Kebijakan pembatasan (wijkenstelsel dan passenstelsel) yang mengganggu orang-orang Hadrami di Hindia Belanda akhirnya dihapuskan. Pada tahun 1911, orang Arab di Jawa dan Madura diberi kebebasan untuk bergerak dari wilayah mereka berkelompok.
Namun, aktivisme kelompok Hadrami dan kerja sama mereka dengan konsulat Ottoman di Batavia tidak berhenti, bahkan mungkin meningkat, setidaknya hingga akhir Perang Dunia Pertama. Ini menunjukkan bahwa aktivitas mereka sebelumnya bukan sekadar reaksi terhadap kebijakan kolonial.
Orang-orang Hadrami tidak hanya meminta dukungan Ottoman untuk mencapai tujuan mereka. Mereka juga berpartisipasi dalam memberikan bantuan tertentu kepada Pemerintah dan masyarakat Ottoman, karena konsulat Ottoman di Batavia juga secara aktif meminta dukungan ini dari mereka.
Konsulat Rasim Bey, misalnya, mengumpulkan dana pada tahun 1904 dari para pemimpin Arab dan lainnya untuk pengembangan kereta api di Hijaz. Selama Perang Balkan, pada tahun 1912 Konsulat Ottoman Rafet Bey memprakarsai pendirian Masyarakat Bulan Sabit Merah (al-Hilal al-Ahmar) di Hindia Belanda untuk mengumpulkan bantuan kemanusiaan bagi para korban perang.
Dana yang mereka kumpulkan kemudian dikirim ke markas Bulan Sabit Merah di Istanbul untuk didistribusikan. Orang-orang Hadrami di Hindia Belanda yang secara praktis menjalankan organisasi ini.
Pendirian organisasi ini bahkan dilakukan di kantor Jamiat Kheir. Antara tahun 1912 dan 1913, lembaga kemanusiaan ini, yang diwakili oleh pemimpinnya Abu Bakr al-Attas, telah mentransfer uang ke markas Bulan Sabit Merah di Istanbul sebanyak empat kali dengan total 46.000 franc.
Pada tahun 1916, Bulan Sabit Merah cabang Batavia berhasil mengumpulkan lebih dari 2.000 gulden. Namun, bukan hanya orang Arab yang terlibat dalam pengumpulan dana kemanusiaan untuk Ottoman.
Sarekat Islam juga berusaha mengumpulkan dana kemanusiaan untuk Ottoman dan mulai bekerja sama dengan Bulan Sabit Merah pada tahun 1915.
Bahkan surat kabar Tionghoa-Melayu Sin Po dan wilayah tertentu dengan jumlah umat muslim yang kecil, seperti Papua, juga mengumpulkan dana untuk Bulan Sabit Merah, sehingga pada tahun 1917 terkumpul dana sebesar 23.000 gulden untuk lembaga ini.
Namun, kondisi Ottoman memburuk secara signifikan setelah Perang Dunia Pertama dan menuju kehancuran Kekaisaran Ottoman. Situasi ini, bersama dengan berbagai faktor lainnya, memaksa orang-orang Hadrami di Hindia Belanda untuk mengatur ulang gerakan mereka.
Hubungan dinamis antara orang-orang Hadrami dan Ottoman yang dimulai pada 1880-an akhirnya terhenti dengan berakhirnya pemerintahan Ottoman.
Baca Juga: Kematian Misterius Kaisar Terakhir Bizantium yang Ditaklukkan Ottoman