Sejarah Panjang Paralimpiade: Perjuangan Tanpa Henti Demi Inklusivitas

By Ade S, Selasa, 3 September 2024 | 08:03 WIB
Sejarah panjang Paralimpiade, dari awal yang sederhana hingga menjadi ajang olahraga dunia yang menginspirasi. (Stig Morten Skjæran)

Lebih dari 400 atlet dari 23 negara berkumpul di Roma, Italia, untuk berkompetisi dalam berbagai cabang olahraga, mulai dari memanah, renang, hingga olahraga yang tak biasa seperti snooker. Mereka mengikuti jejak para atlet Olimpiade, berlaga di Stadion Olimpiade Roma.

Sejak saat itu, Paralimpiade menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia olahraga. Konsep penyelenggaraan Paralimpiade setelah Olimpiade di kota tuan rumah yang sama pun dimulai.

Nama "Paralimpiade" sendiri diambil dari bahasa Yunani, "para" yang berarti "di samping". Hal ini menggarisbawahi bahwa Olimpiade dan Paralimpiade berjalan beriringan, saling melengkapi, dan sama-sama merayakan semangat olahraga.

Perjalanan menuju puncak kejayaan dan inklusivitas

Paralimpiade, yang awalnya dimulai sebagai kompetisi kecil-kecilan untuk para veteran perang, telah berkembang menjadi ajang olahraga dunia yang bergengsi dan menginspirasi.

Perjalanan panjang Paralimpiade ini ditandai dengan pertumbuhan pesat baik dari segi jumlah peserta, cabang olahraga, maupun tingkat eksposur media.

Pada tahun 1976, Paralimpiade Toronto berhasil menyatukan lebih dari 1.500 atlet dari 40 negara dalam 13 cabang olahraga berbeda. Tahun yang sama juga menandai debut Paralimpiade Musim Dingin di Swedia, semakin memperkaya variasi kompetisi.

Puncaknya, Paralimpiade Seoul 1988 menggunakan fasilitas yang sama dengan Olimpiade, menandai tonggak penting dalam pengakuan internasional terhadap Paralimpiade.

Paralimpiade Atlanta 1996 bahkan dijuluki sebagai "Acara Olahraga Terbesar Kedua di Dunia" dan disiarkan secara luas di televisi. Peningkatan visibilitas ini mendorong inklusivitas yang lebih besar.

Jika awalnya Paralimpiade hanya diperuntukkan bagi veteran perang dengan cedera tulang belakang, seiring waktu, ajang ini terbuka bagi berbagai jenis disabilitas, seperti amputasi dan tunanetra.

Namun, perluasan peserta ini juga memunculkan tantangan baru. Bagaimana memastikan kompetisi berjalan adil ketika para atlet memiliki tingkat disabilitas yang berbeda-beda?

Untuk menjawab pertanyaan ini, sistem klasifikasi atlet pun diperkenalkan. Sistem ini membagi atlet ke dalam tiga kategori besar berdasarkan jenis dan tingkat disabilitas, yaitu fisik, visual, dan intelektual.

Klasifikasi ini tidak hanya menentukan apakah seorang atlet memenuhi syarat untuk berkompetisi, tetapi juga bagaimana mereka dikelompokkan dalam suatu cabang olahraga.

Bagi atlet seperti Long, Paralimpiade adalah lebih dari sekadar ajang olahraga. Ini adalah hadiah yang mengubah hidup. Dengan koleksi medali yang melampaui perenang legendaris Michael Phelps, Jessica membuktikan bahwa disabilitas bukanlah penghalang untuk mencapai prestasi tertinggi.

"Saya tidak tahu ke mana hidup akan membawa saya," katanya, "tetapi gerakan Paralimpiade telah memberi saya perjalanan yang luar biasa ini."