Sepak Terjang Kuomintang, Partai Nasionalis yang Tumbangkan Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Rabu, 19 Juni 2024 | 20:00 WIB
Kuomintang merupakan partai nasionalis Tiongkok yang turut menyingkirkan Kekaisaran Tiongkok. Bagaimana kiprahnya? (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Dimulai pada pertengahan abad ke-19, Kekaisaran Tiongkok menandatangani perjanjian yang tidak setara, yang dipaksakan setelah kekalahan militer. Saat itu, Kekaisaran Tiongkok berada di bawah kepemimpinan Dinasti Qing.

Perjanjian tersebut menyatakan bahwa Kekaisaran Tiongkok melepaskan hak teritorial dan kedaulatannya. Hal ini membuat negara dan kerajaan asing, seperti Jepang atau Inggris, dapat mengecualikan warga negaranya dari hukum Tiongkok.

Bagian lain dari perjanjian itu adalah pembentukan kantong-kantong asing di beberapa kota di wilayah Kekaisaran Tiongkok. Pemberontakan Boxer tahun 1901, perang berikutnya, dan kekalahan Dinasti Qing menyebabkan Revolusi Xinhai tahun 1911.

Pemberontakan menyebar karena Dinasti Qing tidak dapat menghentikannya. Kaisar Dinasti Qing terakhir, Puyi, turun takhta pada 12 Februari 1912. Saat itu, Kuomintang turut membantu menyingkirkan Dinasti Qing dan mengakhiri kekuasaan Kekaisaran Tiongkok.

Sun Yat-sen: revolusioner dan pemimpin

“Kuomintang tidak dapat disebutkan tanpa melihat Sun Yat-sen, pendiri dan pusat ideologinya,” tulis Matt Whittaker di laman The Collector.

Lahir pada tahun 1866 di Provinsi Guangdong, Sun beremigrasi ke Hawaii untuk tinggal bersama saudaranya. Dia belajar di sekolah Inggris dan Amerika, dengan cepat mempelajari bahasa Inggris.

Sun Yat-sen, pendiri dan pusat ideologi Kuomintang. (Public Domain)

Sun pindah ke Hong Kong pada tahun 1883 dan lulus sekolah kedokteran. Sun bertemu dengan kaum revolusioner anti-Qing di sekolah kedokteran dan bergabung dalam rencana mereka. Pemberontakan yang gagal pada tahun 1895 mengirimnya ke pengasingan di Jepang.

Ideologi inti Sun sendiri pada dasarnya menekankan penggantian Dinasti Qing menjadi negara-bangsa modern.

Setelah mendengar Revolusi 1911, Sun kembali ke Tiongkok. Pada tanggal 1 Januari 1912, ia menjadi presiden sementara Republik Tiongkok hanya untuk 3 bulan. Pada bulan Agustus 1912, Sun membentuk Kuomintang, yang dikenal sebagai Partai Nasionalis.

Baca Juga: Kenapa Dinasti Ming Pindahkan Ibu Kota Kekaisaran Tiongkok ke Beijing?

Pada periode tahun 1916 hingga 1928 yang dijuluki “Era Panglima Perang”, banyak terjadi pertikaian politik. Saat itu, pemerintahan militer regional mendominasi periode tersebut, dengan basis Kuomintang hanya di Tiongkok selatan.

Sun memperkuat Kuomintang di Tiongkok selatan dan, dengan bantuan Partai Komunis Tiongkok, perlahan-lahan berkembang. “Sun juga meminta dan menerima bantuan dari Uni Soviet,” tambah Whittaker.

Pada tahun 1924, ia menerbitkan Tiga Prinsip Rakyat: Nasionalisme, Demokrasi, dan Mata Pencaharian Rakyat. Tiga Prinsip Rakyat itu akan menjadikan Tiongkok sebagai negara modern.

Sun menjadi penguasa Tiongkok setelah tahun 1923 tetapi meninggal pada tahun 1925 sebelum ia dapat menyatukan Tiongkok. Mimpi tersebut baru terjadi di bawah penerusnya, Chiang Kai-shek.

Ekspedisi Utara

Pada tahun 1926, tentara Kuomintang di bawah pimpinan Chiang menyerang utara untuk menyatukan Tiongkok. Dengan beberapa panglima perang dan bantuan Soviet, pasukan mereka mencapai ibu kota Beijing.

Mereka pun berhasil merebut kota ini. Setelahnya, pengakuan internasional bagi Kuomintang pun datang. Sehingga Chiang menjadi pemimpin yang diterima di Tiongkok.

Saat Ekspedisi Utara berlangsung, Chiang berbalik melawan komunis dan secara politis meninggalkan anggota Kuomintang. Pada 12 April 1927, pasukannya membantai kaum komunis.

Orang-orang yang selamat melarikan diri ke daerah pedesaan, tempat basis kekuatan mereka berada, terutama di masa depan. Komunis mulai berkumpul kembali, menyatukan petani melawan panglima perang dan pejabat Kuomintang yang korup.

Stabilitas dan krisis dalam Kuomintang

Pada tahun 1928, Kuomintang telah menyatukan Tiongkok dan mengakhiri Era Panglima Perang.

Baca Juga: Kisah Penguasa Kekaisaran Tiongkok yang Paling Setia dengan Permaisuri

Didorong keinginan untuk memodernisasi negaranya, Chiang mendorong reformasi demokratis dalam bidang pemungutan suara, hak-hak perempuan, dan pendidikan universal. Kuomintang juga ingin menciptakan kesejahteraan. Semua itu adalah bagian dari Tiga Prinsip Rakyat Sun Yat-sen.

Kuomintang membuat kemajuan dalam mencapai semua tujuan tersebut. Tapi setelah tahun 1930, Tiongkok terus menghadapi krisis.

Tahun 1931 dimulai dengan pengambilalihan Manchuria oleh Kekaisaran Jepang dan lebih banyak lagi. Pasukan Kuomintang yang dilatih Jerman terbukti bukan tandingannya.

Pada tahun 1937, sebagian besar Tiongkok telah jatuh, memaksa Kuomintang memindahkan ibu kota mereka dua kali pada tahun 1940an. Kuomintang memerangi komunis, dan pemberontakan panglima perang. Korupsi tetap menjadi masalah meskipun banyak reformasi yang dilakukan.

Si Merah: partai komunis yang tak terkalahkan

Pembantaian komunis tahun 1927 memicu perang saudara yang semakin parah pada tahun 1930an. Perang itu berakhir dengan kekalahan Kuomintang pada tahun 1949.

Kuomintang mengalahkan Tentara Merah pada tahun 1936, yang memicu terjadinya “Long March”. Mao Zedong memimpin perjalanan itu, menjadi pemimpin komunis saat mereka melakukan reorganisasi.

Komunis melawan Jepang dalam perang gerilya yang sukses, mengikat pasukan Jepang yang dapat digunakan di tempat lain.

1940-an: perang dan pengasingan

Tiongkok yang nasionalis, kekuatan utama sekutu, dan Jepang bertempur sengit hingga Jepang menyerah pada tahun 1945. Kuomintang yang didukung Amerika berperang melawan komunis yang didukung Soviet di wilayah yang sebelumnya diduduki.

Pada tahun 1948, Kuomintang kalah dalam pertempuran besar. Permasalahan seperti korupsi, wajib militer paksa terhadap petani, dan pembantaian menambah permasalahan mereka. Kuomintang pun melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949 secara permanen.

Meski dikalahkan oleh partai komunis, Kuomintang membantu Tiongkok melakukan modernisasi dengan memutus siklus dinasti. Partai ini pun menghentikan dominasi asing dan menyatukan negara.

Bahkan pemerintah Tiongkok saat ini telah mengakui warisan Kuomintang dan memandang Sun Yat-sen sebagai seorang revolusioner.