Pasang Surut Shaolin dan Biksu Legendarisnya di Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Kamis, 30 Mei 2024 | 15:00 WIB
Shaolin adalah kuil paling terkenal sejak era Kekaisaran Tiongkok. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Shaolin adalah kuil paling terkenal sejak era Kekaisaran Tiongkok. Kuil ini terkenal dengan biksu yang mampu bertarung. Dengan kekuatan, kelenturan, dan daya tahan rasa sakit yang luar biasa, Shaolin menciptakan reputasi sebagai penghasil para pejuang hebat.

Namun Buddha secara umum dianggap sebagai agama damai dengan penekanan pada prinsip-prinsip seperti tanpa kekerasan hingga vegetarianisme. Agama ini juga mengajarkan pengorbanan diri untuk menghindari menyakiti orang lain. Lalu bagaimana para biksu di Kuil Shaolin bisa menjadi pejuang?

Asal-usul Kuil Shaolin

Menurut legenda, sekitar tahun 480 M seorang guru Buddha pengembara datang ke Kekaisaran Tiongkok dari India. “Ia dikenal sebagai Buddhabhadra, Batuo atau Fotuo dalam bahasa Tionghoa,” tulis Kallie Szczepanski di laman Thoughtco.

Menurut tradisi Buddha Chan, Batuo mengajarkan bahwa agama Buddha paling baik disebarkan dari guru ke murid, alih-alih melalui studi teks-teks Buddha.

Pada tahun 496, Kaisar Wei Utara Xiaowen memberikan dana kepada Batuo untuk mendirikan sebuah biara di Gunung suci Shaoshi di Pegunungan Song. Jaraknya sekitar 48 km dari ibu kota kekaisaran Luoyang. Kuil ini diberi nama Shaolin, dengan Shao diambil dari Gunung Shaoshi dan lin berarti hutan. Namun ketika Luoyang dan Dinasti Wi jatuh pada tahun 534, kuil-kuil di daerah tersebut dihancurkan, kemungkinan termasuk Shaolin.

Guru Buddha lainnya adalah Bodhidharma, yang berasal dari India atau Persia. Dia terkenal menolak untuk mengajar Huike, seorang murid Tiongkok. Huike memotong lengannya sendiri untuk membuktikan ketulusannya. Sebagai hasilnya, dia menjadi murid pertama Bodhidharma.

Bodhidharma juga dilaporkan menghabiskan 9 tahun dalam meditasi diam di sebuah gua di atas Shaolin. Salah satu legenda mengatakan bahwa dia tertidur setelah 7 tahun. Karena itu, ia memotong kelopak matanya sendiri sehingga hal itu tidak terjadi lagi. Kelopak matanya berubah menjadi semak teh pertama ketika jatuh menyentuh tanah.

Shaolin di Era Dinasti Sui dan Tang Awal

Sekitar tahun 600, Kaisar Wendi dari Dinasti Sui yang baru merupakan seorang penganut Buddha yang taat. Ia menganugerahi Shaolin tanah seluas 1.400 hektar ditambah hak untuk menggiling biji-bijian dengan kincir air. Pada masa itu, Dinasti Sui menyatukan kembali Kekaisaran Tiongkok namun pemerintahannya hanya bertahan selama 37 tahun. Tak lama kemudian, dinasti tersebut sekali lagi terpecah menjadi wilayah kekuasaan para panglima perang yang saling bersaing.

Kekayaan Kuil Shaolin meningkat seiring berkembangnya Dinasti Tang pada tahun 618. Biksu Shaolin terkenal berperang demi Li Shimin melawan panglima perang Wang Shichong. Li kemudian menjadi Kaisar Tang kedua.

Baca Juga: Imperialisme Inggris di Kekaisaran Tiongkok selama Era Dinasti Qing