Surya baru saja memancarkan sinarnya ketika kami tiba di Resort Basecamp Pancasila pada pukul 06.00 WITA. Resort ini menjadi titik awal pendakian Gunung Tambora. Di sana, kami bercengkrama dengan Saiful Bahri, seorang pemandu lokal yang ramah, sambil menikmati sarapan di warung makan miliknya yang terletak tepat di depan resort. Keakraban dan semangat untuk mendaki pun semakin terjalin kuat.
Setengah jam perjalanan dari resort, terdapat Pasar Tradisional Senen. Kami pun menyempatkan diri untuk berbelanja perbekalan yang belum sempat dibeli sebelumnya.
Sekitar pukul 12, kami memulai pendakian Gunung Tambora. Tujuan pertama kami adalah Pintu Rimba, batas antara hutan dengan kebun masyarakat. Jalur menuju Pintu Rimba dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan ojek motor dengan tarif Rp100.000. Untuk memaksimalkan aklimatisasi, kami memilih untuk berjalan kaki.
Perjalanan kami melewati desa, kebun, dan jalanan yang rusak. Sebelum mencapai Pintu Rimba, kami menjumpai sebuah kampung di tengah hutan, tepat di lereng Tambora. Sekitar 30 rumah tampak menyembul di antara pepohonan. Kampung tersebut bernama Kampung Bali, dan dihuni oleh mayoritas masyarakat transmigran dari Bali. Sebuah pura megah berdiri kokoh di antara barisan rumah-rumah.
Matahari masih bersinar terang di ufuk barat saat kami tiba di Pintu Rimba pada pukul 15.30 WITA. Di sini, kami mengisi kembali persediaan air sebelum melanjutkan perjalanan ke Pos 1.
Nuansa hutan rimba mulai terasa saat kami melangkah menuju Pos 1. Di sepanjang jalur, kami disuguhkan pemandangan pepohonan kopi milik warga. Keunikan yang menarik perhatian kami adalah banyaknya pohon yang diikat dengan kain bermotif kotak-kotak. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan kepercayaan bagi penganut Hindu di Kampung Bali.
Awal jalur menuju Pos 1 dilengkapi dengan pagar besi pembatas dan jalanan berlapis semen. Namun, kerusakan pada jalur tersebut terlihat jelas.
Pada pukul 19.30 WITA, diiringi alunan orkestra serangga hutan yang merdu, kami akhirnya mencapai Pos 1. Segera kami mendirikan tenda dan bersiap untuk menghabiskan malam. Di Pos 1 ini terdapat mata air yang aman untuk digunakan untuk memasak dan minum.
Dengan ditemani alunan alam yang menenangkan, kami menyantap makan malam dan bersiap untuk beristirahat. Yusri, dengan sigap, menambahkan kayu bakar ke dalam perapian, memastikan cahaya api yang terang sebagai simbol kehidupan di tengah hutan belantara.
Mendaki Menuju Puncak Tambora
Fajar menyingsing, mewarnai langit dengan semburat jingga yang indah. Burung-burung dan ayam hutan masih tertidur lelap saat kami terbangun pada pukul 03.00 WITA. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu, hari untuk memulai summit attack Gunung Tambora. Namun, berbeda dengan summit attack pada umumnya, pendakian kali ini lebih singkat dan fokus pada persiapan matang untuk mencapai puncak.
Baca Juga: Akibat Adu Mulut Soal Anjing, Gunung Tambora Pecah Menebar Bencana