Jejak Langkah di Lombok: Pendakian Gunung Tambora dan Pesona Wisata Alam

By National Geographic Indonesia, Jumat, 2 Agustus 2024 | 12:00 WIB
Berfoto di Pulau Meres Pulau Lombok. ()

Perjalanan dilanjutkan hingga kami tiba di pertigaan gazebo. Di sana, kami memutuskan untuk menggunakan jasa ojek motor untuk mengantarkan kami kembali ke basecamp. Harga ojek telah dinego sebelumnya, dan kami pun siap untuk melanjutkan perjalanan.

Kondisi jalan menuju basecamp terbilang rusak parah. Namun, sang pengendara ojek motor melaju dengan penuh semangat dan keahlian. Sekitar pukul 16.45 WITA, kami akhirnya tiba di Basecamp Pancasila.

Sandi, petugas basecamp, menyambut kami dengan ramah. Ia membantu kami mengecek barang bawaan untuk memastikan tidak ada sampah yang tertinggal di kawasan Taman Nasional Tambora.

Senja mulai menyapa, menghadirkan suasana yang indah namun diwarnai dengan sedikit rasa haru karena petualangan pendakian Gunung Tambora harus berakhir.Kembali ke Peradaban

Tepat pukul 10.00 WITA, bus Sinar Rejeki dengan trayek Calabai-Mataram tiba di depan basecamp Pancasila untuk menjemput kami. Bus ini menawarkan layanan unik, yaitu mengantarkan penumpang hingga ke rumah atau desa mereka. Tanpa membuang waktu, kami segera menaikkan ransel ke atap bus dan bersiap untuk memulai perjalanan pulang.

Sebelum berangkat, kami menyempatkan diri untuk membagikan majalah National Geographic Indonesia kepada tim Basecamp Pancasila sebagai bentuk rasa terima kasih atas keramahan dan pelayanan mereka selama kami berada di sana.

Perjalanan pulang memakan waktu satu hari penuh. Bus melaju perlahan melewati jalan-jalan desa, menjemput penumpang di sepanjang rute. Kondisi jalan desa umumnya sudah cukup bagus, mungkin karena efek dari perkembangan pariwisata di kawasan ini. Namun, sarana umum di beberapa desa masih terkesan seadanya.

Bus terus melaju, melewati jalan lintas Sumbawa yang halus namun cukup sempit. Di sisi kanan kami, terhampar luas pemandangan indah Teluk Saleh yang berkilauan di bawah sinar matahari.

Sekitar pukul 22.30 WITA, kami tiba di Pelabuhan Pototano. Bus kemudian memasuki kapal untuk menyeberang ke Pelabuhan Kayangan di pulau Lombok.

Perjalanan laut memakan waktu sekitar 3 jam. Pukul 01.30 WITA, kami mendarat di bumi Lombok dan melanjutkan perjalanan menuju Terminal Mandalika di kota Mataram.

Kelelahan fisik dan mental setelah pendakian selama enam hari membuat kami tidak bersemangat untuk mendokumentasikan sisa perjalanan. 12 jam lebih perjalanan bus cukup untuk memaksa kami tertidur di bangku bus.

Menjelajahi Mataram dan Sekitarnya

Kicauan pedagang asongan dan hiruk pikuk terminal mengantarkan kami kembali ke peradaban. Pagi itu, tepat pukul 06.00 WITA, bus Sinar Rejeki memasuki Terminal Mandalika dengan santai.

Kami pun turun dari bus dan mencari warung kopi untuk menyegarkan diri setelah perjalanan panjang. Terminal Mandalika merupakan terminal terbesar di ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat ini.

Setelah beristirahat sejenak, kami memesan ojek mobil online dengan tarif Rp50.000 untuk menuju basecamp rekan kami, Taman Baca Teman Baca di Kota Mataram. Tak sampai setengah jam, kami sudah disambut dengan hangat oleh Dedi, ketua Taman Baca. Kami pun menyerahkan majalah National Geographic Indonesia sebagai tanda terima kasih atas keramahan mereka.

Selanjutnya, kami dijemput dengan mobil Dinas Pariwisata Provinsi NTB untuk menjelajahi Mataram dan sekitarnya. Tujuan pertama kami adalah Museum Negeri Nusa Tenggara Barat. Sekitar pukul 10.00 WITA, kami memasuki museum dan mulai menyelami kekayaan sejarah dan budaya Nusa Tenggara Barat.

Utari Novita Sari, tim ekspedisi belajar menenun kain etnik khas Desa Sade di Desa Wisata Sade. ()

Setelah puas menjelajahi museum, kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Wisata Etnik Desa Sade. Desa ini telah membangun peradabannya selama lebih dari 1.000 tahun dan masih menjaga tradisi dan budaya leluhur mereka dengan baik. Ditemani pemandu lokal, kami menyusuri "lorong waktu" Desa Sade dan merasakan atmosfer kehidupan masyarakat setempat. Kami pun berkesempatan untuk menumpang ibadah Sholat Jum'at di Masjid Desa Sade.

Cuaca semakin panas, dan kami pun melanjutkan perjalanan menuju Pantai Merese, sebuah wisata alam yang memukau di pinggir Samudera Hindia. Melewati jalan di depan Sirkuit Mandalika, kami tiba di Pantai Merese sekitar pukul 14.00 siang. Pemandangan pantai yang indah dengan bukit-bukit yang menjulang tinggi menjadi bingkai alam yang begitu memukau.