Hari-hari Terakhir Marie Antoinette, Masih Sempat Minta Maaf saat Tak Sengaja Injak Kaki Orang Lain

By Sysilia Tanhati, Selasa, 27 Agustus 2024 | 12:50 WIB
Pada tanggal 16 Oktober 1793, Marie Antoinette dipenggal dengan guillotine. Eksekusinya hanya berjarak beberapa bulan setelah suaminya, Raja Louis XVI, mengalami nasib yang sama. (William Hamilton/Museum of the French Revolution)

Nationalgeographic.co.id—Pada tanggal 16 Oktober 1793, Marie Antoinette dipenggal dengan guillotine. Eksekusinya hanya berjarak beberapa bulan setelah suaminya, Raja Louis XVI, mengalami nasib yang sama.

Kehidupan dan kematian Marie Antoinette kerap menarik rasa ingin tahu banyak orang. Dari Istana Versailles ke sel penjara yang sederhana, hidup Marie Antoinette berakhir di tangan algojo pada tanggal 16 Oktober 1793. Konon hari-hari terakhir Ratu Prancis terakhir itu penuh dengan penghinaan, degradasi, dan darah.

Lalu bagaimana kisah pemenggalan Marie Antoinette di Place de la Revolution di Paris? Ada berbagai peristiwa penuh gejolak yang terjadi sebelum pemenggalan sohor dalam sejarah dunia itu.

Menghabiskan waktu di dalam sel Conciergerie sebelum kematiannya

Sebelas minggu terakhir Marie Antoinette sebelum kematiannya dihabiskan di sel sederhana di Conciergerie. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk merenungkan perubahan dalam hidupnya dan Prancis.

“Dari puncak dunia, Marie Antoinette berakhir di ujung pisau guillotine,” tulis Andrew Milne di laman All That’s Interesting.

Marie Antoinette bahkan bukan orang Prancis. Ia lahir dengan nama Maria Antonia di Wina tahun 1755 dari Permaisuri Maria dari Austria. Putri muda itu dipilih untuk menikah dengan i Prancis, Louis Auguste, ketika saudara perempuannya dianggap tidak cocok.

Dalam persiapan untuk bergabung dengan Kerajaan Prancis yang lebih formal, seorang guru mengajar Maria Antonia muda. Pengajar itu menganggapnya lebih cerdas daripada yang umumnya diperkirakan. Ia juga memperingatkan jika muridnya pun agak malas, sangat sembrono, dan sulit diajar.

Tahun-tahun sebelum kematian Marie Antoinette

Marie Antoinette menerima kesembronoan yang datang secara alami padanya dengan cara yang menonjol bahkan di Versailles. Empat tahun setelah menjadi pusat kehidupan politik Prancis, ia dan suaminya menjadi pemimpinnya. Mereka dinobatkan sebagai raja dan ratu pada tahun 1774.

Ia baru berusia 18 tahun dan merasa frustrasi dengan kepribadiannya dan suaminya yang sangat bertolak belakang. “Selera saya tidak sama dengan selera raja, yang hanya tertarik pada perburuan dan pengerjaan logam,” tulisnya kepada seorang teman pada tahun 1775.

Baca Juga: Marie Antoinette, Tokoh Publik yang Kerap Alami Perundungan di Prancis

Marie Antoinette menekuni semangat Kerajaan Prancis — berjudi, berpesta, dan berbelanja. Kegemarannya ini membuatnya mendapat julukan “Madame Deficit”. Di saat yang sama, rakyat jelata Prancis menderita karena ekonomi yang buruk.

Namun, meskipun ceroboh, ia juga dikenal karena kebaikan hatinya dalam masalah pribadi. Marie Antoinette dilaporkan telah mengadopsi beberapa anak yang kurang beruntung. Seorang dayang dan teman dekatnya bahkan mengenang.

“Ia sangat senang berbuat baik dan benci kehilangan kesempatan untuk melakukannya.”

Revolusi Prancis menggulingkan monarki

Sebaik apa pun Marie Antoinette, kelas bawah Prancis mulai menganggapnya sebagai kambing hitam atas semua masalah di Prancis. Orang-orang memanggilnya L'Autrichienne (jalang).

Kasus kalung berlian memperburuk keadaan. Saat itu seorang bangsawan gadungan menipu seorang kardinal agar membeli kalung yang sangat mahal atas nama ratu. Padahal ratu sebelumnya menolak untuk membelinya. Berita tentang bencana itu tersebar pada tahun 1785.

Orang-orang mengira Marie Antoinette mencoba mendapatkan kalung 650 berlian tanpa membayarnya. Maka reputasinya yang sudah goyah pun hancur.

Terinspirasi oleh Revolusi Amerika, rakyat Prancis pun mulai memberontak. Mereka juga frustasi karena Raja Louis XVI menempatkan Prancis dalam depresi ekonomi sebagian dengan membayar untuk mendukung Amerika.

Kemudian tibalah musim panas tahun 1789. Warga Paris menyerbu Penjara Bastille, membebaskan tahanan politik dari simbol kekuasaan Ancien Regime. Pada bulan Oktober tahun itu, rakyat melakukan kerusuhan karena harga roti yang selangit. Mereka berbaris sejauh 20 km dari ibu kota ke gerbang emas Versailles.

Legenda mengatakan bahwa Marie Antoinette yang ketakutan memikat massa yang sebagian besar perempuan dari balkonnya. Untuk menenangkan massa, ia membungkuk kepada mereka dari atas. Ancaman kekerasan massa berubah menjadi teriakan, “Hidup ratu!”

Namun ratu tidak tenang. “Mereka akan memaksa kita pergi ke Paris, raja dan aku,” katanya, “didahului oleh kepala pengawal kita yang ditombak.”

Baca Juga: Krisis Ekonomi Terjadi, Bagaimana Kehidupan 4 Anak Marie Antoinette?

Marie Antoinette memiliki firasat. Para anggota kerumunan, yang membawa tombak dengan kepala pengawal kerajaan di atasnya, menangkap keluarga kerajaan. Pasangan kerajaan itu pun dibawa ke Istana Tuileries di Paris.

Pasangan kerajaan tersebut tidak ditahan secara resmi hingga Pelarian ke Varennes yang membawa bencana pada bulan Juni 1791. Pelarian itu merupakan upaya gila-gilaan keluarga kerajaan untuk mendapatkan kebebasan di Belanda yang dikuasai Austria. Sayangnya upaya itu gagal karena waktu yang buruk dan kereta kuda yang terlalu besar dan terlalu mencolok.

Keluarga kerajaan dipenjara di Temple dan pada tanggal 21 September 1792, Majelis Nasional secara resmi mendeklarasikan Prancis sebagai republik.

Pengadilan dan hukuman mantan Ratu Prancis

Pada bulan Januari 1793, Raja Louis XVI dijatuhi hukuman mati karena berkonspirasi melawan negara. Ia diizinkan untuk menghabiskan beberapa jam bersama keluarganya hingga dieksekusi di hadapan 20.000 orang.

Sementara itu, Marie Antoinette masih dalam ketidakpastian. Pada awal Agustus, ia dipindahkan dari Temple ke Conciergerie. Conciergerie dikenal sebagai ruang tunggu menuju guillotine. Dua bulan kemudian ia diadili.

“Usianya baru 37 tahun, tetapi rambutnya sudah memutih dan kulitnya juga pucat,” tambah Milne. Namun, ia tetap menjalani persidangan yang menyiksa selama 36 jam yang dijejalkan hanya dalam 2 hari.

Jaksa Antoine Quentin Fouquier-Tinville bermaksud merendahkan karakternya. Hal ini membuat kejahatan apa pun yang dituduhkan kepadanya akan tampak lebih masuk akal.

Untuk itu, persidangan dimulai dengan kejutan. Menurut Fouquier-Tinville, putranya yang berusia 8 tahun, Louis Charles, mengaku telah berhubungan seks dengan ibu dan bibinya.

Marie Antoinette menjawab bahwa ia “tidak tahu” tentang tuduhan tersebut dan jaksa melanjutkan. Namun beberapa menit kemudian seorang anggota juri menuntut jawaban atas pertanyaan tersebut.

“Jika saya belum menjawab, itu karena alam sendiri menolak untuk menjawab tuduhan seperti itu yang ditujukan kepada seorang ibu,” kata mantan ratu. “Saya memohon kepada semua ibu yang hadir di sini - apakah itu benar?”

Baca Juga: Mengapa Marie Antoinette Jadi Simbol Hedonisme Wanita Bangsawan?

Ketenangan Marie Antoinette di pengadilan mungkin membuatnya disukai oleh para hadirin. Sayangnya, ketenangan itu tidak menyelamatkannya dari kematian.

Pada dini hari tanggal 16 Oktober 1793, ia dinyatakan bersalah atas pengkhianatan tingkat tinggi: menguras kas negara dan berkonspirasi melawan keamanan negara. Dakwaan pertama saja sudah cukup untuk mengirimnya ke guillotine.

Hukuman terhadapnya tidak dapat dihindari. Seperti yang dikatakan oleh sejarawan Antonia Fraser, “Marie Antoinette sengaja menjadi sasaran untuk mengikat orang Prancis dalam semacam ikatan darah.”

Menjelang kematian Marie Antoinette

Sesaat sebelum ia menghadapi guillotine di Place de la Revolution, sebagian besar rambutnya yang seputih salju dipotong.

Pada pukul 12:15 siang, dia melangkah ke perancah untuk menyambut algojo Charles-Henri Sanson. Ia adalah algojo terkenal yang baru saja memenggal kepala suaminya 10 bulan sebelumnya.

Pria bertopeng hitam itu adalah pendukung awal mesin Guillotine. Namun ia mungkin tidak pernah bermimpi harus memenggal kepala mantan majikannya, Ratu Prancis.

Eksekusi Ratu Marie Antoinette dengan guillotine. (Anonymous, 1793/Public Domain)

Marie Antoinette, berpakaian putih sederhana yang sangat berbeda dari sutra dan satin biru muda khasnya. Sebelum eksekusi, ia secara tidak sengaja menginjak kaki Sanson.

Dia berbisik kepada pria itu:

“Maafkan saya, Tuan, saya tidak melakukannya dengan sengaja.”

Itulah kata-kata terakhirnya.

Setelah bilah pisau jatuh, Sanson mengangkat kepalanya ke arah kerumunan yang bersorak, yang meneriakkan “Vive la Republique!”

Jenazah Marie Antoinette dibawa ke kuburan di belakang Gereja Madeleine. Saat itu para penggali kubur sedang istirahat makan siang. Kesempatan ini memberi Marie Grosholtz — yang kemudian dikenal sebagai Madame Tussaud — cukup waktu untuk membuat cetakan lilin wajah Marie Antoinette. Setelah itu, sang mantan ratu ditempatkan di kuburan tanpa nama.

Puluhan tahun kemudian, pada tahun 1815, adik laki-laki Louis XVI menggali kembali jenazah Marie Antoinette. Sang ipar memberikannya pemakaman yang layak di Basilika Saint-Denis. Yang tersisa darinya, selain tulang-tulangnya dan sebagian rambutnya yang putih, hanyalah dua ikat pinggang dalam kondisi sangat baik.