Catherine Parr, Lolos dari 'Kutukan Maut Istri Henry VIII' Lewat Kecerdikannya

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 19 Juni 2024 | 14:00 WIB
Potret Catherine Parr (1512-1548), istri keenam dan terakhir Henry VIII dari Inggris oleh William Scrots. ( National Portrait Gallery)

Nationalgeographic.co.id—Di era Tudor, menjadi istri Raja Henry VIII ibarat memegang tiket lotere maut. Di satu sisi, ada gemerlap perhiasan, kemewahan istana, dan tahta tertinggi di Inggris. Namun di sisi lain, menanti ancaman pengkhianatan, intrik politik, dan bahkan kematian.

Inilah dunia yang dihadapi Catherine Parr, perempuan yang dicatat sejarah sebagai istri terakhir Henry VIII, sang raja yang terkenal dengan reputasi bengisnya.

Namun, mengenang nama Catherine Parr sebagai "ratu terakhir yang berhasil selamat" saja terasa terlalu menyederhanakan. Label itu seolah mengabaikan kecerdasan, keberanian, dan pengaruh besar yang ia torehkan di era penuh gejolak tersebut.

Bayangkan, Catherine lahir di tahun 1512, di tengah gejolak Reformasi Inggris yang mengguncang gereja dan negara.

Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, Catherine tumbuh menjadi perempuan terpelajar. Ia fasih berbagai bahasa, mendalami literatur klasik, dan yang paling menarik, memiliki ketertarikan besar terhadap teologi dan reformasi gereja.

Kecerdasannya tak perlu diragukan lagi. Ia tercatat sebagai wanita pertama di Inggris yang menerbitkan buku atas namanya sendiri. Sebuah prestasi yang luar biasa di era yang masih mengekang kebebasan berekspresi perempuan.

Jalan Berliku di Istana Henry VIII

Raja Henry VIII adalah raja Inggris terkenal memiliki banyak istri dalam sejarah Abad Pertengahan. (Public domain)

Menjadi istri Henry VIII bukanlah hal yang mudah. Meilan Solly, editor sejarah di Smithsonian Magazine, menggambarkan Henry VIII sebagai "seorang pria yang memiliki nafsu rakusuntuk makanan, kekuasaan, dan wanita."

Ia adalah raja yang ambisius, egois, dan haus kekuasaan. Pernikahannya diwarnai intrik politik, pengkhianatan, dan bahkan pertumpahan darah. Dua dari istri Henry VIII dieksekusi, sementara dua lainnya diceraikan.

Catherine, dengan segala kecerdasannya, tentu menyadari risiko yang ia hadapi. Namun, ia bukanlah perempuan naif yang gemetar ketakutan.

Baca Juga: Bagaimana Pernikahan Henry VIII dan Anne Boleyn Picu Reformasi Agama di Inggris?