Mengenal Suku Bangsa Oghuz: Leluhur Kekaisaran Ottoman dari Tiongkok

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 4 Agustus 2024 | 08:25 WIB
(history-maps.com)

Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Ottoman menjadi salah satu topik menarik dalam sejarah, banyak hal dari Ottoman yang tak ada hentinya dikulik, termasuk asal-usul bangsanya.

Kekaisaran Ottoman (Turki Usmani) merupakan kerajaan Islam yang didirikan oleh Utsman I pada 1299.

Kekaisaran Islam ini awalnya beribu kota di Anatolia, kemudian sempat beberapa kali dipindahkan hingga akhirnya menetap di Konstantinopel atau Istanbul.

Utsman menundukkan segala musuh dan rintangan yang dihadapi, sehingga berdirilah Kekaisaran Ottoman.

Utsman, putra dari Ertughul Bey telah membantu Alauddin (Sultan Seljuk) melawan kekaisaran Romawi hingga kemudian diberi wilayah di perbatasan Byzantium.

Utsman bin Ertughul kemudian meneruskan kebijakan ayahnya, Ertughul sehingga berhasil menarik simpati Sultan Alauddin dengan imbalan: Diberi jabatan sebagai gubernur, adanya penambahan wilayah, diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri.

Atikah Nurdina dalam penelitiannya yang berjudul “Janissari Sebagai Pasukan Elite Turki Utsmani,” menungkap bahwa inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Turki Utsmani.

"Memasuki masa pertengahan khususnya pada abad ke-17 Turki Utsmani masuk kedalam tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi di Persia, Kerajaan Munghal di India, lalu Kerajaan Utsmani sendiri di Turki," paparnya.

Turki Utsmani tahun demi tahun, akhirnya masuk dalam salah satu dari tiga Kerajaan Islam besar yang disebutkan di atas.

"Bukann tanpa sebab, itu semua bisa dilihat dari berbagai aspek seperti luas wilayah kekuasaannya yang membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, sampai Asia Tengah," lanjutnya.

"Bukan hanya memiliki wilayah yang luas, ibu kota dari kerajaan Turki Utsmani yakni Istanbul dulunya merupakan ibukota dari dua imperum besar dunia yaitu kerajaan Yunani dan Romawi kuno."

Baca Juga: Meriam Lada Secupak: Tanda Cinta Kekaisaran Ottoman untuk Aceh

Atikah juga menyebut bahwa asal dari orang-orang Turki Utsmani disilsilahkan kepada sebuah suku kecil, suku Oghuz yang sudah bertempat tinggal di bagian Utara Tiongkok.

Suku Turki Oghuz

Istilah suku Turki Oghuz sendiri secara bertahap berganti menjadi Turkmen dan Turcoman pada abad ke-13.

Pada masa awal, mereka menganut agama Tengrist , mendirikan banyak patung pemakaman kayu berukir yang dikelilingi oleh monolit dan melakukan ritual berburu dan perjamuan yang rumit.

Ibn al-Athir, seorang sejarawan Arab, mengklaim bahwa suku Turki Oghuz sebagian besar bermukim di Transoxiana, antara Laut Kaspia dan Laut Aral, selama masa khalifah Al-Mahdi (setelah 775 M).

Pada tahun 780, wilayah timur Syr Darya dikuasai oleh suku Turki Karluk dan di sebelah baratnya adalah suku Oghuz. Transoxiana, tanah air utama mereka pada abad-abad berikutnya dikenal sebagai "Steppe Oghuz".

Pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah Al-Ma'mun (813–833), nama Oghuz mulai muncul dalam karya-karya penulis Islam.

Dede Korkut, sebuah epik sejarah Oghuz, mengandung gema sejarah abad ke-9 dan ke-10 tetapi kemungkinan ditulis beberapa abad kemudian.

Orang-orang Turki Oghuz di Yangikent digambarkan "berbeda dari orang-orang Turki lainnya karena keberanian, mata mereka yang sipit, dan perawakan mereka yang kecil".

Seiring berjalannya waktu, penampilan fisik orang-orang Turki Oghuz berubah.

Sejarawan Rashid al-Din Hamadani menyatakan "karena iklim, ciri-ciri mereka secara bertahap berubah menjadi orang-orang Tajik."

Baca Juga: Mengenang Mesranya Hubungan Kekaisaran Ottoman dengan Kerajaan Jawa

"Karena mereka bukan orang Tajik, orang-orang Tajik menyebut mereka turkman, yang artinya seperti orang Turki," lanjutnya.

Hafiz Tanish Mir Muhammad Bukhari juga meriwayatkan bahwa "wajah orang-orang Turki Oghuz tidak tetap seperti setelah migrasi mereka ke Transoxiana dan Iran."

Khan Khiva , Abu al-Ghazi Bahadur , dalam risalah berbahasa Chagatai- nya Genealogy of the Turkmens , menulis bahwa "dagu mereka (Turki Oghuz) mulai menyempit, mata mereka mulai membesar, wajah mereka mulai mengecil, dan hidung mereka mulai membesar setelah lima atau enam generasi."

Sejarawan Ottoman Mustafa Ali berkomentar dalam Kunhuʾl-ahbar bahwa orang Turki Anatolia dan elit Ottoman bercampur secara etnis:

"Sebagian besar penduduk Rum memiliki asal etnis yang membingungkan. Di antara orang-orang terkemuka di sana, hanya sedikit yang garis keturunannya tidak kembali ke Islam."

Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol berhasil menyerang Kerajaan Saljuk, dan Sultan Alauddin II syahid terbunuh.

Kerajaan Saljuk pada masa itu terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil.

Utsman juga mengambil kesempatan tersebut dan menyatakan kemerdekaan serta berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, Turki Utsmani dinyatakan berdiri.

Adapun penguasa pertamanya adalah Utsman yang kemudian seringkali disebut Utsman I.

Ibukota dari negara Turki Utsmani ini kemudian pertama kali didirikan pada 1326 M, bertempat di Brusa.

Mendekati 1366 M daulah itu telah berkembang lebih stabil dan mendapatkan pijakan yang lebih kokoh di daratan Eropa, hingga berkembang menjadi sebuah kerajaan besar dengan Andrianopel (Edirna) sebagai ibukota-nya.9 Utsman I memikul tanggung jawab kepemimpinan orang-orang Turki pada tahun 1299 M.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Kapan Sebenarnya Konstantinopel Berubah jadi Istanbul?

Dia dianggap sebagai Sultan mereka yang pertama sehingga dari namanyalah mereka menganggap Ottoman (Turki Utsmani) berasal.

Kehidupan Utsman I yang merupakan perintis Turki Utsmani diwarnai dengan jihad dan dakwah dijalan Allah.

Para ulama selalu berada di sekitarnya sebagai penasehat yang selalu membantu baik dalam masalah ketatanegaraan, implementasi syariah, atau pengendalian kekuasaan.

Sepeninggalan Utsman kepemimpinan ahirnya diserahkan kepada putranya Orkhan I yang sekaligus memberi penegasan atas berdirinya Kerajaan Turki Utsmani.

Orkhan mengeluarkan berbagai kebijakan yakni dari memindahkan ibukota hingga mengangkat saudaranya Alauddin menjadi perdana menteri (wazir besar), saat itulah Turki Utsmani memakai wazir besar yang disebutnya Shadr a’zam.

Kehidupan Sosial Suku Oghuz

Dalam tradisi Oghuz, "masyarakat terbetuk dari pertumbuhan keluarga-keluarga inti".

Namun, mereka juga tumbuh melalui aliansi dan perluasan berbagai kelompok, biasanya melalui pernikahan.

Rumah tenda suku Oghuz didirikan di atas tiang-tiang kayu dan ditutupi dengan kulit atau kain tenun yang disebut yurt. 

Masakan mereka cukup beragam dari rebusan, kebab, sup Toyga (berarti "sup pernikahan"), Kimiz (minuman tradisional Turki, terbuat dari susu kuda yang difermentasi), Pekmez (sirup yang terbuat dari jus anggur rebus) dan helva yang dibuat dengan tepung terigu atau tepung beras, tutmac (sup mie), yufka (roti pipih), katmer (kue berlapis), chorek (roti berbentuk cincin), roti, krim kental, keju, yoghurt, susu dan ayran (minuman yoghurt encer), serta anggur.

Tatanan sosial dipertahankan dengan menekankan "kebenaran dalam perilaku, ritual, dan upacara."

Baca Juga: Bagaimana Ikaria Tundukkan Ottoman dan Jadi Negara Merdeka Terkecil dalam Sejarah Dunia?

Upacara-upacara tersebut mempertemukan anggota masyarakat yang tersebar untuk merayakan kelahiran, pubertas, pernikahan, dan kematian.

Upacara-upacara tersebut memiliki dampak meminimalkan bahaya sosial dan juga menyesuaikan orang-orang satu sama lain dalam kondisi emosional yang terkendali. 

Laki-laki yang memiliki hubungan patrilineal dan keluarga mereka dianggap sebagai kelompok pemilik hak atas wilayah tertentu dan dibedakan dari tetangga berdasarkan wilayah.

Pernikahan sering diatur di antara kelompok teritorial sehingga kelompok tetangga bisa terhubung, tetapi ini adalah satu-satunya prinsip pengorganisasian yang memperluas kesatuan teritorial.

Setiap komunitas Turki Oghuz dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang lebih besar yang terdiri dari kerabat jauh maupun dekat. Hal tersebut menandakan "kesetiaan kesukuan".

Mereka tidak terlalu mengejar kekayaan dan sebagian besar menjadi penggembala atau bertani. 

Status dalam keluarga didasarkan pada usia, jenis kelamin, hubungan darah, atau kemampuan menikah.

Laki-laki, seperti halnya perempuan, aktif dalam masyarakat, namun laki-laki adalah tulang punggung kepemimpinan dan organisasi.

Dede Korkut menggambarkan budaya para perempuan Turki Oghuzsebagai para ahli berkuda, pemanah, dan atlet.

Para tetuanya dihormati sebagai guru spiritual sumber kebijaksanaan.

Melalui perjalanan bangsa yang begitu panjang, tidak mengherankan jika suku Oghuz kemudian menjadi leluhur orang-orang Turki Utsmani yang menakjubkan. ***

Baca Juga: Mengapa Sultan Selim I Dijuluki Si Bengis di Kekaisaran Ottoman?