Sejarah Dunia: Benarkah Marie Antoinette Berkata 'Biarkan Mereka Makan Kue'?

By Ade S, Selasa, 30 Juli 2024 | 18:03 WIB
Ungkap fakta di balik sejarah dunia! Benarkah Marie Antoinette sekejam itu hingga berkata 'Biarkan mereka makan kue'? (Martin van Meytens)

Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda mendengar ungkapan terkenal, "Biarkan mereka makan kue"?

Kalimat ini sering dikaitkan dengan salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah dunia, yaitu Marie Antoinette. Ratu Prancis ini kerap digambarkan sebagai sosok yang sangat arogan dan tidak peduli dengan penderitaan rakyatnya.

Namun, benarkah Marie Antoinette benar-benar mengucapkan kata-kata tersebut? Mari kita telusuri lebih dalam sejarah dan menggali kebenaran di balik pernyataan yang telah menjadi ikonik ini.

Mitos "biarkan mereka makan kue"

Siapa yang tidak mengenal Marie Antoinette, ratu terakhir Prancis sebelum revolusi dahsyat mengguncang negara itu? Namanya seringkali dikaitkan dengan kalimat terkenal, "Biarkan mereka makan kue." Namun, apakah sang ratu benar-benar mengucapkan kata-kata arogan tersebut?

Jawabannya mungkin mengejutkan banyak orang: tidak.  Ya, tidak ada bukti sejarah yang kuat untuk mendukung klaim bahwa Marie Antoinette pernah berkata demikian.

Ketika rakyat Prancis kelaparan dan tidak memiliki roti untuk dimakan, ratu yang hidup dalam kemewahan itu tidak mungkin melontarkan pernyataan yang begitu menyepelekan penderitaan rakyatnya.

Lalu, mengapa mitos ini begitu melekat pada sosok Marie Antoinette?

Kutipan aslinya dalam bahasa Prancis adalah "Qu'ils mangent de la brioche," yang artinya lebih dekat dengan "Biarkan mereka makan brioche."

Brioche adalah sejenis roti manis yang memang lebih mahal daripada roti biasa, namun bukan kue mewah seperti yang sering dibayangkan. Meski begitu, makna intinya tetap sama: menunjukkan sikap acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap penderitaan rakyat.

Terlepas dari ketidakakuratan terjemahannya, mitos ini terus hidup dan berkembang karena fungsinya sebagai alat propaganda. Selama Revolusi Prancis, para revolusioner membutuhkan sosok antagonis yang sempurna untuk menyalurkan kemarahan rakyat.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Apa Alasan Sebenarnya Marie Antoinette Dieksekusi?

Marie Antoinette, dengan kehidupannya yang mewah dan latar belakang bangsawan Austria, menjadi target yang sempurna. Citra seorang ratu yang kejam dan tidak berperasaan sangat berguna untuk membenarkan tindakan-tindakan revolusioner.

Bukan hanya soal kue

Jika kita mengira bahwa masalah hanya terletak pada perbedaan antara "kue" dan "brioche," kita salah besar. Denise Maior-Barron menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan sang ratu pernah mengucapkan kata-kata tersebut atau kalimat serupa lainnya.

"Marie Antoinette tidak pernah mengucapkan kata-kata ini atau hal serupa lainnya," ungkap adjunct professor di Claremont Graduate University, California, yang penelitiannya meneliti penggambaran karakter Marie Antoinette pada masa kini.

"Sementara Louis, ia hadir dalam semua film yang menampilkan Marie Antoinette, tetapi digambarkan sebagai pendamping yang lemah dan menyedihkan. Ini adalah salah satu kesalahan penggambaran yang besar," ujarnya, seperti dilansir dari laman Live Science.

Lalu, dari mana asal-usul mitos ini?

Prancis telah mengalami banyak revolusi. Yang pertama, pada tahun 1789, berakhir sangat buruk bagi Marie Antoinette dan suaminya, Louis XVI.

Abad berikutnya kemudian melihat negara tersebut berganti-ganti antara monarki dan republik, dengan masing-masing pihak terlibat dalam perang propaganda selain pertempuran bersenjata.

Selama salah satu revolusi berikutnya, jauh setelah eksekusi Marie Antoinette, kesalahan kutipan itu pertama kali terjadi.

 

"Kesalahan atribusi kepada Marie Antoinette tidak terjadi pada abad ke-18, tetapi selama Republik Prancis Ketiga dimulai pada tahun 1870, ketika sebuah program rekonstruksi masa lalu sejarah dilakukan dengan cermat," kata Maior-Barron kepada Live Science.

Pada masa itu, Prancis tengah melakukan rekonstruksi sejarah secara besar-besaran. Dalam prosesnya, banyak cerita dan tokoh sejarah diubah dan dibentuk sesuai dengan kepentingan politik saat itu.

Baca Juga: Benarkah Hobi Belanja Ratu Prancis Marie Antoinette Memicu Revolusi?

Kampanye Penghancuran Karakter

Setelah berhasil menggulingkan Napoleon III pada dekade 1870-an, para republikan Prancis memulai sebuah kampanye sistematis untuk menghancurkan reputasi Marie Antoinette. Tujuan mereka jelas: melemahkan pengaruh monarki dan mengukuhkan legitimasi republik.

"Dalang-dalang Revolusi Prancis menghancurkan monarki Prancis dengan terus-menerus menyerang, dan akhirnya menghancurkan, simbol-simbol terpentingnya: raja dan ratu Prancis," ungkap Maior-Barron. "Untuk alasan ini, jenis klise 'Biarkan mereka makan kue' terus bertahan."

Namun, upaya untuk mencemarkan nama Marie Antoinette tidak hanya didorong oleh motif politik. Seksisme juga memainkan peran penting dalam pembentukan citranya yang negatif.

Meskipun Louis XVI, sebagai raja, juga bertanggung jawab atas kondisi Prancis yang kacau, namun reputasinya tidak sehancur istrinya.

"Revolusi Prancis mencoba mengecualikan perempuan dari kekuasaan politik," kata Robert Gildea, seorang profesor sejarah modern di Universitas Oxford, Inggris.

Sebelum revolusi, meskipun tidak secara resmi, perempuan dari kalangan bangsawan memiliki pengaruh tertentu dalam pengambilan keputusan. Namun, para revolusioner ingin mengubah hal ini. Mereka ingin menciptakan sebuah masyarakat di mana kekuasaan hanya berada di tangan laki-laki.

Marie Antoinette bukanlah satu-satunya perempuan yang kehilangan kepala selama transisi pertama Prancis menuju republik. "Olympe de Gouges, yang menulis 'Deklarasi Hak-Hak Perempuan dan Warga Perempuan', juga dipenggal," kata Gildea kepada Live Science.

Target utama propaganda

Dalam preambula Revolusi Prancis, Marie Antoinette dituduh memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap suaminya, Louis XVI. Tuduhan ini menjadi landasan bagi para revolusioner untuk melancarkan kampanye hitam terhadap sang ratu.

Dengan memposisikan Marie Antoinette sebagai sosok yang jahat dan manipulatif, mereka berhasil membenarkan tindakan-tindakan kekerasan yang mereka lakukan.

Baca Juga: Benarkah Skandal Kalung Berlian Jadi Alasan Eksekusi Marie Antoinette?

Robert Gildea, seorang sejarawan terkemuka, menjelaskan bahwa "rumor tentang Marie Antoinette berkembang pesat sekitar waktu revolusi pertama ketika dia masih hidup. Dia dituduh memiliki kekasih pria dan wanita bahkan hubungan inses dengan putranya."

Tuduhan-tuduhan yang sangat keji ini bertujuan untuk menghancurkan reputasi Marie Antoinette dan memisahkannya dari rakyat.

Bahkan, mitos terkenal tentang Marie Antoinette yang berkata "biarkan mereka makan brioche" juga menjadi bagian dari kampanye penghancuran karakter ini. Namun, asal-usul kalimat ini ternyata jauh lebih tua.

Filsuf dan penulis, Jean-Jacques Rousseau, yang karyanya kemudian memengaruhi revolusi, mungkin adalah orang pertama yang menuliskan frasa tersebut pada tahun 1767.

"'Biarkan mereka makan brioche' awalnya ditemukan dalam salah satu novel Jean-Jacques Rousseau, di mana ia mengaitkan kalimat ini dengan salah satu karakter fiktifnya yang berasal dari aristokrasi Prancis abad ke-18," kata Maior-Barron.

Namun, dalam kasus Marie Antoinette, para pencemar nama sang ratu mungkin termotivasi oleh lebih dari sekadar seksisme murni—dia juga menghadirkan ancaman nyata bagi para republikan.

Marie Antoinette lahir dalam keluarga kerajaan Habsburg Austria yang kuat sebelum menikah dengan Louis.

Ketika pemberontakan bersenjata melawan mahkota Prancis mulai meningkat, dia menulis kepada saudara-saudaranya di rumah untuk mencoba membuat mereka menginvasi Prancis dan menyelamatkan monarki.

Ketika kekuatan-kekuatan ini menginvasi Prancis, Marie Antoinette dilihat sebagai pengkhianat," kata Gildea.

Pada akhirnya, keluarga Habsburg gagal menghentikan revolusi, Marie Antoinette dipenggal, dan para pemenang dibiarkan menulis buku sejarah.

Melalui penelusuran mendalam terhadap sejarah dunia, kita dapat menyimpulkan bahwa kisah Marie Antoinette dan makan kue lebih dari sekadar sebuah anekdot.

Ini adalah cerminan dari kompleksitas sejarah, di mana fakta, mitos, dan propaganda saling bercampur aduk untuk membentuk narasi yang kita kenal saat ini.