Rempah dan Karpet: Akar Hubungan Kekaisaran Ottoman dan Nusantara

By Muflika Nur Fuaddah, Rabu, 28 Agustus 2024 | 16:00 WIB
(Ilustrasi) Sejarah kedatangan Islam ke Kepulauan Nusantara (Open Culture)

Dia berpendapat bahwa ada kesamaan antara batu nisan di Pasai dengan batu nisan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik dengan batu nisan di Cambay, Gujarat. Meskipun teori ini lemah, namun masih diterima secara luas oleh penulis sejarah tentang studi Indonesia, seperti R.A. Kern dan Stapel, H.J. Van den Bergh, H. Kroeskamp, Prijohutomo, dan I.P. Simandjoentak hingga Rosihan Anwar.

Teori lain menyatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dari pedagang Arab, atau datang dari Benggala, atau dari mubaligh Arab (misionaris Islam), atau dari Persia, atau dari Mesir, dan ada teori lain yang mengatakan bahwa Islam datang dari Tiongkok. Jadi, ada banyak teori di sini.

Teori yang mengatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dari pedagang Arab menyatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari sumber langsung, yaitu Arab.

Teori ini didukung oleh Buya HAMKA, Keyzer, M. Yunus Jamil, dan Crawfurd. Dasar dari teori ini adalah catatan yang menyatakan bahwa pada abad ke-7, Muslim Arab sudah ada di pantai barat Sumatra.

Selain itu, ada kesamaan mazhab yang dianut oleh Arab dan Indonesia. Selanjutnya, penggunaan gelar al-Malik pada raja-raja Samudra Pasai, menurut nama para Sultan di Mesir.

"Penyebaran dakwah Islam ke Nusantara bukanlah upaya yang sembarangan," ungkap al-Attas. Rencana Islamisasi Nusantara telah disiapkan sejak abad ke-6 dan menjadi 'agenda serius' dengan strategi yang canggih, agar warga Nusantara menerima agama Islam dan berasimilasi dengan mereka.

Jadi, penyebaran Islam oleh para misionaris Arab ini di Dunia Melayu bukanlah sesuatu yang terjadi secara acak, atau upaya sporadis yang tidak terorganisir yang dilakukan oleh pedagang dan penguasa pelabuhan, atau oleh tarekat sufi yang perannya dilebih-lebihkan.

Ini adalah proses yang bertahap, tetapi direncanakan, diorganisir, dan dilaksanakan sesuai dengan situasi yang tepat waktu. Akibatnya, kedatangan Islam ke Nusantara terjadi langsung dari Mekah atau Arab Saudi.

Proses ini terjadi pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi, ketika Nabi masih hidup. Menurut Sayed Naquib al-Attas, kedatangan Islam di Nusantara terjadi sejak abad ke-7 Masehi.

Pada saat itu, umat Islam memiliki desa di Kanton, yang menunjukkan antusiasme mereka melihat iklim religius yang tinggi dan otoritas administratif.

Mereka mempertahankan keberlanjutan permukiman dan organisasi Islam di Kedah dan Palembang. Selain itu, Islam menjadi penentu positif bagi warga Nusantara. Kedatangan Islam membawa dampak dan mendorong kemajuan kebajikan, serta pandangan dunia yang unggul, pengetahuan, budaya, dan bahasa.

Baca Juga: Belanda 'Lawan' Pengaruh Ottoman Lewat Priyayi dan Elit Modern?