Nationalgeographic.co.id—Periode Negara-negara Berperang adalah era ketika kekuasaan terkonsentrasi di tangan tujuh negara besar dalam sejarah Tiongkok kuno. Periode ini adalah era berdarah dalam sejarah Tiongkok dan peperangan yang terus-menerus menyebabkan banyak korban jiwa. “Era ini juga merupakan masa kemajuan militer,” tulis Wu Mingren di laman Ancient Origins.
Periode ini terjadi antara abad ke-5 dan ke-3 SM. Selama sebagian besar waktu ini, Tiongkok kuno berada di bawah kekuasaan Zhou Timur, yang merupakan paruh kedua Dinasti Zhou. Namun demikian, otoritas penguasa Zhou selama Periode Negara-Negara Berperang sangat berkurang. Hal ini menyebabkan mereka tidak mampu menggunakan kekuasaan nyata di negara mereka sendiri.
Periode Negara-negara Berperang berakhir ketika negara Qin berhasil menaklukkan semua negara saingan lainnya. Qin menyatukan Tiongkok di bawah dinasti kekaisaran pertamanya, Dinasti Qin.
Kapan Periode Negara-Negara Berperang Dimulai?
Menurut Catatan Sejarawan Agung Sima Qian, Periode Negara-Negara Berperang dimulai pada tahun 475 SM. Kronik Musim Semi dan Musim Gugur berakhir pada tahun tersebut. Di tahun yang sama Raja Yuan dari Zhou naik takhta.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa tahun 481 SM atau 403 SM adalah titik awal Periode Negara-Negara Berperang. Di tahun yang sama, negara bagian Jin dipecah. Pemisahan Jin (dikenal juga sebagai 'Tiga Keluarga Pemisahan Jin') adalah titik penting dalam sejarah Periode Negara-negara Berperang. Pemisahan ini mengakibatkan jatuhnya negara Jin yang kuat, dan kebangkitan negara-negara Han, Wei, dan Zhao.
Latar Belakang Munculnya Periode Negara-Negara Berperang?
Pada abad ke-5 SM Dinasti Zhou Timur (771-256 SM) runtuh. Tidak lagi dominan dalam hal militer, Zhou terpaksa bergantung pada tentara negara-negara sekutu lainnya. Di saat yang sama, sekutu-sekutu tersebut mengambil kesempatan untuk mengajukan klaim teritorial mereka sendiri.
Karena alasan ini, raja Zhou terkadang terpaksa menjadikan pemimpin militer negara lain sebagai pemimpin militer aliansi Zhou. Para komandan ini diberi gelar kehormatan "ba" atau "hegemon". Semua yang ada dalam aliansi tersebut harus bersumpah setia kepada sistem feodal Zhou.
Pada awal abad ke-4 SM, hampir 100 negara kecil telah dikonsolidasikan melalui penaklukan menjadi tujuh negara besar: Chu, Han, Qi, Qin, Wei, Yan, dan Zhao. Di antara negara-negara tersebut terdapat beberapa negara bagian yang lebih kecil. Namun tujuh negara bagian besar menjadi begitu besar dan terkonsolidasi. Karena alasan itu, sulit bagi satu negara bagian untuk menyerap negara bagian lainnya.
Yang lebih mendorong pemisahan wilayah ini adalah tren pembangunan tembok pertahanan yang panjang di sepanjang perbatasan. “Beberapa di antaranya panjangnya beberapa ratus kilometer,” tulis Mark Cartwright di laman World History Encyclopedia. Terbuat dari batu dan tanah, bagian panjangnya masih bertahan hingga saat ini termasuk tembok Qi di Mulinngguan di Shandong. Tembok Qi memiliki tinggi 4 meter dan lebar 10 meter di beberapa tempat.
Baca Juga: Jatuh Bangun Biksu Shaolin dalam Sejarah Dinasti Ming Tiongkok
Di setiap negara bagian, penguasa mendeklarasikan dirinya sebagai raja dan lepas dari kekaisaran Zhou. Masing-masing dari mereka kini berupaya memperluas wilayah mereka dengan mengorbankan tetangganya.
Setiap negara sering kali menyerang saingannya terkait sengketa suksesi yang disebabkan oleh kebijakan umum perkawinan campur antara keluarga kerajaan yang berbeda. Pada akhirnya, persaingan ini menyebabkan aliansi yang terus berubah dan konflik yang tak henti-hentinya. Karena konflik tersebut, periode ini dikenal sebagai periode negara-negara berperang.
Antara tahun 535 dan 286 SM terjadi 358 perang antar negara. Pasukan besar dipimpin oleh para komandan yang meninggalkan etiket berperang yang sopan di masa lalu. Mereka dengan kejam bertarung untuk menghancurkan musuh. Hadiah bagi pemenangnya adalah kendali atas Tiongkok yang bersatu.
Kebangkitan Qin
Qin adalah salah satu dari sedikit negara bagian yang tetap setia kepada Zhou. Raja Zhou menganugerahkan status kerajaan dan lambang kepada penguasa Qin pada tahun 326 SM.
Negara bagian Qin memiliki keunggulan berupa barisan pegunungan pelindung di perbatasan timurnya. Wilayah Qin merupakan salah satu negara pinggiran sehingga memiliki lebih banyak kebebasan untuk melakukan ekspansi ke wilayah yang tidak dikuasai oleh negara saingannya.
Qin akhirnya memiliki pemerintahan yang kuat dan terorganisir. Mereka juga memiliki birokrasi yang diperluas dengan pejabat dan hakim setempat untuk membantu menjalankan pemerintahan provinsi. Kemampuan ekonominya mampu mengerahkan pasukan yang besar dan lengkap. Maka Qin dapat mulai merencanakan penaklukan besar yang lebih ambisius.
Kemenangan atas negara Shu pada tahun 316 SM memungkinkan Qin menyerap lahan pertanian subur Shu. Penaklukan ini semakin memperkaya Qin. Pada tahun 278 SM, Ying, ibu kota negara bagian Chu, berada di bawah kendali Qin.
Kemenangan besar diraih melawan Zhao pada tahun 260 SM setelah pertempuran 3 tahun yang berlangsung di garis depan sejauh 160 km. Ketika raja Zhou meninggal dan tidak ada penerus yang ditunjuk pada tahun 256 SM, Qin juga mengambil alih sisa-sisa negara tersebut. Qin sepertinya tidak dapat dihentikan.
Setelah menaklukkan enam negara lainnya, Qin akhirnya mampu membentuk kerajaan bersatu di sebagian besar Tiongkok. Raja Qin, Zheng, menganugerahi dirinya sendiri gelar Shi Huangdi atau Kaisar Pertama.
Periode Negara-negara Berperang memang merupakan era berdarah dalam sejarah Tiongkok. Di era ini, peperangan yang terus-menerus menyebabkan kematian yang tak terhitung jumlahnya di medan perang. Hal ini juga disebabkan oleh peperangan yang terus-menerus sehingga banyak kemajuan dicapai dalam teknologi dan pemikiran militer. Sebagai contoh, pada periode inilah senjata besi dan busur panah pertama kali digunakan.
Pengembangan jenis baju besi baru yang akan memberikan perlindungan lebih baik kepada penggunanya pun terjadi di era ini. Strategi militer juga berkembang selama periode ini, dengan karya-karya seperti Seni Perang Sun Tzu, dan Wuzi karya Wu Qi.
Periode Negara-Negara Berperang, dalam banyak hal, menjadi fondasi bagi berkembangnya kebudayaan di Kekaisaran Tiongkok. Tiongkok akhirnya menjadi satu kekaisaran terbesar dan paling berpengaruh di dunia.