Pasang Surut Shaolin dan Biksu Legendarisnya di Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Kamis, 30 Mei 2024 | 15:00 WIB
Shaolin adalah kuil paling terkenal sejak era Kekaisaran Tiongkok. (Public Domain)

Terlepas dari bantuan mereka sebelumnya, Shaolin dan kuil Buddha lainnya di Kekaisaran Tiongkok menghadapi banyak pembersihan. Pada tahun 622 Shaolin ditutup dan para biksu secara paksa kembali ke kehidupan awam. Namun 2 tahun kemudian, kuil tersebut diizinkan untuk dibuka kembali karena layanan militer yang telah diberikan oleh para biksunya kepada pemilik takhta kekaisaran.

Hubungan biksu dengan para kaisar tidak mudah sepanjang abad ke-8, namun Buddhisme Chan berkembang di seluruh Tiongkok. “Pada tahun 728, para biksu mendirikan sebuah prasasti yang diukir dengan kisah-kisah bantuan militer mereka kepada takhta. Prasasti itu sebagai pengingat bagi para penguasa masa depan di Kekaisaran Tiongkok,” ungkap Szczepanski.

Kuil Shaolin saat transisi Dinasti Tang ke Dinasti Ming

Pada tahun 841, Kaisar Wuzong dari Dinasti Tang takut akan kekuatan umat Buddha. Karena alasan itu, ia merobohkan hampir semua kuil di kekaisarannya. Sang kaisar bahkan memecat para biksu atau bahkan membunuh. Namun Wuzong mengidolakan leluhurnya Li Shimin, sehingga dia menyelamatkan Shaolin.

Pada tahun 907, Dinasti Tang jatuh dan periode 5 Dinasti dan 10 Kerajaan yang kacau pun terjadi. Dinasti Song akhirnya menang dan mengambil alih kekuasaan di wilayah tersebut hingga tahun 1279. Hanya sedikit catatan tentang nasib Shaolin selama periode ini yang bertahan. Tapi diketahui bahwa pada tahun 1125, sebuah kuil dibangun untuk Bodhidharma, 1 km dari Shaolin.

Setelah Dinasti Song jatuh ke tangan penjajah, Dinasti Yuan Mongol memerintah hingga tahun 1368. Lagi-lagi penguasa Kekaisaran Tiongkok itu menghancurkan Shaolin tahun 1351. Legenda menyatakan bahwa seorang Bodhisattva, yang menyamar sebagai pekerja dapur, menyelamatkan kuil tersebut. Namun nyatanya kuil tersebut terbakar habis.

Pada tahun 1500-an, para biksu Shaolin terkenal karena keterampilan bertarung tongkat mereka. Tahun 1511, 70 biksu tewas dalam pertempuran melawan pasukan bandit. Antara tahun 1553 dan 1555, para biksu dimobilisasi untuk berperang setidaknya dalam empat pertempuran melawan bajak laut Jepang. Abad berikutnya menyaksikan perkembangan metode pertarungan tangan kosong Shaolin. Namun, para biksu bertempur di pihak Ming pada tahun 1630-an dan kalah.

Shaolin di era Dinasti Qing

Pada tahun 1641, pemimpin pemberontak Li Zicheng menghancurkan tentara biara. Ia membubarkan Shaolin dan membunuh atau mengusir para biksu. Setelah itu, Li Zicheng merebut Beijing pada tahun 1644 dan mengakhiri Dinasti Ming. Sayangnya, dia diusir oleh Manchu yang mendirikan Dinasti Qing.

Kuil Shaolin sebagian besar kosong selama beberapa dekade dan kepala biara terakhir, Yongyu, pergi tanpa menunjuk penggantinya pada tahun 1664. Legenda mengatakan bahwa sekelompok biksu Shaolin menyelamatkan Kaisar Kangxi dari pengembara pada tahun 1674. Menurut cerita, para pejabat yang iri kemudian membakar kuil, membunuh sebagian besar biksu. Gu Yanwu melakukan perjalanan ke sisa-sisa Shaolin pada tahun 1679 untuk mencatat sejarahnya.

Shaolin perlahan pulih. Pada tahun 1704, Kaisar Kangxi memberikan hadiah kaligrafinya sendiri sebagai tanda kembalinya kuil tersebut ke tangan Kekaisaran Tiongkok. Namun, para biksu telah belajar untuk berhati-hati setelah mengalami beberapa pengalaman buruk dengan kaisar. Mereka mempelajari teknik pertarungan tangan kosong, yang kelak menggantikan pelatihan senjata. Teknik ini merupakan yang terbaik karena tidak mengancam kaisar yang berkuasa.

Baca Juga: Taklukkan Dinasti Ming, Suku Manchu Menguasai Kekaisaran Tiongkok