Bagaimana Obelisk Mesir Kuno bisa Menyebar ke Penjuru Dunia?

By Sysilia Tanhati, Jumat, 6 September 2024 | 16:00 WIB
Obelisk merupakan salah satu ekspresi monumental paling khas dari budaya Mesir kuno. Sayangnya, hanya sedikit yang tersisa di Mesir. (Griffin Wooldridge/Pexels)

Pada 357 M, memperingati tahun ke-20 takhtanya, Constantius II memindahkan dua obelisk dari Kompleks Kuil Karnak di Thebes. Awalnya ditugaskan oleh Firaun Thutmose, obelisk-obelisk tersebut adalah yang tertinggi di dunia, dengan tinggi sekitar 30 meter.

Constantius awalnya membawa obelisk-obelisk itu ke Alexandria. Dari sana, ia memindahkan salah satunya ke Roma untuk ditempatkan di Circus Maximus. Sedangkan yang kedua tetap berada di Mesir hingga tahun 390 M.

Setelah itu, Theodosius I memutuskan untuk membawanya ke Konstantinopel untuk menghiasi hipodromnya. Hipodrom adalah arena kuno untuk pacuan kuda dan kereta perang.

Seiring berlalunya abad, hampir tidak ada bagian dari Circus Maximus yang tersisa. Ironisnya, dua obelisknya pecah menjadi tiga bagian dan hilang di bawah tanah sedalam 7 meter.

Pada tahun 1587, obelisk tersebut digali atas perintah Paus Sixtus V. Setelah restorasi, obelisk Augustan ditempatkan di Piazza del Popolo. Sementara obelisk Constantius dipasang di alun-alun di depan Basilika St. John Lateran.

Pada abad pertama M, Circus of Nero berdiri di Bukit Vatikan, tempat Vatikan berdiri saat ini. Di sini, Nero mengeksekusi ribuan orang Kristen, termasuk Rasul Petrus. Kaisar menyalahkan mereka atas pembakaran Roma.

Di spina Circus of Nero, berdiri sebuah obelisk tanpa prasasti yang dibawa ke kota itu oleh Caligula pada tahun pertama pemerintahannya. Menurut Pliny the Elder, obelisk ini berasal dari Kerajaan Tengah dan telah dipesan oleh putra Firaun Senusret I.

Setelah Circus of Nero ditutup, obelisk itu tetap berdiri di samping basilika yang dibangun Kaisar Konstantinus. Basilika itu dibangun di atas makam Rasul Petrus pada abad keempat M.

Kemudian, pada tahun 1585, Paus Sixtus V memutuskan bahwa ia ingin memindahkan obelisk itu ke depan Basilika Santo Petrus yang baru. Arsitek Domenico Fontana memimpin pemindahan yang melibatkan 900 pekerja pada 1586. Sebuah salib ditempatkan di atas monumen yang baru diposisikan itu.

Obelisk, yang ada saat Rasul Petrus mati syahid, kini berdiri di depan basilika yang menyandang namanya. Obelisk tersebut melambangkan kemenangan Gereja atas dunia pagan.

Pada abad ke-19, tradisi Romawi mengangkut obelisk dari Mesir kembali berlanjut. Namun, kali ini, monumen-monumen tersebut merupakan hadiah. Pemerintah Mesir memisahkan sepasang obelisk yang dikenal sebagai Jarum Cleopatra dari Alexandria.

Mereka mengirim satu ke New York dan yang lainnya ke London. Salah satu obelisk Luxor diberikan ke Prancis dan dipasang di Place de la Concorde di Paris.

Obelisk-obelisk baru juga dibangun menggunakan teknik dan bahan-bahan modern. Misalnya Monumen Washington di ibu kota Amerika Serikat.

Berdiri lima kali lebih tinggi dari Mesir firaun, obelisk ini melambangkan rasa hormat kepada Bapak Pendiri bangsa. Keinginan untuk memiliki obelisk di seluruh dunia menunjukkan ketertarikan kuat dan pengaruh Mesir kuno terus berlanjut hingga ribuan tahun.