Nationalgeographic.co.id—Pemindahan ibu kota ke Beijing oleh Dinasti Ming merupakan sebuah langkah strategis yang membentuk masa depan Tiongkok.
Keputusan ini tidak hanya mengubah peta politik, tetapi juga mempengaruhi budaya dan arsitektur yang kita lihat hari ini.
Mengapa sebuah dinasti yang berkuasa memutuskan untuk mengambil langkah drastis ini? Apa dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh perpindahan ibu kota tersebut?
Ikuti pembahasan mendalam kami untuk mengetahui lebih lanjut. Artikel ini akan membawa Anda menyelami kebijakan Dinasti Ming dan warisan yang ditinggalkannya bagi Beijing modern.
Nama Pertama yang Terukir pada Botol Bir Murah
Untuk mengungkapnya, mari kita simak pemaparan sejarawan Lars Ulrik Thom dari Beijing Postcards, dalam ceramah tentang sejarah Beijing berjudul "Looking for the Master Plan."
Ceramah yang diuraikan oleh Jeremiah Jenne di laman The Beijinger tersebut merupakan hasil dari penelitian arsip yang dilakukan oleh Thom bersama timnya dan kajian dari sarjana lokal seperti Hou Renzhi.
Thom menjelaskan, "Terdapat tiga jalur melintasi pegunungan yang bertemu tepat di lokasi Beijing saat ini, dan di selatan terdapat Sungai Yongding. Keempat titik ini menjadi alasan utama pemilihan lokasi Beijing."
Menurut Thom, Beijing merupakan titik perdagangan ideal bagi para nomaden dan masyarakat lainnya di utara pegunungan serta bagi penduduk Dataran Huabei yang luas.
"Ji adalah kota pertama yang terbentuk di dekat lokasi Beijing saat ini... kira-kira 3.000 tahun yang lalu," ucap Thom.
Namun, Ji memiliki pesaing, yaitu Yan, yang terletak sekitar 40 kilometer barat daya dari pusat kota modern.
Baca Juga: Kasus Pil Merah, Kala Kaisar Dinasti Ming Tewas dengan Cara Terlalu 'Aneh'
KOMENTAR