Sentuhan Militer Ottoman dalam Laskar Perang Diponegoro vs Belanda

By Muflika Nur Fuaddah, Jumat, 23 Agustus 2024 | 08:00 WIB
(Ilustrasi) Pasukan kawal elitenya yang mengenakan sorban aneka warna panji-panji resimen berlambang ular, bulan sabit, dan ayat-ayat Alquran, ditata dalam kompi-kompi dengan nama seperti Bulkio, Turkio, dan Arkio. (wikimedia)

Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran Diponegoro.

Pengaruh Turki Ottoman

Salah satu Brigade Laskar Diponegoro bernama "Turkiyo", konon berasal dari Turki. Selain itu ia juga menyalin sejumlah pangkat dan nama-nama resimen yang digunakan dalam kemiliteran Ottoman lainnya. 

Pasukan kawal elitenya yang mengenakan sorban aneka warna panji-panji resimen berlambang ular, bulan sabit, dan ayat-ayat Alquran, ditata dalam kompi-kompi dengan nama seperti Bulkio dan Arkio.

Panglima tertinggi saat itu adalah Sentot Ali Basah, yang diadaptasi dari gelar Ali Pasha untuk jenderal militer Turki. Para pangeran dan pejabat tinggi Yogyakarta yang berjuang di pihak Diponegoro juga menggunakan nama dan gelar Turki Usmani, seperti Basah dan Dullah.

Peter Carey, juga mengungkap tentang beberapa nama lain dari pangeran Diponegoro. Selama Perang Jawa, Diponegoro diketahui memakai nama Ngabdulkamit dan yang disenyawakan dalam gelarnya sebagai raja, yakni Sultan Erucokro.

Diponegoro juga menggunakan nama Ngabdulkamit di Manado dan dalam karya-karya tulis keagamaannya. Nama Ngabdulkamit sendiri merujuk kepada nama sultan Turki, bangsa yang dikaguminya, 'Abd al-Hamid I, raja Turki pertama yang mengaku punya kewenangan sebagai khalifah.

Pangeran Diponegoro juga mempelajari aneka upaya Sultan 'Abd al-Hamid I dalam memperbarui tentara Turki Usmani.  "Diponegoro juga menyebut dalam babad karyanya teladan sultan Turki Usmani sebagai penguasa tertinggi Mekah," tulis Peter Carey. "

Panji perang pribadi Diponegoro sendiri pola layar segitiga hijau dengan bulatan matahari di tengah panah bersilang mungkin juga diilhami oleh tradisi militer Turki Usmani.

Peter Carey juga mengungkap bahwa banyak orang Jawa kagus dengan Kekaisaran Ottoman waktu itu sebagai benteng kekuasaan Islam di Timur Tengah dan sebagai pelindung terhadap meluasnya kekuatan Eropa yang Kristen.

Meski begitu, Peter Carey menyebut bahwa Diponegoro tidak mendapat balabantua langsung dari Ottoman dalam Perang Jawa.

Baca Juga: Saat Kelompok Utusan Ottoman Dianggap 'Hama' di Hindia Belanda