Swara Terubus: Sosok Melankolis yang Membingkai Kesadaran Ekologis

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 5 Agustus 2024 | 06:00 WIB
Lukisan berjudul 'Mewangi' karya Alodia Yap, 2023, menampilkan perempuan yang digelayuti bunga-bunga kenanga. Ia ingin menceritakan tentang pengalamannya bersanding dengan alam dan perjumpaan-perjumpaan bersama para penghuninya—puspa dan satwa. Lukisannya diracik melalui pengamatan sains dan sentuhan seni, sehingga memiliki kekayaan pesan cerita yang menghubungkan kerinduan antara manusia dan alam. Juga, sejauh mana penghargaan masyarakat pada sosok perempuan. (ALODIA YAP/SWARA TERUBUS)

Di sudut lainnya, saya menjumpai seri lukisan bertajuk "Thriving". Tiga lukisan yang menampilkan wajah perempuan muda berkarakter mirip dengan lukisan "Jarum Biru" dan "Belajar Mendengar". Namun, dalam seri ini masing-masing berkelindan dengan puspa liar yang merambat. 

Kebetulan semua wajah perempuan itu tampak identik. Saya pun tergelitik untuk menanyakan langsung kepada sang seniman, apakah sosok dalam lukisan-lukisan itu merupakan representasi dirinya?

"Enggak pernah secara sadar berusaha menggambar diri," ungkap Alodia."Tapi kata orang memang jangan-jangan cerminan diri. Karena paling familiar dengan wajah sendiri jadi [subjek lukisan] mirip ke sana juga." Dia juga menambahkan bahwa sosok dalam lukisannya bukanlah anak-anak, melainkan perempuan dewasa dengan lekuk tubuh pascapubertas.

Perayaan gagasan bertumbuh bersama alam

Pameran solo bertajuk Swara Terubus digelar di Matraman Art Space pada 21 Juli sampai 11 Agustus 2024. Pameran ini menampilkan 23 lukisan karya Alodia Yap, yang sebagian besar diselesaikannya pada tahun ini. Selama Januari-Juli, sekurang-kurangnya ia menyelesaikan  dua sampai tiga lukisan dalam satu bulan.

Lukisan 'Thriving 3' merupakan satu dari tiga seri lukisan yang menampilkan wajah perempuan muda yang digelayuti tumbuhan liar wijayakusuma (Epiphyllum anguliger). Alodia menaruh perhatian pada tetumbuhan liar yang dijumpainya, yang kerap terabaikan dan dituduh sebagai gulma dan tumbuhan tak berguna. (ALODIA YAP/SWARA TERUBUS)

Alodia, yang pada warsa ini berusia 29 tahun, lahir dan tumbuh dalam kebinekaan budaya di Salatiga. Kota kecil itu memilki pesona bangunan-bangunan tua yang berlatar Gunung Merbabu nan juwita. Talentanya dalam seni rupa telah ditempa semenjak kanak-kanak. Di kota itu pula ia menuntaskan kuliahnya di Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana.

Barangkali, bakat melukisnya diturunkan dari sang kakek. Alodia mengungkapkan bahwa lukisan karya kakeknya masih dipajang di Klenteng Hok Tek Bio, Salatiga. "Lukisan kaca gitu," ujarnya, "yang ditaruh di atas pintu-pintu ruang doa."

Lanskap geografi kota dan kebiasaannya sebagai pejalan kaki telah memberinya peluang untuk berinteraksi lebih dekat bersama alam—menapaki tepian hutan sampai lanskap pegunungan. Kota kelahirannya menjadi tempatnya mengekspresikan pemikiran dan gagasan melalui mural dan lukisan tentang perempuan. 

"Pameran ini secara umum adalah perayaan dari endapan gagasanku sekitar tahun 2019-2022 tentang bertumbuh," ungkapnya. Alodia berkisah bahwa pada tahun-tahun itulah ia kerap menjelajahi pelosok Salatiga, gunung dan rawa. Dalam perjalanan itu ia menjumpai tetumbuhan liar dan ragam serangga.

Salah satu karyanya tahun ini bertajuk 'Menumbuh dan Bertumbuh 2' yang mewakili pemikiran Alodia tentang tumbuhan liar yang merambat. Sejatinya tumbuhan itu memiliki kekuatan tersembuyi untuk melebur bersama dirinya. (ALODIA YAP/SWARA TERUBUS)

Perjumpaan-perjumpaan itu telah membangkitkan pertanyaan dalam benaknya tentang di balik maksud kehadiran tetumbuhan seperti mungilnya begonia sampai talas yang begitu besar dan tegap berdiri menjulang. "Berharapnya mencari kontempelasi tapi ujung-ujungnya aku ngalamun aja," ujarnya.