Misi Berbahaya dan Serba-serbi Kehidupan Para Selir Dinasti Ming

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 13 Agustus 2024 | 12:00 WIB
(Ilustrasi) Kaisar dari Dinasti Ming konon memiliki gundik-gundik atau selir hingga 9.000 banyaknya. (cn2)

Nama plot ini berasal dari tahun renyin, yaitu tahun ke-39 dalam siklus sexageary yang digunakan di China dan peradaban Asia Timur lainnya.

Menurut beberapa sumber, untuk mencari ramuan keabadian kaisar juga mengumpulkan darah menstruasi perawan perempuan dan menggunakannya untuk membuat zat yang disebut 'timbal merah', yang ia konsumsi.

Banyak gadis berusia 13-14 tahun 'dipelihara' untuk diperah guna ramuan keji ini. Para gadis-gadis ini hanya diberi makan daun murbei dan air hujan, karena Kaisar percaya ini dapat menjaga kemurnian zatnya.

Para wanita muda dipukuli, kelaparan dan jika mereka jatuh sakit mereka dibuang. Para gundik atau selir-selirnya ini dipukuli dengan kejam agar tunduk sehingga mereka secara pasif memenuhi setiap keinginan seksualnya.

Ke-16 wanita istana tersebut mulai beraksi pada malam hari saat kaisar sedang di kamar selir favoritnya, Permaisuri Duan (dikenal juga sebagai Lady Cao).

Setelah selir itu mundur bersama para pelayannya, kaisar ditinggalkan sendirian, dan para wanita istana mengambil kesempatan untuk menyerang. Para wanita menahan kaisar sementara seorang selir mencoba mencekiknya dengan pita dari rambutnya.

Ketika aksi ini gagal, mereka mengikatkan tali tirai sutra di lehernya tetapi sayangnya tali simpulnya keliru sehingga tak bisa menjerat hingga mematikan.

Salah satu konspirator panik dan melaporkan upaya pembunuhan itu kepada Permaisuri Fang. Namun, karena kaisar tidak sadarkan diri sampai sore berikutnya, Permaisuri mengambil tindakan sendiri.

Dia menyuruh para wanita istana dieksekusi dengan metode 'mati dengan seribu luka,' yakni dengan mengiris-irisnya secara perlahan.

Permaisuri Duan juga pada akhirnya dieksekusi. Meskipun kemudian ternyata selir itu tidak terlibat dalam plot.

Fakta bahwa upaya pembunuhan terjadi di kamarnya memberikan alasan yang cukup bagi Permaisuri untuk melenyapkan saingan potensial di istana.

Menyusul upaya pembunuhan Jiajing, kaisar mengundurkan diri ke bagian barat Kota Terlarang, di mana ia bisa hidup dalam isolasi, dan berhenti memegang pengadilan selama dua dekade berikutnya dari masa pemerintahannya.

Begitulah serba-serbi kehidupan para perempuan pendamping raja pada Dinasti Ming.