Simpulan Peran Ottoman di Hindia Belanda
Meskipun ketertarikan Ottoman terhadap kepulauan Indonesia dimulai pada pertengahan abad ke-16, ada periode kosong selama hampir dua setengah abad. Alaeddin Tekin menjelaskan alasan-alasan periode ini dalam tiga faktor, yaitu jarak yang jauh, kurangnya kepentingan bersama antara kedua wilayah, dan periode stagnasi bagi Kekaisaran Ottoman.
Pada paruh kedua abad ke-19, seiring dengan perkembangan ide Pan-Islamisme, ada kerja sama antara orang-orang Hadrami di Hindia Belanda dan Pemerintah Ottoman. Orang-orang Hadrami, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah kolonial, terutama melalui pembatasan pergerakan, berharap untuk mewujudkan emansipasi melalui kerja sama ini.
Sementara itu di sisi lain, Ottoman juga membutuhkan dukungan dari dunia Islam, termasuk dari komunitas muslim di Hindia Belanda, untuk memperkuat dinastinya dari keruntuhan.
Sejak awal 1880-an, Ottoman menunjuk konsulatnya di Batavia yang dari waktu ke waktu memainkan peran aktif dalam melaksanakan kepentingan Ottoman, hingga menyebabkan pemerintah kolonial mengawasi kegiatan konsulat ini dengan hati-hati.
Konsulat Ottoman menjadi tempat bagi orang-orang Hadrami untuk mengadukan masalah mereka di bawah aturan kolonial, dan pada akhir abad ke-19 sebuah program pendidikan melalui pengiriman siswa ke Istanbul berhasil diluncurkan.
Namun, hasil akhir dari program ini tidak sesignifikan yang diharapkan. Sebagian besar siswa ini tidak memainkan peran penting ketika mereka kembali ke Hindia Belanda, setidaknya peran mereka sangat tidak sebanding dengan peran yang dimainkan oleh orang tua mereka.
Namun, dua dari lulusan Ottoman ini menjadi pendiri Sarekat Dagang Islamiah di Bogor pada tahun 1909, sebuah organisasi yang kemudian, meskipun secara tidak langsung, berkembang menjadi Sarekat Islam yang sangat berpengaruh pada tahun 1910-an.
Tidak hanya orang-orang Hadrami mendapatkan bantuan berupa pendidikan dan dukungan lainnya dari konsulat Ottoman, mereka juga telah mengorganisir Bulan Sabit Merah dan mentransfer sejumlah besar dana untuk membantu para korban selama Perang Balkan dan Perang Dunia Pertama.
Kerja sama antara orang-orang Hadrami di Hindia Belanda dan Ottoman tidak memberikan hasil maksimal bagi orang-orang Hadrami dan tentu saja tidak menyelamatkan Ottoman dari kehancurannya yang tak terhindarkan. Namun, ini tidak berarti bahwa kerja sama ini tidak memiliki pengaruh sama sekali dalam sejarah.
Kerja sama ini, secara langsung maupun tidak langsung, telah berkontribusi pada dinamika muncul dan berkembangnya organisasi-organisasi Islam awal di Indonesia, khususnya Jamiat Kheir dan Sarekat Islam.
Harapan yang muncul dari kolaborasi ini mungkin memberikan kontribusi lebih besar daripada realisasi langsung yang dicapai oleh kedua belah pihak. Harapan ini telah menjadi semangat yang menyuburkan benih-benih gerakan Islam abad ke-20 di Indonesia.