Bagaimana Hubungan Politik Komunitas Arab di Batavia dan Ottoman?

By Muflika Nur Fuaddah, Rabu, 4 September 2024 | 08:00 WIB
Potret pedagang Arab yang berdagang dan bermukim di Batavia. (Collectie Tropenmuseum)

Pada paruh kedua abad ke-19, babak baru terjadi dalam komunitas Hadrami di Hindia Belanda dan Negeri-Negeri Selat, seiring dengan munculnya reformasi Islam dan Pan-Islamisme di Timur Tengah serta penyebarannya ke kepulauan Indonesia, dan juga dengan penunjukan konsul Ottoman di Singapura dan Batavia.

Sejak itu, beberapa pemimpin Hadrami di wilayah tersebut aktif terlibat dalam reformasi sosial-keagamaan yang memiliki dimensi politik dan karenanya diawasi dengan cermat oleh pemerintah kolonial. Dalam aktivisme mereka, mereka menuntut emansipasi, berjuang untuk kemajuan melalui pendidikan, dan terlibat dalam program solidaritas.

Dalam semua ini, Ottoman menjadi pusat harapan dan konsulnya memainkan peran yang tidak kecil. Beberapa arsip Ottoman juga memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang nama-nama dan perkembangan "pelajar dari Jawa" yang belajar di Istanbul dengan beasiswa Ottoman.

Sebagian dari dokumen arsip ini terdapat dalam koleksi arsip Ottoman tentang hubungan Ottoman dengan Indonesia yang disusun oleh sekelompok peneliti Turki.

Peningkatan Populasi

Menurut seorang cendekiawan Belanda, L.W.C. Van den Berg, hubungan antara orang-orang di Hadramaut dan Ottoman pada abad ke-19 sebenarnya hambar. Mereka menghormati Kekhalifahan Ottoman (Turki Utsmani), menyebut namanya dalam doa Jumat, dan mengakui Ottoman sebagai otoritas politik Islam tertinggi.

Namun, hubungan ini lebih bersifat simbolis semata, termasuk bagi mereka yang telah bermigrasi ke Asia Tenggara, sehingga "tidak ada orang Arab di kepulauan yang merasa wajib mematuhi perintah yang dikeluarkan oleh Konstantinopel."

Dia juga memberi contoh bahwa ada seorang Yaman terkemuka yang datang ke Batavia untuk mengumpulkan sumbangan atas nama Ottoman tetapi tidak berhasil, karena orang Hadrami di kota itu tidak antusias dengan hal-hal semacam itu.

Mereka juga digambarkan sebagai orang yang kurang peduli dengan politik selama kepentingan ekonomi mereka tidak terganggu dan umumnya tidak terlibat dalam pemberontakan lokal seperti yang sering dipercayai oleh orang Eropa.

Pengamatan pejabat dan cendekiawan Belanda ini patut dicatat. Van den Berg melakukan penelitiannya tentang orang Arab di Hadramaut dan Hindia Belanda pada tahun 1884-1886.

Beberapa tahun sebelumnya, konsul Ottoman telah diangkat di Singapura dan setelah itu di Batavia. Seiring dengan kemunculan konsul ini di Batavia, orang Hadrami di dunia Indo-Melayu semakin terlibat dalam kegiatan sosio-politik dan akan diamati dengan ketat oleh pemerintah kolonial.

Baca Juga: Rempah dan Karpet: Akar Hubungan Kekaisaran Ottoman dan Nusantara