Ingat, Pelepasliaran Hewan Kembali ke Alam Perlu Kajian Mendalam!

By Ade S, Jumat, 26 Juli 2024 | 19:03 WIB
Pelepasliaran hewan, seperti yang dilakukan dalam acara 'Road to HKAN 2024' ternyata membutuhkan kajian mendalam. (Donny Fernando)

Nationalgeographic.co.id—Melepasliarkan hewan ke alam ternyata membutuhkan kajian yang sangat mendalam. Jika tidak, bisa berdampak buruk tidak hanya bagi hewan yang dilepaskan, tetapi juga bagi habitat di mana hewan tersebut dilepasliarkan.

Setidaknya itulah yang dapat disarikan dari percakapan National Geographic Indonesia dengan Nani Rahayu dari Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta, Jumat (26/7/2024).

"Kajian ini merupakan salah satu tahap yang harus dilalui sebelum dilakukan pelepasliaran, untuk menentukan kemampuan suatu habitat mendukung kehidupan satwa yang akan dilepasliarkan," tutur Nani di Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta.

Nani yang ditemui dalam acara "Road to HKAN 2024: Pelepasliaran Burung, Penanaman Mangrove, dan Action Indonesia Day", menjelaskan beberapa hal yang biasanya termasuk dalam tahapan pengkajian.

Tiga hal yang biasanya masuk dalam tahap pengkajian adalah keaslian jenis, ukuran populasi, dan interaksi burung yang akan dilepasliarkan dengan burung lainnya.

Terkait keaslian jenis, Nani menjelaskan bahwa jika jenis hewan yang dilepasliarkan bukan yang secara alami sudah berada di area tersebut, dalam undang-undang konservasi itu akan dianggap sebagai salah satu faktor yang memengaruhi keutuhan kawasan.

"Jika tidak termasuk, maka spesies tersebut dianggap sebagai spesies asing," papar Nani.

Cakupan wilayah yang dikaji pun tidak terbatas pada satu area tertentu saja, namun bisa saja sampai seluruh wilayah Provinsi Jakarta. "Sebab, jika seandainya spesies tersebut tidak bisa dilepasliarkan di satu area, bisa jadi spesies tersebut justru bisa dilepasliarkan di area lain yang masih berada di wilayah Provinsi Jakarta," jelas Nani.

Bisa berujung pembatalan

Dalam acara yang disebutkan di atas, Nani menjelaskan bahwa pada awalnya ada 5 jenis burung air yang hendak dilepasliarkan di Suaka Margasatwa Muara Angke. Namun, setelah dikaji, ternyata hanya 3 jenis saja yang memenuhi kriteria.

Tiga jenis burung air yang dimaksud adalah blekok sawah (Ardeola speciosa) sebanyak 9 ekor, kuntul kerbau (Bubulcus ibis) sebanyak 8 ekor, dan kowak malam Kelabu (Nycticorax nycticorax) sebanyak 4 ekor. Semua burung tersebut merupakan hasil program perkembangbiakkan terkontrol lembaga konservasi Jagat Satwa Nusantara, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.

Baca Juga: Menjaga Kelestarian Jalak Bali Melalui Penangkaran dan Pelepasliaran