Lebih dari Sekadar Tren, ESG Kini Jadi Jantung Bisnis Modern

By Ade S, Jumat, 13 September 2024 | 14:03 WIB
Investor cerdas kini melirik ESG. Temukan bagaimana investasi ESG dapat membuka peluang baru dan meminimalkan risiko. (freepik.com/author/redgreystock)

Nationalgeographic.co.id—Konsep ESG (Environmental, Social, and Governance) yang awalnya dianggap sebagai konsep etis, kini telah menjelma menjadi fondasi kokoh dalam strategi bisnis modern.

Perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia semakin menyadari bahwa keberlanjutan bukanlah sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk memastikan kelangsungan bisnis jangka panjang.

Laporan terbaru "KPMG Global ESG Due Diligence" mengungkap fakta menarik: ESG telah meroket menjadi perhatian utama para pelaku bisnis dalam 12-18 bulan terakhir.

Tren ini pun diprediksi akan terus berlanjut. Hal ini sejalan dengan temuan "2024 Sustainability Organization Survey" oleh KPMG yang menunjukkan komitmen organisasi terhadap ESG semakin menguat. Bahkan, 90% organisasi berencana meningkatkan investasi mereka di bidang ESG dalam tiga tahun ke depan.

Melihat data tersebut, jelas bahwa ESG telah menjadi bagian integral dari pengambilan keputusan bisnis. Namun, hanya sekadar berkomitmen saja tidak cukup.

Untuk memastikan ESG terintegrasi secara menyeluruh ke dalam seluruh aspek bisnis, 43% perusahaan merasa perlu adanya peran khusus yang fokus pada keberlanjutan.

Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan ini menyadari pentingnya memiliki seorang pemimpin yang dapat memastikan bahwa pertimbangan ESG selalu menjadi prioritas utama dalam setiap langkah yang diambil.

Untuk mendukung implementasi ESG yang efektif, perusahaan juga semakin berinvestasi dalam teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.

Melansir Business World, laporan KPMG menunjukkan bahwa 40% perusahaan menggunakan perangkat lunak khusus ESG untuk mengelola data, menganalisis kinerja, dan menyusun laporan yang transparan.

Sementara itu, 38% perusahaan lainnya fokus pada pelatihan karyawan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam bidang keberlanjutan.

Menurut "2023 ESG Global Study" oleh Capital Group, adopsi ESG telah mencapai rekor tertinggi dengan 90% investor mengidentifikasi diri sebagai pengguna ESG. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya (89%) dan tahun 2021 (84%).

Baca Juga: Yayasan KEHATI Kembali Selenggarakan ESG Award by KEHATI untuk Tahun 2024

Meskipun adopsi ESG terus meningkat, tidak semua investor menempatkan ESG pada posisi yang sama pentingnya dalam portofolio mereka. Proporsi "investor keyakinan," yaitu mereka yang menganggap ESG sebagai pusat strategi investasi mereka, tetap pada 26%.

Mengapa semakin banyak investor tertarik pada ESG? Studi ini mengungkapkan beberapa alasan utama:

* Peluang Investasi yang Lebih Baik: Sebanyak 57% investor percaya bahwa analisis ESG dapat membantu mengidentifikasi peluang investasi yang menarik. Dengan memahami risiko dan peluang ESG, investor dapat membuat keputusan yang lebih cerdas dan berpotensi menghasilkan return yang lebih tinggi.

* Peningkatan Kinerja Jangka Panjang: Hampir setengah (45%) investor percaya bahwa integrasi ESG dapat meningkatkan kinerja investasi dalam jangka panjang.

Pilihan strategi investasi juga dipengaruhi oleh adopsi ESG. Studi ini menemukan bahwa hampir tiga perempat (75%) investor ESG lebih memilih strategi investasi aktif.

Hal ini menunjukkan bahwa investor ESG cenderung lebih terlibat dalam proses investasi dan ingin memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang perusahaan yang mereka investasikan.

Kesenjangan menganga

Perusahaan di seluruh dunia semakin gencar menggaungkan komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip ESG. Namun, jika kita mengulik lebih dalam, terdapat kesenjangan yang cukup mencolok antara persepsi perusahaan tentang kesiapan ESG mereka dengan realita di lapangan.

Indeks Kematangan Jaminan ESG KPMG mengungkap fakta menarik: 83% organisasi percaya bahwa mereka telah berada di garis depan dalam pelaporan ESG. Angka ini cukup menggembirakan, namun jika kita melihat lebih dekat pada praktik sehari-hari, muncul gambaran yang berbeda.

Hampir setengah dari perusahaan tersebut masih mengandalkan spreadsheet untuk mengelola data ESG mereka. Padahal, spreadsheet, meski praktis untuk data sederhana, jelas tidak memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang dibutuhkan untuk mengelola data ESG yang kompleks dan terus berkembang.

Ketergantungan pada alat yang sudah ketinggalan zaman ini mengindikasikan adanya kesenjangan signifikan dalam kemampuan manajemen data ESG.

Baca Juga: Media Besar Kawasan Asia Menginisiasi Konsorsium Keberlanjutan

Seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan volume data ESG, kebutuhan akan sistem manajemen data yang lebih canggih pun semakin mendesak. Sistem yang ideal harus mampu mengintegrasikan tujuan keberlanjutan dengan tujuan bisnis yang lebih luas.

Selain masalah manajemen data, tingkat kematangan ESG perusahaan secara keseluruhan juga masih tergolong rendah. Sebanyak 75% responden survei KPMG menyatakan bahwa mereka masih berada pada tahap awal dalam perjalanan ESG mereka. Artinya, mereka belum memiliki fondasi yang kuat untuk menjamin praktik ESG yang baik.

Hanya 25% perusahaan merasa percaya diri dengan kebijakan, keterampilan, dan sistem ESG mereka untuk mencapai jaminan. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan masih menghadapi tantangan signifikan dalam membangun budaya ESG yang kuat dan sistem yang efektif untuk mengelola risiko ESG.

Investor yang ingin menginvestasikan dananya pada perusahaan yang berkomitmen pada prinsip-prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Mulai dari kesulitan dalam menentukan aspek ESG mana yang paling relevan, hingga kendala dalam memperoleh data yang akurat dan terpercaya.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi investor adalah menentukan aspek ESG mana yang paling relevan untuk dipertimbangkan. Dengan begitu banyak topik ESG yang perlu dikaji, mulai dari perubahan iklim hingga etika bisnis, investor seringkali merasa kewalahan.

Namun, laporan KPMG menunjukkan adanya perkembangan positif. Terdapat tren yang semakin jelas untuk memfokuskan analisis ESG pada aspek yang paling berdampak pada nilai bisnis perusahaan.

Selain masalah lingkup, kualitas data ESG yang tersedia untuk investor juga menjadi kendala. Meskipun semakin banyak perusahaan yang memublikasikan laporan keberlanjutan, namun kualitas dan keterbandingan data tersebut masih bervariasi. Akibatnya, investor kesulitan untuk membandingkan kinerja ESG antar perusahaan.

"KPMG Global ESG Due Diligence Study" mengungkapkan fakta menarik: anggaran yang dialokasikan untuk due diligence ESG masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan aspek lain dalam proses investasi, seperti keuangan atau legal.

Hal ini tentu saja membatasi kemampuan investor untuk melakukan analisis ESG yang mendalam. Dengan anggaran yang terbatas, investor seringkali kesulitan untuk mengakses data yang lebih spesifik dan melakukan penilaian yang komprehensif terhadap risiko ESG perusahaan.

Laporan KPMG lainnya menunjukkan bahwa 44% perusahaan mengidentifikasi biaya awal sebagai hambatan utama dalam implementasi ESG. Banyak perusahaan, terutama perusahaan kecil dan menengah, kesulitan untuk mengalokasikan anggaran yang cukup untuk inisiatif ESG.

Menariknya, tingkat kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengimplementasikan ESG juga bervariasi tergantung pada tingkat kematangan ESG mereka.

Baca Juga: Tuberkulosis Berakhir pada Tahun 2030

Perusahaan pemula dalam ESG cenderung menghadapi lebih banyak tantangan, seperti kurangnya pengetahuan dan sumber daya. Sementara itu, perusahaan yang lebih matang sudah memiliki fondasi ESG yang lebih kuat, namun tetap menghadapi tantangan dalam meningkatkan kinerja ESG mereka secara berkelanjutan.

Investasi yang menguntungkan untuk masa depan

Prinsip ESG memang semakin mendominasi percakapan bisnis, mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari operasi mereka. Namun, apakah komitmen terhadap ESG hanya sebatas etika atau juga berdampak pada kinerja finansial perusahaan?

Penelitian terbaru dari McKinsey & Company memberikan jawaban yang tegas. Studi yang menganalisis 10.000 perusahaan di seluruh dunia menunjukkan bahwa perusahaan yang unggul dalam kinerja ESG dan keuangan, atau yang sering disebut sebagai "triple outperformers", secara konsisten menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi bagi pemegang saham.

Perusahaan yang unggul dalam kinerja ESG dan keuangan mencapai kelebihan Total Shareholder Return (TSR) tahunan yang lebih tinggi dua poin persentase dibandingkan rekan-rekan mereka yang hanya fokus pada metrik keuangan.

Temuan ini semakin menguat ketika kita melihat konteks global yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir. Pandemi COVID-19, inflasi tinggi, dan berbagai krisis lainnya telah menguji ketahanan bisnis.

Namun, perusahaan dengan fokus kuat pada ESG terbukti lebih mampu menghadapi tantangan ini dan bahkan mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi. Lebih dari setengah dari "triple outperformers" mampu mencapai pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 10%.

Penelitian juga menunjukkan bahwa manfaat strategi berfokus ESG tidak terbatas pada perusahaan besar dan mapan. Perusahaan dengan berbagai ukuran dan sektor dapat memanfaatkan ESG untuk meningkatkan prospek pertumbuhan dan ketahanan mereka dalam menghadapi tantangan global.

Investor institusional dan individu semakin menyadari bahwa ESG bukan hanya tren semata, tetapi merupakan faktor kunci dalam menentukan kinerja investasi jangka panjang. Mereka menggunakan analisis ESG untuk mengidentifikasi peluang investasi yang menarik dan meminimalkan risiko.

Investor juga memasukkan pertimbangan ESG ke dalam tesis investasi mereka, memastikan bahwa risiko dan peluang ESG dipahami dan dikelola secara menyeluruh.

Fokus pada ESG sangat terlihat pada area seperti dekarbonisasi, daur ulang, dan manajemen rantai pasokan yang berkelanjutan menjadi sorotan utama.

Dengan ESG yang lebih baik, investor dapat mendorong pertumbuhan pendapatan, mengurangi biaya, dan mengurangi risiko untuk meningkatkan nilai keseluruhan investasi mereka.

Salah satu faktor utama yang mendorong perusahaan untuk mengadopsi ESG adalah tekanan dari berbagai pihak.

Menurut penyedia solusi manajemen risiko berbasis perangkat lunak Alcumus, 55% perusahaan mengutip peraturan sebagai alasan utama untuk mengintegrasikan praktik ESG, sementara 54% menunjuk pada tekanan dari investor dan pelanggan.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa sekitar 60% perusahaan yang disurvei oleh Alcumus menyebutkan bahwa mendapatkan citra yang lebih baik adalah salah satu manfaat utama dari adopsi ESG. Reputasi yang baik sebagai perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan dapat menarik investor, pelanggan, dan talenta terbaik.

George Richards, Partner dan Kepala Pelaporan dan Jaminan ESG KPMG di Inggris, memberikan perspektif yang menarik. Menurutnya, perusahaan yang berpandangan jauh ke depan tidak hanya melihat ESG sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai peluang untuk menciptakan nilai jangka panjang.

"Salah satu manfaat potensial [dari ESG adalah] memungkinkan perusahaan menunjukkan bagaimana mereka akan beroperasi tidak hanya secara menguntungkan dalam jangka panjang, tetapi juga secara berkelanjutan, dengan cara yang jauh lebih kredibel," kata Richards.