Periode Negara-negara Berperang, Era Berdarah dalam Sejarah Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Jumat, 24 Mei 2024 | 14:00 WIB
Periode Negara-Negara Berperang adalah era berdarah dalam sejarah Tiongkok dan peperangan yang terus menerus menyebabkan banyak korban jiwa. (Wikimedia Commons)

Di setiap negara bagian, penguasa mendeklarasikan dirinya sebagai raja dan lepas dari kekaisaran Zhou. Masing-masing dari mereka kini berupaya memperluas wilayah mereka dengan mengorbankan tetangganya.

Setiap negara sering kali menyerang saingannya terkait sengketa suksesi yang disebabkan oleh kebijakan umum perkawinan campur antara keluarga kerajaan yang berbeda. Pada akhirnya, persaingan ini menyebabkan aliansi yang terus berubah dan konflik yang tak henti-hentinya. Karena konflik tersebut, periode ini dikenal sebagai periode negara-negara berperang.

Antara tahun 535 dan 286 SM terjadi 358 perang antar negara. Pasukan besar dipimpin oleh para komandan yang meninggalkan etiket berperang yang sopan di masa lalu. Mereka dengan kejam bertarung untuk menghancurkan musuh. Hadiah bagi pemenangnya adalah kendali atas Tiongkok yang bersatu.

Kebangkitan Qin

Qin adalah salah satu dari sedikit negara bagian yang tetap setia kepada Zhou. Raja Zhou menganugerahkan status kerajaan dan lambang kepada penguasa Qin pada tahun 326 SM.

Negara bagian Qin memiliki keunggulan berupa barisan pegunungan pelindung di perbatasan timurnya. Wilayah Qin merupakan salah satu negara pinggiran sehingga memiliki lebih banyak kebebasan untuk melakukan ekspansi ke wilayah yang tidak dikuasai oleh negara saingannya.

Meski kejam, kaisar Tiongkok pertama berjasa besar. Kaisar Qin Shi Huangdi menyatukan wilayah yang bertikai dan membentuk Tiongkok bersatu. (Wikipedia)

Qin akhirnya memiliki pemerintahan yang kuat dan terorganisir. Mereka juga memiliki birokrasi yang diperluas dengan pejabat dan hakim setempat untuk membantu menjalankan pemerintahan provinsi. Kemampuan ekonominya mampu mengerahkan pasukan yang besar dan lengkap. Maka Qin dapat mulai merencanakan penaklukan besar yang lebih ambisius.

Kemenangan atas negara Shu pada tahun 316 SM memungkinkan Qin menyerap lahan pertanian subur Shu. Penaklukan ini semakin memperkaya Qin. Pada tahun 278 SM, Ying, ibu kota negara bagian Chu, berada di bawah kendali Qin.

Kemenangan besar diraih melawan Zhao pada tahun 260 SM setelah pertempuran 3 tahun yang berlangsung di garis depan sejauh 160 km. Ketika raja Zhou meninggal dan tidak ada penerus yang ditunjuk pada tahun 256 SM, Qin juga mengambil alih sisa-sisa negara tersebut. Qin sepertinya tidak dapat dihentikan.

Setelah menaklukkan enam negara lainnya, Qin akhirnya mampu membentuk kerajaan bersatu di sebagian besar Tiongkok. Raja Qin, Zheng, menganugerahi dirinya sendiri gelar Shi Huangdi atau Kaisar Pertama.

Periode Negara-negara Berperang memang merupakan era berdarah dalam sejarah Tiongkok. Di era ini, peperangan yang terus-menerus menyebabkan kematian yang tak terhitung jumlahnya di medan perang. Hal ini juga disebabkan oleh peperangan yang terus-menerus sehingga banyak kemajuan dicapai dalam teknologi dan pemikiran militer. Sebagai contoh, pada periode inilah senjata besi dan busur panah pertama kali digunakan.

Pengembangan jenis baju besi baru yang akan memberikan perlindungan lebih baik kepada penggunanya pun terjadi di era ini. Strategi militer juga berkembang selama periode ini, dengan karya-karya seperti Seni Perang Sun Tzu, dan Wuzi karya Wu Qi.

Periode Negara-Negara Berperang, dalam banyak hal, menjadi fondasi bagi berkembangnya kebudayaan di Kekaisaran Tiongkok. Tiongkok akhirnya menjadi satu kekaisaran terbesar dan paling berpengaruh di dunia.