Nationalgeographic.co.id—Tahukah Anda bahwa hubungan kerja sama antara Kekaisaran Ottoman dan kelompok Hadrami di Hindia Belanda, secara langsung maupun tidak langsung, telah berkontribusi pada dinamika muncul dan berkembangnya organisasi-organisasi Islam awal di Indonesia?
Kekaisaran Ottoman memiliki hubungan dan peranan khusus dengan modernisasi yang terjadi di Indonesia, khususnya lewat pendidikan. Kebijakan Ottoman yang paling signifikan di Indonesia pada akhir abad ke-19 adalah memberikan kesempatan bagi pelajar dari kelompok Hadrami untuk datang ke Istanbul.
Para siswa tahun 1899 tampaknya menjadi kelompok terakhir dari Jawa yang belajar di Istanbul, sehingga jumlah total siswa Indo-Hadrami tidak meningkat dari tujuh belas anak yang disebutkan oleh Schmidt pada tahun 1900, yaitu enam siswa tiba pada tahun 1895, empat pada tahun 1898, dan tujuh pada tahun 1899.
Tiga puluh siswa yang seharusnya datang setelah tahun 1899 mungkin tidak pernah benar-benar sampai ke Istanbul. Kurangnya dana dari Ottoman dan hasil yang kurang memuaskan dari beberapa siswa kemungkinan besar menyebabkan penghentian beasiswa di Istanbul.
Namun, mimpi Indo-Hadrami untuk mendapatkan pendidikan yang baik tidak hilang. Melalui asosiasi Jamiat Kheir yang didirikan pada tahun 1901 oleh para pemimpin komunitas Arab di Batavia, mereka telah mendirikan beberapa sekolah sejak tahun 1906.
Sekolah Jamiat Kheir kemungkinan merupakan sekolah Islam modern paling awal yang didirikan di Hindia Belanda. Deliar Noer dalam Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 menyarankan bahwa tidak ada dari siswa di atas yang memainkan peran penting ketika mereka kembali ke Hindia Belanda.
Pendapat ini umumnya benar, tetapi bukan berarti mereka tidak memberikan kontribusi sama sekali. Beberapa siswa tidak berhasil dalam studi mereka, dan sebagian besar yang lulus tidak memiliki kontribusi yang luas bagi masyarakat, setidaknya dibandingkan dengan peran yang dimainkan oleh orang tua mereka, serta di bawah ekspektasi yang mungkin diantisipasi dari pendidikan luar negeri yang begitu bergengsi.
Alwi Alatas dan Alaeddin Tekin dalam The Indonesian-Hadramis’ Cooperation With The Ottoman and The Sending of Indonesian Students to Istanbul, 1880s-1910s yang terbit dalam jurnal Tarih Incelemeleri Dergisi mengungkap sebaliknya:
"Para siswa ini tampaknya kehilangan keterampilan komersial yang dimiliki oleh orang tua mereka dan cenderung beralih menjadi pekerja profesional. Namun, Ahmad dan Said Ba Junayd mendirikan Sarekat Dagang Islamiah (SDI) bersama Tirtoadisurjo di Bogor pada tahun 1909.
"Ahmad menjadi presiden organisasi ini, sementara Said menjadi bendaharanya. SDI kemudian berakhir, tetapi dilanjutkan oleh Haji Samanhudi lalu berubah menjadi organisasi terbesar pada masanya, yaitu Sarekat Islam.
"Orang-orang Hadrami masih memainkan peran penting dalam organisasi Sarekat Islam hingga akhir 1910-an. Namun, kedua bersaudara tersebut tampaknya sudah tidak terlibat lagi pada tahun-tahun berikutnya."
Baca Juga: Lika-liku Siswa Hindia Belanda saat Bersekolah di Kekaisaran Ottoman