Selidik Moai, Patung-Patung Batu Unik yang Menjaga Pulau Paskah

By Sysilia Tanhati, Rabu, 25 September 2024 | 12:00 WIB
Patung kepala Pulau Paskah, yang disebut Moai (artinya patung) dalam bahasa aslinya, adalah patung monolitik. (Ian Sewell/CC BY 2.)

Nationalgeographic.co.id—Patung kepala Pulau Paskah, yang disebut Moai (artinya patung) dalam bahasa aslinya, adalah patung monolitik. Moai menggambarkan sosok manusia yang konon merupakan representasi nenek moyang penduduk pulau tersebut.

Patung-patung ini diciptakan antara abad ke-13 dan ke-16 dan membawa banyak makna. Meski begitu, masih ada nuansa mistis di sekitar patung-patung tersebut. Bagaimana cara pembuatannya? Apa tujuan dari pembuatan Moai?

Apa itu Moai?

Sebagian besar Moai terlihat sangat mirip, semuanya dengan gaya fitur wajah yang sama, namun ada beberapa variasi. Masing-masing memiliki tulang alis yang menonjol di atas matanya, menciptakan penampilan yang tegas dan menonjol.

Hidungnya memanjang dan biasanya melengkung ke lubang hidung, serta septum yang menonjol. Mulutnya rapat dan kecil dibandingkan hidung dan alis. Telinganya memanjang tetapi tidak berlebihan karena sesuai dengan proporsi wajah.

“Beberapa Moai memiliki mata yang terbuat dari karang dengan pupil obsidian atau scoria,” tulis Miles McMorrow di laman The Collector. Mata ini diyakini dapat dilepas. Salah satu teori menyatakan bahwa mata ini dimasukkan ke dalam rongganya selama upacara ritual untuk memohon roh leluhur.

Sebagian besar Moai terletak di pulau vulkanik bernama Rapa Nui. (Public Domain)

Moai memiliki rasio tiga banding lima dari kepala hingga leher. Biasanya, kepala berukuran besar pada patung menekankan pentingnya kecerdasan atau kebijaksanaan.

Aspek ini mengikuti tujuan patung-patung tersebut karena gambarannya tentang nenek moyang utama, kemungkinan besar anggota penting atau kepala masyarakat.

Lokasi Moai

Sebagian besar Moai terletak di pulau vulkanik bernama Rapa Nui. Secara global dikenal sebagai Pulau Paskah (Easter Island), dinamai demikian oleh penjelajah Belanda Jacob Roggeveen ketika ia 'menemukannya' pada Minggu Paskah tahun 1722.

Baca Juga: Berlayar Sampai Pulau Paskah, Mungkinkah Orang Polinesia Bertemu Penduduk Asli Amerika?