjata. Di pertengahan abad ke-19, rahasia proses produksinya tampaknya hilang.
Ketertarikan terhadap pedang direvitalisasi oleh C.S. Smith, seorang ahli metalurgi yang bekerja pada Proyek Manhattan.
Sayangnya, baja Damaskus tidak akan pernah bisa dibuat ulang secara otentik karena baja wootz sudah tidak tersedia lagi. Namun, sejak tahun 1960-an, para peneliti telah mencoba mengembangkan teknik penempaan baru yang dapat mencapai hasil yang serupa.
Pengembangan ini masih terus berlangsung; satu studi dari tahun 2018 mengklaim bahwa menambahkan elemen pembentuk karbida dalam jumlah kecil seperti Vanadium (V) adalah cara yang tepat.
Houfeng Didong Yi
“Dibuat hampir 2000 tahun yang lalu, Houfeng Didong Yi mendapat kehormatan sebagai seismoskop pertama di dunia,” jelas Brinkhof.
Penciptanya adalah Zhang Heng, seorang astronom, kartografer, ahli matematika, penyair, pelukis, dan penemu terkemuka yang hidup di bawah Dinasti Han pada tahun 78 hingga 139 Masehi.
Desain Houfeng Didong Yi sangat fungsional dan juga indah secara estetika. Mekanismenya terdiri dari sebuah panci tembaga besar yang dihias.
Panci tersebut dilengkapi dengan delapan proyeksi tabung yang dibentuk menyerupai kepala naga. Di bawah setiap kepala naga ditempatkan katak tembaga dengan mulut yang besar dan menganga.
"Seismoskop Zhang," sebuah penelitian tahun 2009 dari Taiwan menjelaskan, " dianggap sebagai penemuan penting karena tidak hanya dapat menunjukkan terjadinya gempa bumi, tetapi juga arah ke sumbernya."
Baterai Baghdad
Para arkeolog menggunakan istilah "baterai Baghdad" untuk merujuk pada pot keramik, tabung tembaga, dan batang besi yang ditemukan di Irak.
Peneliti percaya bahwa ketiga benda yang berbeda itu pernah disatukan untuk menciptakan satu perangkat. Tujuan dari perangkat ini, yang tampaknya mampu menghasilkan listrik, masih belum jelas.
Wilhelm Konig, direktur Departemen Kepurbakalaan Irak, pada awalnya berteori bahwa baterai tersebut digunakan sebagai sel volta untuk menyetrum benda-benda.
“Teori ini, meskipun diterima secara luas pada saat publikasi awalnya, tidak dapat bertahan karena tidak ada benda yang disetrum dari periode waktu dan wilayah yang sama yang ditemukan sejauh ini,” jelas Brinkhof.
Pada tahun 1993, Paul Keyser dari University of Alberta di Edmonton merumuskan hipotesis yang berbeda, tidak terlalu anakronistik dan karenanya lebih masuk akal.
Dalam studi Paul, Brinkhof menarik kesimpulan setelah membaca studinya, “baterai tidak berfungsi sebagai sel galvanik [sel volta], melainkan sebagai analgesik lokal yang dapat menghilangkan rasa sakit dengan mentransmisikan muatan listrik.”
Dengan demikian, baterai ini menggantikan ikan listrik, yang pada masyarakat Yunani-Romawi terkadang digunakan untuk mengobati sakit kepala, asam urat, dan kondisi lainnya.