Di atas geladak, kami disuguhkan pemandangan Selat Madura yang indah, ombaknya menari-nari diiringi laju kapal yang membelah lautan. Malam pun tiba, menyelimuti kami dengan ketenangan di tengah lautan yang luas.
Menyambut fajar di Lombok dan menjelajah keindahan Sumbawa
Fajar menyingsing di ufuk timur, menyapa kami yang masih terlelap di atas kapal. Semilir angin Selat Lombok membelai wajah saat kapal kami bersandar di Pelabuhan Lembar, pelabuhan terbesar di pulau Lombok. Pukul 11.00 WITA, kami pun siap untuk memulai petualangan selanjutnya.
Segera setelah memastikan keadaan, kami menghubungi Yusri Yustisia, rekan suku Sasak yang tinggal di Mataram. Tak lama kemudian, mobil dari Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat menjemput kami. Di sana, kami disambut dengan hangat oleh Bapak Jamaluddin Maladi, selaku Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB. Tanpa membuang waktu, kami bergegas menuju Terminal Mandalika, Mataram.
Suasana Terminal Mandalika terasa lengang saat itu. Tepat sebelum bus Surabaya Indah menuju Bima berangkat, Yusri, rekan kami, akhirnya bergabung. Perjalanan menuju Basecamp Pancasila di Gunung Tambora masih terbentang cukup jauh, yaitu 454 km. Diperkirakan waktu tempuhnya lebih dari 10 jam, dengan satu selat lagi yang harus kami seberangi, yaitu Selat Alas.
Kami menaiki bus Surabaya Indah dengan trayek Lombok-Bima. Tiket bus seharga Rp250.000 ini sudah termasuk makan malam dan tiket kapal penyeberangan dari Pelabuhan Kayangan menuju Pelabuhan Poto Tano.
Tepat pukul 17.00 WITA, panorama senja yang indah menyapa kami di Pelabuhan Kayangan. Langit jingga berpadu dengan hamparan bukit sabana, menghadirkan pemandangan yang begitu memukau. Dari pelabuhan inilah kami akan menyeberangi Selat Alas menuju Pelabuhan Poto Tano di pulau Sumbawa. Bus kami pun masuk ke dalam lambung kapal.
Perjalanan berlanjut menuju pulau Sumbawa. Melewati Jalur Trans Sumbawa, kami disuguhkan pemandangan alam yang memesona. Angin malam membawa kami hanyut dalam lamunan, diiringi alunan musik Melayu yang mengalun merdu dari perangkat suara bus. Kelelahan perjalanan pun terasa terbayar dengan keindahan alam yang tersaji di hadapan mata.
Menggapai kaki Gunung Tambora
Tepat pukul 03.00 WITA, bus kami tiba di Pertigaan Manggalewa, sebuah simpul jalan yang menghubungkan Dompu dan Bima. Di sana, kami disambut hangat oleh mobil dari Balai Taman Nasional Tambora.
Dedi Bimpo, sang petugas taman nasional, menjelaskan bahwa Basecamp Pancasila masih berjarak 3 jam perjalanan dari pertigaan tersebut. Bagi para pendaki yang ingin menghemat tenaga, ojek dari Pertigaan Manggalewa menuju Basecamp Pancasila tersedia dengan tarif Rp50.000-Rp100.000.
Baca Juga: Erupsi Gunung Tambora Dikonfirmasi Menjadi Penyebab 'Tahun Tanpa Musim Panas'