Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Persia Akhemeniyah (Kekaisaran Persia Pertama) adalah salah satu kekaisaran terbesar di dunia kuno. Didirikan oleh the Great Cyrus (Koresh Agung), penerusnya berhasil melanjutkan perjuangan hingga membawa kejayaan bagi kekaisaran.
Awal mula terbentuknya Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Pada tahun 546 Sebelum Masehi, Koresh Agung mengalahkan Raja Lydia, Croesus. Berkat penaklukan itu, ia menguasai pantai Aegea di Asia Kecil, Armenia, dan koloni Yunani di sepanjang Levant. Bergerak ke timur, Koresh Agung merebut tanah Arsacids, yang dikenal sebagai Parthia, Chorasmis, dan Bactria.
Koresh Agung menjadi Raja Persia pada tahun 559 Sebelum Masehi. “Ia menciptakan salah satu kekaisaran terbesar dalam sejarah kuno,” tulis A. Sutherland di laman Ancient Pages.
Kekaisaran Persia Akhemeniyah mencakup sebagian Asia Tengah, Mediterania, dan Afrika Utara. Wilayah Eropa seperti Thrace dan Makedonia kuno juga dikuasainya. Saat itu, jumlah wilayah yang dikuasainya setara dengan 44% dari seluruh penduduk dunia.
Taktik militer Koresh Agung berbeda dalam beberapa hal. Ia menyelamatkan para penguasa yang ditaklukkan. Dengan begitu, Koresh Agung dapat meminta nasihat mereka tentang cara terbaik untuk mengatur wilayah taklukannya.
Bagi Koresh Agung, kerja sama bukanlah tanda kelemahan melainkan kekuatan. Koresh Agung tidak merebut kota kuno Babilonia dengan paksa. Sebaliknya, ia melancarkan serangan propaganda untuk mengeksploitasi ketidakpopuleran raja terakhir, Nabonidus. Nabonidus adalah tiran yang dikenal karena gagasan keagamaannya yang aneh.
Cambyses II melanjutkan perluasan Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Ketika Koresh Agung meninggal pada tahun 530 Sebelum Masehi, putra sulungnya Cambyses II (Kambisus II) mengambil alih kekuasaan. Ia melanjutkan perluasan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.
Kambisus II mempunyai banyak tujuan militer, tetapi pencapaiannya tentu saja tidak sebanyak ayahnya. Prestasi militer terbesarnya adalah penaklukan Mesir kuno ketika ia menggulingkan Firaun Psamtik III.
Dengan melakukan hal ini, Kambisus II dapat menambahkan Mesir ke dalam Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Tujuan ambisius berikutnya adalah menginvasi Ethiopia, tetapi gagal karena ia kehabisan pasokan militer dan mundur.
Saat sedang melakukan perjalanan melalui Suriah dalam perjalanan kembali ke Persia, Kambisus II tiba-tiba meninggal secara misterius. Saat itu musim panas tahun 522 Sebelum Masehi. Penyebab kematiannya (mungkin luka di paha dan infeksi bakteri yang parah) masih menjadi teka-teki sejarah.
Darius Agung menjadi penguasa Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Sebelum Kambisus II meninggal, dia meninggalkan Darius untuk turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Darius adalah salah satu jenderal sekaligus sepupu Kambisus II.
Tidak diragukan lagi, Darius terinspirasi oleh keberhasilan Koresh Agung yang mengesankan. “Jadi dia memutuskan untuk melanjutkan kepemimpinan dengan cara yang sama,” Sutherland menambahkan. Dia juga ingin menjadikan Persia sebagai kekuatan yang patut diperhitungkan di wilayah tersebut.
Pemerintahan Darius dikaitkan dengan konspirasi karena ia membunuh Bardiya (Smerdis), putra Koresh lainnya. Hal itu dilakukan saat ia mencoba mengambil alih takhta Persia. Dalam Prasasti Bisitun, Darius membela perbuatannya. Ia menjelaskan bahwa ia membunuh seorang Magi Gaumata di Benteng Sikayauvati, karena ia berpura-pura menjadi Bardiya yang dibunuh oleh Kambisus.
Namun tidak semua setuju. Beberapa sarjana modern berpendapat bahwa Darius mengarang cerita Gaumata untuk membenarkan kesalahannya. Sejarawan meyakini bahwa raja yang terbunuh itu memang putra Koresh Agung. Untuk memperkuat statusnya, Darius juga menikahi putri Koresh II, Atossa.
Darius dengan brutal menekan pemberontakan
Darius I kemudian dikenal sebagai Darius Agung. Ia menjaga apa yang tersisa dari kekaisaran besar tersebut dengan menggunakan segala cara yang ada.
Darius harus segera meredam pemberontakan di Elam dan Babilonia setelah dinobatkan. Pemberontakan lain juga terjadi di Baktria, Media, Parthia, Asiria, dan Mesir kuno. Semua itu jelas membahayakan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.
Pada tahun 522 Sebelum Masehi, hampir seluruh Kekaisaran Persia Akhemeniyah memberontak melawan Darius.
Situasinya kritis dan Darius harus menumpas semua pemberontakan di seluruh kekaisaran. Penindasan brutal terhadap lawan membantu memulihkan perbatasan.
Pada tahun 519 Sebelum Masehi, Darius I mengarahkan pasukannya melawan Suku Saks yang tinggal di stepa Asia Tengah. Dipercaya bahwa ia mencapai Amu Darya dan Syr Darya. Darius mencatat mereka sebagai suku yang ditaklukkan. Namun sebenarnya Kekaisaran Persia Akhemeniyah masih belum mendominasi seluruh Asia Tengah. Bahkan orang Skit mampu mengusir orang Persia dari tanah mereka.
Di puncak kejayaan Kekaisaran Persia Akhemeniyah, Darius berhasil menguasai sebagian besar Asia Barat, sebagian Kaukasus, sebagian Balkan, dan sebagian besar wilayah pesisir Laut Hitam. Ia pun menguasai Asia Tengah, sampai Lembah Indus di timur jauh, dan sebagian Afrika utara dan timur laut termasuk Mesir, Libya timur, dan pesisir Sudan.
Darius Agung memperluas wilayah kekuasaan dengan menyerang Yunani kuno
Sekarang adalah waktunya untuk menghadapi dua serangan militer yang menghancurkan melawan Yunani kuno. Dengan pasukan sebanyak 20.000 tentara, Darius berbaris melawan Yunani di Marathon.
Pasukannya dikalahkan pada tahun 490 Sebelum Masehi oleh tentara Athena yang bersenjata lengkap. Tentara itu berasal dari masing-masing sebelas negara kota Yunani.
Darius tidak berhasil melanjutkan rencananya melawan Yunani kuno karena dia meninggal pada tahun 486 Sebelum Masehi. Putranya, Xerxes, harus melanjutkan misinya.
Xerxes mengikuti jejak ayahnya
Xerxes I, putra Darius I dan Atossa, akan menjadi raja keempat Kekaisaran Persia Akhemeniyah.
Dia berjanji akan menyelesaikan pekerjaan yang dimulai ayahnya, Darius. Dia mengatur rencana invasi besar-besaran untuk menaklukkan Yunani kuno. Ia berusaha memaksa Yunani untuk mengakui supremasi Persia. Namun Athena dan Sparta menolak melakukannya.
Konfrontasi tersebut terjadi pada Pertempuran Thermopylae (480 Sebelum Masehi). Di pertempuran itu, sebagian besar prajuritnya adalah orang Sparta di bawah pimpinan Leonidas.
Xerxes memenangkan pertempuran selama 3 hari ini. Setelah kemenangan ini, dia menjarah Kota Athena yang dievakuasi dan mempersiapkan serangan berikutnya.
Sementara itu, Raja Leonidas dipenggal dan disalib. Kemenangan Kekaisaran Akhemeniyah di Thermopylae memungkinkan perjalanan Xerxes ke Yunani selatan. Ia pun memperluas Kekaisaran Persia Akhemeniyah lebih jauh.
Xerxes membuat kesalahan besar
Setelah pertempuran pertama, Xerxes membuat kesalahan besar dengan menyerang armada besar Yunani kuno di Pertempuran Salamis. Kekaisaran Persia Akhemeniyah dikalahkan. Kemudian kekalahan lainnya terjadi di Plataea dan Mycale pada tahun 479 Sebelum Masehi.
Serangan itu memutus pasokan yang sangat dibutuhkan Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Mereka pun tidak memiliki pilihan lain selain mundur. Akhirnya Xerxes membatalkan rencana untuk menaklukkan Yunani kuno. Perlawanan sengit dari Yunani kuno tidak memungkinkan Xerxes menang atas mereka.
Pada tahun 465 Sebelum Masehi, Xerxes dibunuh oleh para konspirator. “Mereka merencanakan penggulingan Xerxes sejak lama,” imbuh Sutherland. Tidak diragukan lagi, pembunuhan itu adalah pertanda buruk bagi masa depan.
Setelah kematian Xerxes I, penerusnya melakukan upaya untuk menjaga keutuhan kekaisaran. Namun, Kekaisaran Akhemeniyah tidak pernah mencapai kejayaannya seperti sebelumnya.
Konflik internal melemahkan kekaisaran dan memberi peluang kepada Aleksander Agung untuk menyerang. Ia memulainya dengan mengalahkan tentara Kekaisaran Akhemeniyah di Granicus, Issus, dan terakhir di Gaugamela.
Pada tahun 330 Sebelum Masehi, pasukan Aleksander Agung bergerak menuju Susa dan Persepolis yang menyerah. Menuju utara ke Pasargadae, ia mengunjungi makam Koresh Agung, pendiri sebuah kekaisaran yang tidak akan bertahan lama.
Aleksander Agung kemudian menaklukkan Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Namun ia harus berjuang sekuat tenaga untuk merebut setiap provinsi dengan kekuatan. Hal tersebut menunjukkan solidaritas yang luar biasa dari Kekaisaran Akhemeniyah.
Meski ada intrik istana yang berulang kali, kekaisaran tersebut jelas tidak berada dalam kondisi “bobrok”. Mereka terus bertahan hingga napas terakhir.