Prometheus, Satir, dan Api: "Dasar Kambing! Jenggotmu Bisa Kebakaran"

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 26 Agustus 2024 | 15:00 WIB
Two Satyrs, by Peter Paul Rubens (1618) (Peter Paul Rubens (1618))

Nationalgeographic.co.id—Mitologi Yunani Kuno hingga sastra dan seni modern banyak mengisahkan Prometheus yang muncul sebagai penipu sekaligus pembela umat manusia.

Carol Dougherty dalam bukunya Prometheus menjelaskan bahwa cerita Prometheus versi penulis Hesiod menempatkan manusia di suatu tempat di antara dunia para dewa dan dunia binatang dalam sebuah dunia yang ditandai oleh pranata pengorbanan, pertanian, pernikahan, dan pengetahuan yang tidak sempurna tentang masa depan.

Selain itu, seksualitas dan hubungan gender memainkan peran penting dalam pemikiran tentang kondisi manusia pada saat itu. "Dengan membaca mitos Prometheus dalam konteks lintas budaya, kita dapat mengenali bagaimana mitosnya membantu menggali kedalaman budaya Yunani kuno," ungkap Dougherty.

"Ambiguitas dalam kisah ini mengartikulasikan hubungan antara manusia dan dewa, manusia dan hewan, pria dan wanita, budaya dan alam," paparnya. Prometheus juga mengungkap narasi menarik tentang kehidupan manusia Yunani Kuno: masyarakat patriarki, menggantungkan hidup pada pertanian yang langka sumber daya.

Pada zaman berikutnya di Yunani, pemberian api oleh Prometheus kepada umat manusia dianggap sebagai permulaan kemajuan, tapi Hesiod membaca mitos ini sebagai senjakala Zaman Emas. "Bagaimana tidak? gara-gara Prometheus, manusia diusir oleh para dewa dan harus berjuang menjalani hidup yang penuh rintangan," jelas Dougherty.

Kepercayaan Terhadap Prometheus di Athena

Kisah Prometheus memang menjadi karya penting di dunia sastra, namun perannya sangat kecil dalam kehidupan beragama orang orang Yunani zaman arkaik dan klasik. Lucian dari Samosata (120-80 M) menertawakan hal ini dalam karyanya yang berjudul 'Prometheus'.

Pembukaan drama 'Prometheus Bound' karya Aeschylus dibuat parodi, dialog ini berlangsung di Kaukasus di mana Hermes dan Hephaestus tengah bersiap mengikat Prometheus ke gunung. Diceritakan dengan nuansa layaknya di pengadilan, Hermes dan Hephaestus melayangkan tuduhan dan Prometheus dibolehkan membela diri.

Prometheus menyangkal bahwa dirinya menjadi biang kerok segala penderitaan, sebaliknya ulahnya justru membawa berkah. Pertanian mulai berkembang di permukaan bumi, laut-laut diarungi, dan bermunculan berbagai altar, kuil, serta perayaan agama.  'Sejauh mata memandang, terdapat kuil untuk Zeus, Apollo, Hera, dan untuk Anda, wahai Hermes. Tapi tak satu pun untuk Prometheus' (Lucian, Prometheus 14).

Meski tak terdengar gaungnya di banyak kota, namun lain di Athena. Para warga Athena mendirikan sebuah altar untuk Prometheus di Akademi, yang menjadi tempat awal dari beberapa prosesi dan acara penting dalam kalender sipil Athena.

Festival Panathenaic menjadi perayaan paling penting di Athena. Salah satu prosesi yang menandai berakhirnya festival dilakukan dengan menyalakan api menggunakan obor dari  altar Prometheus yang terletak di luar kota menuju pusat kota. 

Baca Juga: Prometheus si Penipu Jenaka Tapi Kurang Ajar dalam Mitologi Yunani