Jejak Langkah di Lombok: Pendakian Gunung Tambora dan Pesona Wisata Alam

By National Geographic Indonesia, Jumat, 2 Agustus 2024 | 12:00 WIB
Berfoto di Pulau Meres Pulau Lombok. ()

Utari, dengan sigapnya, menyiapkan sarapan pagi untuk tim. Hangatnya api unggun dan aroma makanan yang lezat membangkitkan semangat kami untuk memulai perjalanan. Kami meninggalkan tenda, ransel, dan logistik utama di Pos 1, menggantungnya dengan aman untuk mengantisipasi serangan babi hutan.

Tiba di Pos Bayangan Pos 2 dalam Pendakian Gunung Tambora. ()

Pukul 04.00 WITA, kami memulai pendakian menuju Pos 2. Hutan masih diselimuti kabut tipis, sunyi sepi, hanya suara langkah kaki dan kicauan burung yang menemani. Medan yang dilalui didominasi tanjakan curam, dan kami harus mewaspadai serangan pacet yang mulai terasa.

Sekitar pukul 04.56 WITA, kami tiba di Pos Bayangan Pos 2, sebuah peristirahatan singkat dengan gazebo yang sederhana. Tak lama kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 yang sesungguhnya.

Medan masih terus menanjak hingga kami tiba di Pos 2 pada pukul 05.56 WITA. Matahari mulai bersinar terang, menghangatkan tubuh kami yang terasa dingin. Di Pos 2, tidak terdapat shelter, hanya area camping ground yang cukup untuk 2-4 tenda. Beruntung, terdapat sungai jernih yang mengalir di dekatnya, sehingga kami dapat mengisi air dan bahkan mandi untuk menyegarkan diri.

Perjalanan selanjutnya menuju Pos 3 semakin menantang. Medan didominasi oleh hutan pakis yang lebat, dan serangan pacet semakin menjadi. Kami juga harus berhati-hati dengan daun jelatang yang dapat menyebabkan rasa perih dan panas pada kulit.

Setelah melewati medan yang berat, kami akhirnya sampai di Pos 3 pada pukul 08.30 WITA. Di sini, terdapat gazebo dan area camping ground yang cukup untuk 5-7 tenda. Sekitar 200 meter ke bawah Pos 3, terdapat mata air dan toilet yang sudah rusak. Semangat kami untuk mencapai puncak Tambora semakin berkobar di Pos 3 ini.

Segera setelah mengisi air dan beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 4. Ingat, di Pos 3 inilah tempat ideal untuk mengisi penuh persediaan air, karena di Pos 4 dan seterusnya, air tidak tersedia.

Medan menuju Pos 4 bervariasi, dengan tanjakan, turunan, dan jalan datar. Hutan pakis masih mendominasi, namun serangan pacet mulai berkurang. Di sepanjang jalur, kami melihat banyak pohon mati yang terbakar, kemungkinan akibat kebakaran hutan. Kabut tipis juga mulai turun sesekali, menambah kesan dramatis pada perjalanan kami.

Sekitar pukul 10.23 WITA, kami tiba di Pos 4. Di sini, tidak terdapat mata air, camping ground, ataupun shelter. Hanya ada sepetak tanah datar untuk beristirahat. Kami menyalakan kompor dan memasak makan siang, ditemani oleh kokok ayam hutan yang sesekali terdengar.

Pada pukul 11.00 WITA, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 5, pos terakhir sebelum puncak. Jalur semakin menanjak, dan kabut semakin tebal. Daun jelatang masih terlihat sesekali, dan pohon cemara yang rimbun menghiasi pemandangan di sekitar kami.

Sekitar pukul 12.30 WITA, kami sampai di Pos 5. Di sini, tidak terdapat shelter, tetapi ada area camping ground di sabana. Mata air di Pos 5 berupa kubangan tadah hujan dan tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, penting untuk mengisi air di Pos 3 sebelum melanjutkan perjalanan.