Nationalgeographic.co.id—Di tengah gejolak ketidakpuasan sosial di Athena pada tahun 621 SM, muncullah Drakon, pembuat undang-undang pertama Athena, dengan seperangkat hukum tertulis pertamanya.
Salah satu yang paling terkenal adalah Hukum Drakon, yang memberikan hak kepada pria untuk membunuh pria lain yang tertangkap basah dengan istri, ibu, saudara perempuan, anak perempuan, atau selirnya.
Hukum Drakon, meskipun tampak brutal, sebenarnya memiliki akarnya dalam upaya Drakon untuk mengekang kekuasaan aristokrasi yang berkuasa dan menegakkan supremasi hukum.
Ketentuan ini mencerminkan nilai-nilai patriarki yang kuat di masyarakat Yunani Kuno, di mana pria dianggap sebagai pelindung perempuan di bawah otoritasnya.
Artikel ini akan membahas latar belakang, pengaruh, dan implikasi dari Hukum Drakon yang kontroversial ini.
Kita akan melihat bagaimana hukum ini mencerminkan nilai-nilai dan prioritas masyarakat Yunani Kuno, dan bagaimana hukum ini berdampak pada struktur sosial dan sistem hukum Athena.
Latar Belakang Hukum Drakon
Menurut K. Kapparis dari University of Florida dalam Women and Family in Athenian Law (2003), sebelum zaman Drakon, sangat sedikit yang diketahui tentang posisi legal atau sosial perempuan Athena.
Drama Athena pada periode klasik, meskipun menawarkan sekilas pandang tentang kehidupan perempuan, sering kali menggambarkan mereka dalam setting mitologis, yang tidak selalu mencerminkan realitas.
Hukum Drakon, dengan menyebutkan anggota perempuan dari rumah tangga seorang pria, mendefinisikan keluarga sebagai unit yang lebih luas yang mencakup semua perempuan merdeka dan bahkan selir-selir budak.
Konsep "oikos" ini, yang menandakan entitas yang terdiri dari semua orang dan aset dalam rumah tangga, menjadi landasan bagi hukum pembunuhan Drakon.
Baca Juga: Terusan Xerxes, Jejak Proyek Kekaisaran Persia Menginvasi Yunani Kuno