Bagoas, seorang kasim Kekaisaran Akhemeniyah melakukan sejumlah pembunuhan terhadap raja-rajanya.
Pada tahun 338 SM, ia mendalangi pembunuhan Raja Artahsasta III. Tak hanya melenyapkan raja yang berkuasa tapi juga semua putra raja, kecuali satu, yaitu Arses. Bagoas menempatkan Arses di atas takhta sebagai penguasa baru Persia.
Namun, ambisi Bagoas tidak mengenal batas, dan hanya dua tahun kemudian, pada tahun 336 SM, dia melakukan tindakan pembunuhan lagi. Dia membunuh Arses, raja yang sebelumnya dia lantik, dan kemudian mengangkat pewaris tahta, Darius III, menjadi raja.
“Rangkaian peristiwa yang berani ini menyoroti ketajaman politik Bagoas yang luar biasa dan metode yang tidak bermoral dalam bermanuver di istana Persia,” jelas Mitchell.
Ordo Hassan-i Sabbah
Tak afdal rasanya jika membahas pembunuh ulung di masa lampau tanpa menyebut kelompok ini. Ordo inilah yang menjadi mula munculnya istilah “Assassin” dalam bahasa Inggris.
Hassan-is-Sabbah awalnya adalah seorang filsuf, pengkhotbah, cendekiawan, dan pemimpin militer yang tangguh.
Jalan Hassan-i Sabbah menuju ketenaran dimulai ketika ia menjadi pengikut setia cabang Islam Syiah Ismailiyah. Karisma dan tekadnya membawanya memenangkan banyak pengikut di antara komunitas Ismailiyah.
Pada tahun 1090 M, ia merebut benteng gunung Alamut yang menjadi benteng pertahanan negara Nizari Ismailiyah. Para pengikutnya yang paling setia dilatih untuk menyingkirkan kepala negara dan militer yang mereka anggap korup (atau mengikuti ajaran Sunni, bukan Syiah).
Seiring berjalannya waktu, kelompok ini semakin berkembang dari markas mereka di Kastil Alamut hingga menduduki 70 lokasi di seluruh Iran modern, Irak, Suriah, dan Lebanon.
“Sebagai pembunuh sejati, Hashshashin mempelajari bahasa dan budaya target mereka sebelum menyerang,” kata Mitchell.
Sama seperti mata-mata modern, beberapa anggota Hashshashin akan mengintai selama bertahun-tahun, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.