Selama tiga dekade berikutnya, Mahmud dari Ghazni akan melakukan lebih dari selusin serangan militer ke kerajaan-kerajaan Hindu dan Ismailiyah di selatan.
Pada saat kematiannya, kekaisaran Mahmud membentang hingga ke pesisir Samudra Hindia di Gujarat selatan.
Mahmud menunjuk raja-raja bawahan setempat untuk memerintah atas namanya di banyak wilayah yang ditaklukkan, sehingga memudahkan hubungan dengan penduduk non-Muslim.
Ia juga menyambut baik para prajurit dan perwira Hindu dan Ismailiyah ke dalam pasukannya.
Akan tetapi, karena biaya ekspansi dan peperangan yang terus-menerus mulai membebani perbendaharaan Gaznawiyah di tahun-tahun terakhir pemerintahannya, Mahmud memerintahkan pasukannya untuk menyasar kuil-kuil Hindu dan merampas sejumlah besar emas dari kuil-kuil tersebut.
Kebijakan Dalam Negeri
Sultan Mahmud mencintai buku dan menghormati para cendekiawan.
Di markasnya di Ghazni, ia membangun perpustakaan yang menyaingi perpustakaan istana khalifah Abbasiyah di Baghdad, yang sekarang berada di Irak.
Mahmud dari Ghazni juga mensponsori pembangunan universitas, istana, dan masjid agung, menjadikan ibu kotanya sebagai permata Asia Tengah.
Pertempuran Terakhir dan Kematian
Pada tahun 1026, sultan berusia 55 tahun itu berangkat untuk menyerang negara bagian Kathiawar, di pantai barat India (Laut Arab). Pasukannya bergerak maju ke selatan hingga ke Somnath, yang terkenal dengan kuilnya yang indah untuk Dewa Siwa.
Meskipun pasukan Mahmud berhasil merebut Somnath, menjarah dan menghancurkan kuil, ada berita yang meresahkan dari Afghanistan.