Nationalgeographic.co.id—Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno sangat mendukung Dayung Jelajah Nusantara (DJN) yang diinisiasi oleh Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri.
"Kita sangat mendukung karena meneruskan inisiasi kita (dalam wisata bahari)," ucap Sandiaga saat melepas tim DJN Belitong di Nur Corner, Jakarta, Selasa (6/8/2024).
"Apalagi didukung mitra-mitra kami, (yaitu) Eiger dan juga National Geographic Indonesia," ungkap pria yang kerap disapa Mas Menteri tersebut.
Sandiaga juga berharap ekspedisi yang akan dilakukan pada Agustus hingga September 2024 tersebut mampu meningkatkan minat masyarakat dalam wisata kayak serta mampu memperluas destinasi prioritas di Indonesia.
"Ini sesuai banget dengan footprint yang pemerintah ingin kembangkan terutama berkaitan dengan wisata minat khusus," papar Sandiaga.
Ekspedisi yang berkelanjutan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Ekspedisi Dayung Jelajah Nusantara Wanadri, Yoppi R Saragih menyatakan bahwa DJN merupakan ekspedisi baru dari Wanadri yang menggunakan dayung sebagai alat untuk melakukan perjalanan.
"Ini adalah kegiatan yang kita ingin dilakukan berkesinambungan di Wanadri," ujar Yoppi yang mengakui bahwa target besarnya adalah bisa mengelilingi seluruh pulau besar di Indonesia.
Menurut Yoppi, setidaknya ada tiga poin utama dari DJN, yaitu sebagai sarana mengukuhkan eksistensi Wanadri, sebagai sarana mempromosikan daerah-daerah Indonesia, serta sebagai sarana untuk menginspirasi generasi muda Indonesia agar mau mengenal seluruh pelosok negerinya.
DJN Belitong ini sendiri merupakan ekspedisi lanjutan setelah keberhasilan tim dalam ekspedisi serupa di Flores pada 2023.
Keberhasilan dan hasil dari ekspedisi Flores dalam mendukung pariwisata pesisir berkelanjutan (ekowisata) kemudian menjadi misi yang terintegrasi dengan visi dari ekspedisi DJN selanjutnya.
Baca Juga: Ekspedisi Dayung Jelajah Nusantara: Upaya Kembalikan Semangat Bahari
Pemilihan Belitong sendiri dilakukan didasari oleh berbagai pertimbangan. Mulai dari daerahnya yang memang terkenal indah, adanya nilai-nilai budaya yang menarik untuk dieksplorasi, serta adanya warisan geologis yang pantas untuk dipromosikan.
"Ada jejak-jejak sejarah dari kelautan bangsa (di Belitong)," ungkap Yoppi.
Buaya dan angin
Dengan total jarak tempuh sejauh 442 km, DJN Belitong memang terlihat lebih pendek dibandingkan dengan DJN Flores yang jarak tempuhnya mencapai lebih dari 1000 km.
Namun, menurut Priyo Utomo Laksono, Belitong memiliki tantangan tersendiri berupa angin yang lebih kencang dan adanya konflik manusia-buaya. Untuk itu, Ketua Harian DJN Belitong tersebut mengungkapkan bahwa tim melakukan latihan khusus sebagai mitigasi dari kedua tantangan tersebut.
Terkait angin yang diperkirakan akan lebih kencang dibandingkan dengan pesisir Flores, Priyo menyatakan tim telah melakukan berbagai latihan simulasi untuk bisa menakar wujud ombak yang muncul dalam kecepatan angin tertentu.
Sementara untuk tantangan berupa buaya, Priyo mengaku tim sudah sampai mengumpulkan data dari masyarakat terkait lokasi yang diketahui pernah menjadi titik terjadinya konflik manusia-buaya.
"Kita juga melakukan pelatihan menghadapi buaya langsung di tempat penangkaran buaya di Subang, Jawa Barat," lanjut Priyo.
Ditambah lagi, menurut pria yang juga terlibat dalam DJN Flores tersebut, tim juga sudah mencoba untuk membuka komunikasi dengan lembaga adat untuk meminta masukan dari sisi tradisi.
Penegasan Indonesia sebagai negeri bahari
Ramon Yusuf Tungka, Editor at Large SayaPilihBumi, mengaku sangat antusias dengan keterlibatannya dalam DJN Belitong. Bahkan, dirinya mengaku sangat bangga dan merasa terhormat karena dipercaya untuk menjadi salah seorang ekspeditor.
Baca Juga: Dayung Perahu Naga: Olahraga yang Bisa Ubah Fisik, Mental, dan Ekonomi
Sebab, menurut Ramon, "Ekspedisi ini menegaskan Indonesia sebagai negara bahari yang menyimpan kekayaaan petualangan tropis di dunia."
Untuk menyiapkan dirinya terlibat dalam DJN Belitong, Ramon mengaku telah melakukan berbagai latihan intensif selama beberapa bulan. Pelatihan tersebut melibatkan simulasi penjelajahan dan persiapan melengkapi perbekalan.
Ramon berharap melalui armada kayak laut, DJN Belitong mampu memudahkan tim memasuki wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit untuk dijangkau.
Dengan cara itu, menurut Ramon, tim bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal dengan kekayaan kearifan lokalnya. Termasuk melihat upaya masyarakat dalam pelestarian alam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Komposisi gender yang unik dari kayak
Dalam perbincangan dengan Ayu Laksmi, salah seorang ekspeditor dalam DJN Belitong, terungkap fakta menarik tentang komposisi gender penggemar olahraga kayak.
Wanita yang akrab disapa Moli tersebut mengungkapkan bahwa berdasarkan pengalamannya sebagai pemandu olahraga kayak, jumlah wanita yang memilih aktivitas ini lebih banyak dibandingkan jumlah pria.
"Di Jakarta, saya melihat lebih dari 60 persen pegiat kayak adalah wanita," ungkap Moli.
Meski dalam ekspedisi ini dirinya menjadi wanita satu-satunya, Moli sangat yakin bahwa jika ada wanita lain yang ingin terlibat, hal tersebut sangat mungkin terjadi.
Apalagi dalam kacamatanya sebagai operator kayak, Moli melihat kayak sebagai olahraga yang cocok dan aman untuk dipilih wanita sebagai alternatif kegiatan luar ruangan.
Untuk itu pula, Moli berharap bahwa kelak para wanita bisa lebih banyak mengenalkan pesisir dan laut sebagai bagian dari beranda rumah mereka pada anak-anak mereka. Bukan hanya daratan.
"Perempuan Indonesia juga mulai turun ke laut mengenal beranda beranda lain di Indonesia," ungkap Moli.