Ketika Perang dan Budak Membuat Petani Republik Romawi Jatuh Miskin

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 21 September 2024 | 14:00 WIB
Bagaimana perang dan budak membuat petani menjadi jatuh miskin di era Republik Romawi? (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Pada abad ke-2 SM, perubahan sosio-ekonomi yang cepat sedang terjadi di kalangan petani di Republik Romawi.

Menurut narasi sejarah tradisional, para petani dari kalangan rakyat jelata memiliki perkebunan kecil yang dikelola keluarga. Namun, mereka juga dibebani dengan tugas militer selama periode Perang Punisia Kedua dan seterusnya.

Karena tidak lagi mampu menjalankan pertanian secara efektif, mereka digantikan oleh pemilik tanah kaya. Tuan tanah itu menciptakan perkebunan pertanian besar yang dikerjakan oleh para budak. Hal ini menyebabkan eksodus petani tak bertanah yang menjadi kaum proletar miskin di perkotaan Roma.

Petani, tulang punggung Republik Romawi

Petani dari kalangan rakyat jelata (plebs) adalah tulang punggung Republik Romawi. Pada akhir abad ke-6 SM, Republik Romawi menjadi sebuah negara yang sebagian besar dihuni oleh petani kecil dari kalangan rakyat jelata.

Para petani kecil ini merupakan jantung dari hasil pertanian Roma. Namun, mereka juga bertugas di militer dan berpartisipasi secara politik sebagai warga negara.

Bangsa Romawi menanam berbagai jenis biji-bijian. “Termasuk gandum dan barley serta kacang-kacangan seperti lentil, buncis, kacang polong, dan buncis,” tulis Alexander Gale di laman The Collector.

Seperti di negara tetangga Yunani, orang Romawi juga menanam zaitun. Minyak zaitun merupakan bagian penting dari makanan orang Romawi. Dari tetangganya, orang Yunani dan Kartago, orang Romawi juga belajar banyak tentang menanam anggur dan mulai membuat anggur sendiri.

Hewan juga ada di peternakan Romawi. Sapi menghasilkan susu, sedangkan kambing dan domba menghasilkan keju. Tentu saja bisa dimakan juga. Sapi dan bagal menyediakan otot ekstra untuk tugas-tugas padat karya.

Menulis pada abad ke-2 SM, Cato the Elder (234–149 SM) menasihati mereka yang ingin menjalankan pertanian.

Katanya, “Iklimnya harus bagus, tidak terkena badai; tanahnya harus bagus, dan kuat secara alami. Jika memungkinkan, lokasinya harus terletak di kaki gunung dan menghadap ke selatan. Situasinya harus sehat, harus ada banyak pekerja, harus ada air yang cukup. Di dekatnya harus ada kota yang berkembang, laut, atau sungai yang bisa dilayari, atau jalan yang bagus dan banyak dilalui.”

Baca Juga: Bagaimana Nasib Kota Abadi Roma setelah Kejatuhan Kekaisaran Romawi?