Ketika Perang dan Budak Membuat Petani Republik Romawi Jatuh Miskin

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 21 September 2024 | 14:00 WIB
Bagaimana perang dan budak membuat petani menjadi jatuh miskin di era Republik Romawi? (Public Domain)

Budak menggantikan posisi petani dari kalangan rakyat jelata

Appian (95 – 165 M), sejarawan Yunani, menggambarkan situasi abad ke-2 SM dengan suram. Orang-orang kaya datang untuk mengolah lahan yang luas, bukan hanya satu perkebunan. “Mereka menggunakan budak sebagai buruh dan penggembala,” tulis Appian.

Dengan demikian, orang-orang berkuasa tertentu menjadi sangat kaya dan ras budak berlipat ganda di seluruh negeri. Sementara jumlah dan kekuatan rakyat Italia menyusut, mereka tertindas oleh kesulitan, pajak, dan dinas militer.

Jika mendapatkan kelonggaran, petani menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan. Pasalnya tanah tersebut dikuasai oleh orang-orang kaya, yang mempekerjakan budak-budak dan bukannya orang-orang merdeka sebagai penggarap.

Latifundia dan kemunduran moral

Para sejarawan kuno menganggap latifundia dan penggunaan budak sebagai kemerosotan moral yang terjadi bersamaan yang merendahkan Republik Romawi. Mengapa? Konon orang Romawi menganggap petani yang rendah hati lebih unggul secara moral.

Pliny the Elder (23/24 – 79 M), seorang filsuf dan penulis Romawi, juga mengkritik latifundia yang mendominasi. “Di bawah tangan orang-orang jujur ​​segalanya menjadi lebih baik,” tulisnya, “Tetapi saat ini tanah-tanah tersebut digarap oleh para budak yang kakinya dirantai. Oleh tangan para penjahat dan orang-orang yang wajahnya dicap!”

Kita mungkin tidak pernah mengetahui secara pasti kombinasi faktor yang menyebabkan perubahan sosial-ekonomi yang meluas di Republik Romawi. Namun apa yang terjadi di Republik Romawi bisa menjadi pelajaran bagi orang-orang yang hidup di zaman modern.