Kisah-Kisah Tragedi Mitologi Yunani yang Dikembangkan Jadi Seni Teater

By Sysilia Tanhati, Jumat, 23 Agustus 2024 | 10:00 WIB
Seni teater tragedi Yunani terkenal karena eksplorasinya terhadap tema-tema manusia dan mitologi Yunani yang tak lekang oleh waktu. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Tragedi Yunani adalah bentuk penceritaan yang kuat dan mendalam. Seni teater ini mengeksplorasi kompleksitas kondisi manusia melalui bahasa yang hidup dan narasi yang memukau.

Drama-drama ini sering menggambarkan kejatuhan tragis dari tokoh-tokoh utamanya, yang disebabkan oleh kekurangan dan kegagalan mereka sendiri. Drama ini juga menampilkan kisah-kisah mitologi Yunani.

Melalui eksplorasi sifat manusia ini, tragedi Yunani mengajak penonton untuk menghadapi dan merenungkan banyak nuansa keberadaan manusia.

“Termasuk bahaya kesombongan dan ambisi yang tak terkendali,” tulis Rhianna Padman di laman The Collector.

Sophocles, Euripides, dan Aeschylus, para penulis tragedi Yunani yang paling berpengaruh, menulis pada abad ke-5 SM.

Karya-karya mereka terus memikat dan menggerakkan penonton hingga saat ini. Karya tersebut menawarkan pemeriksaan abadi terhadap pengalaman manusia dan perjuangan universal yang kita semua hadapi.

* "Prometheus Bound" karya Aeschylus

Prometheus Bound karya Aeschylus mengisahkan Prometheus, seorang Titan yang memberontak terhadap para dewa dengan mencuri api dari mereka. Prometheus kemudian memberikannya kepada umat manusia. Tindakan tersebut mengakibatkan ia dipenjara selamanya.

Drama mitologi Yunani ini menampilkan Prometheus sebagai pahlawan pemberani. Ia teguh pada keyakinannya dan menunjukkan cinta yang tak tergoyahkan bagi umat manusia.

Sepanjang drama, ia dikisahkan bertemu dengan berbagai karakter, seperti sesama Titan, bidadari laut, dan bahkan Zeus sendiri. Semua tokoh mitologi Yunani itu mencoba membujuknya agar tunduk dan meminta maaf.

Namun, Prometheus tetap teguh dalam penentangannya. Ia menolak untuk tunduk pada keinginan para dewa dan mempertahankan semangat pemberontakannya hingga akhir.

Baca Juga: Selidik Pedang-Pedang Legendaris dari Mitologi Yunani hingga Jepang

* "Bacchae" karya Euripides

Drama ini dibuka dengan Dionysus yang tiba di Thebes dengan tujuan menyebarkan pemujaannya di antara orang-orang. Dionysus adalah dewa anggur dan pesta pora dalam mitologi Yunani dan pesta pora.

Saat ia sampai, Raja Thebes, Pentheus, dengan keras menolak mengakui keilahian Dionysus dan menentang ajarannya. Sebagai tanggapan, Dionysus membalas dendam.

Sang dewa membuat para wanita Thebes, termasuk ibu Pentheus, Agave, menjadi gila dan tak terkendali. Para wanita ini meninggalkan kota. Mereka terlibat dalam ritual-ritual liar dan berbahaya di pegunungan untuk mengikuti ajaran dewa tersebut.

Pentheus, yang putus asa untuk mempertahankan kendali dan ketertiban, bertindak lebih jauh dengan menyamar sebagai seorang wanita. Ia menyelinap ke kelompok Bacchae di pegunungan untuk memata-matai aktivitas mereka. Akan tetapi, para wanita itu segera menyadarinya. Dalam kegilaan, mereka mengira sang raja adalah binatang.

Para wanita itu pun menyerang dan membunuhnya, dipimpin oleh ibu Pentheus, Agave. “Agave tetap tidak menyadari apa yang telah dilakukannya hingga semuanya terlambat,” tambah Padman.

Drama ini diakhiri dengan kengerian Agave ketika menyadari bahwa ia telah membunuh putranya sendiri. Dionysus muncul di hadapan para tokoh yang terpukul dan menyatakan kemenangannya atas mereka yang menolak mengakui kekuatan ilahinya.

* "Oedipus Rex" karya Sophocles

Tragedi karya Sophocles, Oedipus Rex, adalah kisah menghantui yang membahas konsep takdir dan kehendak bebas. Berlatar di Kota Thebes, drama ini menceritakan kisah Raja Oedipus, yang bertekad untuk mengungkap kebenaran di balik wabah yang menimpa kotanya.

Saat mengungkap misteri tersebut, Oedipus menemukan bahwa dialah sumber wabah tersebut. Hal ini terjadi karena ia tidak menyadari bila telah membunuh ayahnya sendiri dan menikahi ibunya.

Menghadapi kenyataan atas tindakannya, Oedipus membutakan dirinya dan diasingkan dari Thebes. Sementara istri sekaligus ibunya, Jocasta, bunuh diri.

Baca Juga: Enceladus: Kisah Raksasa yang Mengguncang Bumi dalam Mitologi Yunani

Melalui kejatuhan tragis Oedipus, Sophocles mengeksplorasi konsekuensi dari kesombongan dan keterbatasan pengetahuan manusia. Kesimpulan drama yang menghantui ini mengingatkan kita pada kekuatan takdir dan kerapuhan keberadaan manusia.

* "Antigone" karya Sophocles

Setelah peristiwa dalam Oedipus Rex, Antigone karya Sophocles mengeksplorasi konsekuensi bencana dari sebuah keluarga yang terbagi oleh kekuasaan dan ambisi.

Drama ini berpusat di sekitar konflik antara Antigone, putri Oedipus, dan pamannya Creon. Creon naik takhta setelah kematian kedua saudaranya dalam perebutan kekuasaan.

Ketika Creon memutuskan bahwa hanya Eteocles yang harus dimakamkan, Antigone menentangnya dan menguburkan saudaranya Polynices. Hal ini didorong oleh rasa tanggung jawabnya kepada para dewa dan keluarganya.

Tindakan pemberontakannya memicu serangkaian peristiwa tragis. Peristiwa tragis itu mengakibatkan kematian Antigone, tunangannya Haemon, dan istri Creon, Eurydice.

Antigone karya Sophocles mengangkat pertanyaan-pertanyaan yang kuat tentang hakikat keadilan, kesetiaan keluarga, dan batas-batas kekuasaan negara. Drama ini juga menawarkan pelajaran yang serius tentang konsekuensi destruktif dari kesombongan dan otoritas yang tidak terkendali.

* "Electra" karya Sophocles

Electra adalah tragedi dahsyat yang menyelidiki kompleksitas keluarga, kesedihan, dan balas dendam. Drama ini berpusat pada akibat pembunuhan Agamemnon oleh istrinya Clytemnestra dan kekasihnya Aegisthus.

Electra, putri Agamemnon, diliputi kesedihan dan dipenuhi pikiran untuk membalas dendam terhadap ibunya. Ketika saudara laki-lakinya Orestes kembali dari pengasingan, ia dan temannya Pylades menyusun rencana untuk membalas kematian ayah mereka.

Electra awalnya ragu-ragu, takut akan konsekuensi dari tindakan mereka. Akhirnya, ia setuju untuk membantu saudara laki-lakinya. Mereka bersama-sama melakukan pembunuhan dalam adegan yang dramatis dan klimaks.

Baca Juga: Mitologi Yunani: Kisah Menelaus dan Pengkhianatan Pemicu Perang Troya

Namun, konsekuensi dari tindakan mereka menghantui Orestes. Ia tanpa henti dikejar oleh para Furies, roh-roh pembalas dendam dari orang-orang yang terbunuh.

* "Iphigenia di Aulis" karya Euripides

Dalam lakon Euripides, Agamemnon terombang-ambing antara tugasnya sebagai raja dan seorang ayah. Ia berjuang untuk memutuskan apakah akan mengorbankan putrinya atau tidak untuk menenangkan Dewi Artemis dan memastikan keberhasilan misinya.

Iphigenia tiba di Aulis, setelah dibujuk ke sana dengan alasan palsu oleh ayahnya. Sang ayah mengatakan kepadanya bahwa ia akan menikah dengan prajurit Achilles. Ketika ia mengetahui kebenaran situasinya, ia merasa takut dan memohon belas kasihan ayahnya.

Meskipun keberatan, Agamemnon akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pengorbanan tersebut. Pasalnya ia percaya bahwa itu adalah tugasnya sebagai raja dan pelayan para dewa mitologi Yunani. Namun, tepat saat Iphigenia akan dibunuh, Dewi Artemis turun tangan dan membawanya pergi, menggantikannya dengan seekor rusa.

Lakon tersebut berakhir dengan kesadaran Agamemnon akan kengerian yang telah dilakukannya dan kesedihannya atas kehilangan putrinya. Pasukan Yunani akhirnya dapat berlayar menuju Troya. Namun penonton dibiarkan bergulat dengan implikasi etis dan moral dari pengorbanan dan pilihan yang dibuat Agamemnon.

* "The Trojan Women" karya Euripides

Drama ini berlatar saat kejatuhan Troya saat pasukan Yunani menghancurkan kota tersebut. Pasukan Yunani membantai sebagian besar penduduk laki-lakinya, termasuk Raja Priam dan putra-putranya.

Para wanita Troya, di antaranya Ratu Hecuba, putrinya Cassandra, dan Andromache, istri pahlawan Troya, Hector, ditawan oleh orang-orang Yunani. Mereka dipaksa menunggu nasibnya.

Ratu Hecuba menikah dengan Raja Priam dan mereka berdua menjadi penguasa Troya dalam mitologi Yunani. (Public domain)

Dalam kisah tragis ini, Euripides menyelidiki konsekuensi perang yang menghancurkan bagi para wanita Troya. Mereka dilucuti dari rumah, keluarga, dan identitas serta menjadi sasaran berbagai macam bentuk pelecehan.

Baca Juga: Beragam Makna di Balik Kisah Kotak Pandora dalam Mitologi Yunani

Para wanita ini berduka atas kehilangan dan bergulat dengan pencarian tujuan dan harapan di tengah penderitaan yang luar biasa. Hecuba muncul sebagai simbol kuat ketahanan dan keteguhan hati para wanita Troya. Ia menghadapi orang-orang Yunani dan menuntut keadilan dan martabat bagi dirinya dan rakyatnya.

* "Medea" karya Euripides

Drama ini dimulai dengan Medea, seorang wanita yang dicemooh dan diasingkan oleh suaminya Jason, diliputi kesedihan dan kemarahan. Saat ia merenungkan kehilangan status dan posisi dalam masyarakat, Medea memutuskan untuk membalas dendam pada Jason.

Medea dibantu oleh Aegeus, Raja Athena, yang menawarkan perlindungan padanya. Medea berpura-pura berdamai dengan Jason dan mengirimkan hadiah beracun kepada istri barunya dan Creon. Hadiah tersebut menyebabkan kematian mereka yang mengerikan.

Di Colchis, Jason bertemu dengan Medea. Dengan kemampuan menyihir dan pengetahuan tentang ramuan, Medea membantu Jason dalam ekspedisinya. (John William Waterhouse)

Dengan pembalasan dendamnya yang belum tuntas, Medea kemudian beralih ke anak-anaknya, membunuh mereka dalam kemarahan. “Medea membenarkan tindakannya sebagai hal yang diperlukan untuk menghukum Jason,” ujar Padman.

Jason, yang hancur karena kehilangan anak-anaknya, menghadapi Medea, tetapi dia tetap tidak bertobat.

Drama itu diakhiri dengan Medea melarikan diri dari tempat kejadian dengan kereta perang yang dikirim oleh kakeknya, dewa matahari Helios. Ia meninggalkan Jason yang hancur dan sendirian. Penonton dibiarkan menilai moralitas tindakan Medea dan konsekuensi tragis dari pengejaran balas dendamnya.