Ketika Alexander Agung Jadi Murid Aristoteles di Sejarah Yunani Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Kamis, 11 Januari 2024 | 12:48 WIB
Aristoteles dipanggil ke istana Makedonia oleh Raja Philip II untuk mengajari putranya, Alexander pada tahun 343 SM dalam catatan sejarah Yunani kuno. (Public domain)

Masa Aristoteles di Makedonia, khususnya perannya sebagai pengajar Alexander, merupakan babak penting dalam hidupnya, namun itu sama sekali bukan puncak dari perjalanan intelektualnya.

Setelah meninggalkan istana Makedonia, Aristoteles kembali ke Athena. Dia mendirikan sekolahnya sendiri, Lyceum, pada tahun 335 SM.

Hal ini menandai fase baru dalam kariernya, yang ditandai dengan penelitian, penulisan, dan pengajaran yang ekstensif.

Lyceum menjadi pusat penyelidikan intelektual dan aktivitas ilmiah. Tidak seperti Akademi Plato, yang berfokus terutama pada filsafat, Lyceum Aristoteles menganut kurikulum yang lebih luas, mencakup ilmu alam, etika, politik dan banyak lagi. 

Pendekatan Aristoteles bersifat empiris dan observasional, mencerminkan keyakinannya akan pentingnya bukti dan pengalaman dalam mengejar pengetahuan.

Dia melakukan penelitian, mengumpulkan data, dan terlibat dalam analisis sistematis, meletakkan dasar bagi metode ilmiah.  

Hubungan antara Aristoteles dan Alexander dalam catatan sejarah Yunani kuno, yang tadinya dekat dan kolaboratif, menjadi tegang pada akhir masa pemerintahan Alexander.

Dinamika politik di Athena dan dunia Helenistik yang lebih luas sangatlah kompleks, dan Aristoteles mendapati dirinya terjebak dalam persilangan kekuasaan dan ideologi.

Kematian Alexander pada tahun 323 SM semakin membuat wilayah tersebut tidak stabil.

Aristoteles menghadapi tuduhan ketidaksopanan, yang menyebabkan dia melarikan diri dari Athena untuk menghindari nasib serupa dengan Socrates. Dia meninggal setahun kemudian di Euboea.

Warisan hubungan antara Alexander dan Aristoteles melampaui pencapaian individu mereka. Hal ini melambangkan potensi sinergi antara pemikiran dan tindakan, teori dan praktik, kecerdasan dan ambisi. 

Dalam konteks sejarah Yunani yang lebih luas, hubungan antara Alexander dan Aristoteles berkontribusi pada penyebaran budaya Helenistik dan perpaduan tradisi Timur dan Barat.

Dasar bagi munculnya peradaban kosmopolitan yang akan mempengaruhi seni, sastra, ilmu pengetahuan, dan filsafat selama berabad-abad yang akan datang.