Tanpa Audio dan Visual, Pesan Sebaik Apa Pun akan Sulit Tersampaikan

By Ade S, Jumat, 16 Agustus 2024 | 12:03 WIB
Bekerja sama dengan National Geographic Indonesia, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup menggelar lokakarya fotografi dan videografi di Habitate, Jakarta, Kamis (15/8/2024). (Nico Cheyrol Gainer)

Nationalgeographic.co.id—“Sering ada momen yang terlewat untuk diabadikan saat teman-teman berkunjung ke daerah,” demikian ujar Ade Haris, Kepala Divisi Umum dan Sumber Daya Manusia Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), saat membuka Workshop Fotografi dan Videografi yang dihelat oleh BPDLH, di Habitate, Jakarta, Kamis (15/8/2024).

Ade lalu bercerita bagaimana dirinya kerap menemui rekan kerjanya yang berbagi cerita menarik tentang kunjungannya ke daerah tertentu, namun tanpa ada foto yang bisa ditunjukkan. Pun sebaliknya, ada yang mampu menunjukkan foto, namun, cerita di baliknya justru kurang menarik.

Untuk itulah, Ade merasa perlu untuk menggelar sebuah lokakarya mengenai cara mendapatkan sebuah foto yang tidak hanya mampu merekam momen menarik saat rekan-rekannya berkunjung ke daerah, tapi juga mampu bercerita.

Di sisi lain, dalam kesempatan yang sama, Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia juga mengakui bahwa terkadang mengalami redaksi kesulitan untuk memublikasikan siaran pers dari lembaga pemerintahan karena kurangnya foto yang mumpuni.

“Penemuan sebagus apapun tanpa bisa divisualkan tidak akan bisa kami publikasikan,” ungkap Didi.

Apalagi, bagi Didi, saat ini, semakin sulit untuk mendapatkan perhatian pemirsa melalui teks. Hal yang berbeda jika yang digunakan adalah audio-visual. Padahal, perhatian pemirsa merupakan salah satu kunci jika ingin menyampaikan sebuah kampanye, termasuk kampanye terkait isu lingkungan.

"Privilege" yang tak lagi istimewa

Donny Fernando, fotografer National Geographic Indonesia, membuka pemaparannya dengan status fotografi yang dulu menjadi sebuah privilege, kini justru sudah menjadi keseharian. Sebab, saat ini kamera sudah sangat compact. Termasuk di antaranya, tentu saja, kamera yang sudah otomatis tertanam di dalam ponsel pintar yang sehari-hari kita gunakan.

Fotografer National Geographic Indonesia Donny Fernando dalam Workshop Fotografi dan Videografi yang dihelat oleh BPDLH, di Habitate, Jakarta, Kamis (15/8/2024). (Nico Cheyrol Gainer)

Namun, tetap ada satu bagian penting yang membedakan beragam jenis kamera yang ada sekarang, yaitu sensor. Ini merupakan otak dari setiap kamera yang digunakan. Semakin baik sensor yang digunakan, maka semakin baik pula hasil foto yang dihasilkan.

Hal ini menjadi penting terkait dengan tujuan dari penggunaan kamera. Jika tujuannya masih terbatas untuk keperluan digital, maka sensor kecil seperti di kamera ponsel, itu masih cukup. "Namun, jika tujuannya adalah dicetak, di media kertas misalnya, maka sangat diperlukan kamera dengan sensor besar," papar Donny saat mengisi lokakarya.

Baca Juga: Mengulik Konsep dan Teknik Fotografi Menggunakan iPhone di Bali