Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa petisi ke Ottoman memang sepenuhnya melibatkan Finley dengan jaringan Amerika-Ottoman yang dimilikinya.
Hal yang terpenting adalah gagasan bahwa pengajuan petisi diklaim sebagai hasil proses panjang keterlibatan Amerika, diwakili dirinya tentu saja, dalam proyek sosial-ekonomi sejak satu dekade sebelumnya.
Maka sejalan dengan harapan Abdullah Nuno untuk menghadirkan guru agama untuk muslim Zamboanga, Finley berangkat ke Istanbul pada Februari 1913, setelah sebelumnya berhasil meyakinkan pihak Gedung Putih untuk meminta Ottoman mengirim guru agama ke muslim Moro, yang dikemas sebagai bagian dari program pendidikan kewargaegaraan sesuai nilai-nilai sipil Amerika.
Setibanya di Istanbul, Finley, atas bantuan wakil Amerika William W. Rockhill, bisa masuk ke lingkaran kekuasaan sultan. Dia betemu Syaikh al-Islam Usmani yang bersedia mengantarkan petisi ke Sultan.
Begitu pula dia setuju mengirim salah seorang pejabat asal Palestina, Sayyid Muhammad Efendi Wajih al-Kilani, dalam kapasitasnya sebagai Syaikh al-Islam di Filipina.
Tidak lama berselang, Finley juga berhasil bertemu Sultan Ottoman yang menitipkan hadiah untuk muslim Filipina seraya menganugrahinya medali Medici tingkat tiga.
Meski berhadapan dengan perubahan peta politik Amerika dan reorganisasi Moro—di mana Frank Carpenter menjadi gubernur Mindanao dan Sulu sebagai wilayah administratif, menggantikan provinisi Moro yang dihapus—Finley tetap bisa berkunjung ke Zamboanga dan memberikan titipan hadiah Sultan ke Abdullah Nuno, tentu tidak sebagai gubernur sebagaimana disetujui Presiden Taft sebelum ke Istanbul.
Pada Januari 1914, Wajih al-Kilani masuk ke Filipina melalui Singapura, bersama sekitar seratus haji yang baru kembali dari Mekkah. Finley dan Abdullah Nuno menyambut antusias kedatangan Syaikh al-Islam ini, dan mengundangnya ke berbagai forum pertemuan dengan masyarakat sejumlah daerah di distrik Zamboanga, termasuk Basilan, di mana Wajih al-Kilani memberi ceramah terkait isu-isu keislaman dan juga sosial.
Untuk poin terakhir ini, dia menekankan perlunya menjadi warga negara yang baik di bawah sistem kolonial Amerika. Meski tidak lama, di mana Wajih al-Kilani (bersama Finley) dilarang bepergian ke luar Zamboanga, bahkan dipaksa kembali ke Istanbul dan, tidak lama setelah berselang (pada 1916), dia meninggal saat berkunjung ke Amerika, kedatangannya di Zamboanga merupakan buah dari permintaan petisi yang menekankan harmoni antara keagamaan muslim dengan nilai-nilai Barat yang direpresentasikan pemerintah kolonial Amerika.
Poin terakhir ini memang nampak pada bahasa dan substansi petisi yang dibawa Finley ke Istanbul. Bahasa yang digunakan dalam petisis adalah Tausug, yang memang umum digunakan di wilayah di bawah pengaruh kesultanan Sulu, termasuk Zamboanga.
Beberapa istilah khusus digunakan mengacu baik kepada petinggi Ottoman maupun Amerika yang, seperti telah disinggung, terlibat dalam pengajuan petisi tersebut.
Baca Juga: Kala Sutomo Kunjungi 'Puing' Ottoman Temui Hadrami-Indonesia dalam Ketiadaan